Narwastu.id – Pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Bimas Kristen Kemenag RI periode 2013-2016 tidak berarti membuat DR. Oditha Rintana Hutabarat (Beliau bukan Pendeta, seperti yang dimuat di Majalah NARWASTU Edisi November 2022. Sekaligus ini ralat) menganggap hal itu adalah akhir dari segalanya. Terlahir sebagai praktisi pendidikan, perempuan yang lahir di Bogor, 31 Agustus 1956 itu memang tak bisa jauh dari dunia ajar mengajar. “Kegiatan saat ini menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi swasta dan negeri, termasuk di STT Wesley Methodist Indonesia menjabat sebagai Ketua Penjamin Mutu Internal dan Direktur Pascasarjana di IAKN Kupang,” terang Oditha ramah kepada Majalah NARWASTU.
Bukan tanpa perjuangan jika istri dari DR. Radjiman Sitopu ini dapat menduduki puncak karier seperti sekarang ini. Ia mengawali kariernya sebagai PNS Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI pada tahun 1987. Kemudian ia dipercaya untuk menjadi Kakanwil Agama Provinsi Papua Barat dan menjadi Sekretaris Ditjen Bimas Kristen hingga akhirnya duduk sebagai Dirjen Bimas Kristen pada 2013-2016. Selesai menunaikan tugasnya lalu ibu tiga anak dan tiga cucu ini pun kembali ke dunianya sebagai dosen homebase di STAKN Kupang (sekarang IAKN) di STT WMI, dan sekarang menjadi dosen swasta/non PNS. Sebagai orang yang pernah menjabat sebagai Dirjen Bimas Kristen ketika disinggung soal penolakan izin pendirian gereja yang terjadi di Cilegon, Banten, Oditha mengatakan, penolakan pendirian gereja karena kesulitan mematuhi persyaratan dalam Peraturan Bersama Menag dan Mendagri, khususnya menghimpun sejumlah warga di sekitar yang setuju dan memberikan data identitas berupa KTP. “Pada sisi lain, banyaknya denominasi gereja sekarang 327 induk gereja yang satu sama lain dogma berbeda, belum dipahami oleh masyarakat secara luas, sehingga seolah-olah bangunan gereja sudah cukup.
Padahal, masing-masing denominasi perlu membangun rumah ibadahnya sendiri,” jelas perempuan lulusan Sarjana Theologi dari STT Duta Wacana, Yogyakarta ini. Tentang kebijakan pemerintah dalam izin pendirian rumah ibadah, peraih gelar Magister Teologi Konsentrasi Pendidikan Agama Kristen (PAK) di STT Jakarta ini berpendapat, harus mengacu dan berpedoman UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2. Dengan demikian jelas, bahwa kebebasan beribadah merupakan hak setiap warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 dan negara.
Kehidupan Oditha sedapat mungkin dapat memberi dampak bagi orang di sekitarnya. Doktor Konsentrasi PAK di STT Cipanas tahun 2015 ini pun memiliki hidup yang dapat menginspirasi bagi banyak orang terutama kaum perempuan Kristen. Menurutnya, perempuan Kristen dapat memberi kontribusi salah satu caranya melalui pendidikan dengan belajar terus sepanjang hayat dan berkarya maksimal yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan gereja. Tak heran jika Oditha pun memiliki keinginan dan cita-cita ingin mengembangkan kualitas sebagai pendidik, sehingga berdampak pada lulusannya.
Ia pun berharap bahwa negara Indonesia dapat maju, adil dan sejahtera. Tidak terkecuali gereja juga bersatu serta bersama-sama menjalankan misi Allah agar mendatangkan kesejahteraan lahir dan batin bagi Indonesia. BTY