Narwastu.id – Dalam semangat kebersamaan dan toleransi, Komisi Hubungan Antaragama dan Kemasyarakatan Keuskupan Agung Jakarta menggelar Dialog Ramadhan bertajuk “Merawat Harapan untuk Merajut Kerukunan Antarumat Beragama.” Acara yang berlangsung di Graha Pemuda Katedral Jakarta, pada Kamis, 19 Maret 2025, menghadirkan berbagai tokoh lintas agama untuk berdiskusi mengenai makna spiritualitas puasa dan relevansinya dalam membangun harmoni sosial di tengah masyarakat. Dialog yang dipandu wartawan senior, Budiman Tanuredjo ini, antara lain dihadiri oleh Ignatius Kardinal Suharyo (Uskup Agung Jakarta), K.H. Marsudi Suhud (Majelis Ulama Indonesia), Pdt. Jacklevyn F. Manuputty, M.A. (Ketua Umum PGI), Candra Setiawan (Majelis Agama Konghucu Indonesia), Naen Suryono (Presidium Majelis Luhur Kepercayaan), Dede Rosyada (Ketua FKUB Jakarta), Philip Wijaya (Permabudi), dan I Wayan Kantun Mandara (PHDI).
Mengawali acara, Ignatius Kardinal Suharyo menekankan pentingnya merawat kebersamaan. “Kehadiran dan gagasan yang disampaikan dalam acara ini akan memperkaya kita untuk terus merawat dan mengembangkan kebersamaan ini,” ujarnya. Sementara itu, pada sambutannya, Menteri Agama RI Prof. Nasarudin Umar menyoroti perlunya memperluas perhatian umat beragama, tidak hanya pada aspek kerukunan antarumat, tetapi juga pada lingkungan hidup. “Saya ingin agar kita mengakhiri dialog ini dengan tidak hanya membahas hubungan antarumat beragama, tetapi juga hubungan umat beragama dengan lingkungan hidup,” tuturnya.
Ia memperkenalkan konsep ekoteologi yang menekankan pentingnya pelestarian lingkungan dalam pendidikan agama. “Pendidikan agama harus memasukkan nilai-nilai ekoteologi dan pelestarian alam,” jelasnya. Selain itu, ia mengenalkan kurikulum cinta, yang bertujuan mengajarkan siswa untuk menyikapi perbedaan dengan penuh kasih. “Kurikulum cinta adalah fondasi hidup bersama dalam keragaman. Guru agama harus mengajarkan cinta kepada anak-anak, bukan menanamkan perbedaan atau kebencian,” tambahnya. Pdt. Jacklevyn F. Manuputty dalam paparannya menyampaikan, meskipun praktik puasa berbeda dalam setiap agama, namun terdapat kesamaan esensi yang bisa menjadi jembatan bagi umat beragama untuk saling memahami.
“Kita sedang berjumpa di bulan suci Ramadhan, bulan di mana umat Islam menjalankan ibadah puasa. Umat Katolik juga menjalankan puasa 40 hari sebelum Paskah, sementara di Protestan, puasa tidak diwajibkan, tetapi dianjurkan sebagai tradisi yang baik. Di sinilah kita melihat bahwa puasa bukan sekadar kewajiban ritual, tetapi juga proses spiritual untuk menemukan kembali jati diri yang sejati,” ujarnya. Ia juga menekankan dalam Islam, puasa bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih diri dalam disiplin spiritual dan pengendalian hawa nafsu. “Puasa menjadi latihan untuk kembali ke kedirian yang sejati, atau dalam istilah Jawa disebut sangkan paraning dumadi,” tambahnya.
Selanjutnya, ia memaparkan puasa dalam tradisi Kristen, Yesus juga menjalani 40 hari puasa di padang gurun dan menghadapi tiga cobaan besar: Makanan, kekuasaan, dan ketinggian. “Tiga cobaan ini menggambarkan bagaimana manusia diuji dalam berbagai aspek kehidupannya,” paparnya. Oleh karena itu, baik dalam Islam maupun Kristen, puasa memiliki makna mendalam sebagai perjalanan spiritual untuk memahami diri sendiri dan memperkuat komitmen dalam panggilan hidup. Di tengah era digital yang dipenuhi hoaks dan ujaran kebencian, Pdt. Jacky menegaskan, puasa bisa menjadi latihan karakter bagi masyarakat agar lebih sabar, penuh kasih, dan mampu menahan diri dari godaan duniawi.
“Puasa mengajarkan kita memiliki daya tahan dan kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai tantangan,” pungkasnya. Pada acara ini hadir juga Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Dalam penjelasannya, ia menegaskan komitmennya untuk berlaku adil bagi seluruh warga Jakarta. “Kalau Jakarta ini mau baik, hubungan antara pemimpin dan umatnya harus baik dan adil,” katanya.
Ia juga menyampaikan berbagai program yang telah dan akan dilakukan pemerintahannya, seperti penyediaan hunian bagi warga Kampung Bayam, program Kartu Jakarta Pintar, bantuan pendidikan bagi mahasiswa, penyediaan air bersih, serta pengelolaan sampah. Dialog Ramadhan ini menjadi momentum penting untuk mempererat persaudaraan antarumat beragama serta memperluas cakupan dialog ke isu-isu sosial dan lingkungan. Diharapkan, semangat kebersamaan ini dapat terus terjaga 1demi Indonesia yang lebih harmonis dan berkeadilan. KY