Narwastu.id – Satu kata yang tepat untuk menggambarkan situasi perpolitikan dan kebangsaan sekarang di negeri ini, adalah ironis. Hal itulah yang disampaikan tokoh muda nasionalis dan religius, Ir. David Pajung, M.Si kepada NARWASTU dalam sebuah kesempatan. Dia figur anak bangsa yang peduli melihat persoalan di negeri ini. Pasca zaman Orde Baru yang ditandai dengan reformasi pada tahun 1998 lalu, katanya, nampaknya bukan malah memberi perubahan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Justru tindak pidana korupsi dilakukan secara massif , terstruktur dan kian menjadi-jadi dalam hirarki pemerintahan dan swasta. Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus, maka lambat laun negara ini akan mengalami kehancuran. Mantan aktivis mahasiswa yang kini duduk sebagai Ketua Bidang Organisasi dan Kelembagaan DPP Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) ini menyikapi hal itu. Salah satu Ketua Pengurus Nasional Perhimpunan Senior GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) ini mengatakan, setiap zaman punya beban sejarah berbeda.
Menurut David, bagaimana mau memperbaiki sistem yang ada jika yang di Gedung Senayan (anggota legislatif) itu banyak yang pragmatis dan kurang peduli pada persoalan bangsa. “Harusnya, kan, mereka membenahi sistem reformasi yang acak-acakan. Dan jika dibiarkan, ini akan menuju negara yang gagal seperti Somalia,” ujar Sekjen Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI) yang sehari-harinya bekerja sebagai profesional atau konsultan independen tata ruang itu.
Tentu hal itu, kata David yang lahir di Makassar, 12 Maret 1971, tak bisa dibiarkan terjadi, apalagi sebagai warga negara yang baik sekaligus umat Nasrani kita dipanggil untuk memberikan yang terbaik untuk Indonesia. Dan PIKI, imbuhnya, ikut memikirkan persoalan gereja, masyarakat dan bangsa ini. Berbicara tentang kiprah PIKI, David menerangkan, PIKI sebagai organisasi kaum cendekiawan Kristen berkeinginan besar agar bisa berbuat sesuatu yang mulia di negeri ini.
“Bangsa ini butuh intelektual seperti Budi Utomo. Sekarang kita kehilangan itu, dan justru orang-orang pragmatis yang menguasai negara ini,” ujar mantan Caleg DPR-RI di Pemilu 2014 lalu itu. Mantan aktivis Kelompok Cipayung dan mantan Sekretaris PP GMKI ini menambahkan, sebagai kelompok intelektual Kristen kita harus melawan pragmatisme. “Termasuk di daerah-daerah pragmatisme harus dilawan. PIKI harus bisa memberikan warna bagi bangsa ini,” kata pria Toraja dan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) GMKI yang dulu vokal berdemo saat reformasi bergulir pada 1998 lalu itu.
Meskipun belum beruntung duduk sebagai anggota DPR-RI di Pemilu 2004 dan 2014 lalu, semangat David untuk berbuat sesuatu yang baik bagi negeri tercinta ini tak pernah luluh lantak. Bagi ayah dua anak dan suami tercinta Anita Palobo ini, bukan berarti segalanya berakhir jika keinginannya duduk sebagai anggota dewan belum tercapai. Di luar pemerintahan atau parlemen, katanya, kita masih bisa menjadi penyeimbang dengan melakukan kontrol sosial dan memberi pemikiran dengan aktif di organisasi sosial kemasyarakatan dan parpol.
PMTI yang merupakan organisasi yang dibentuk sebagai wadah aspirasi bagi masyarakat Toraja secara nasional, katanya, akan terus memberikan kontribusi, baik pemikiran, gagasan ataupun aksi terhadap pengembangan daerah dan sumber daya manusia (SDM) yang ada di Toraja dan perantau. Menurutnya, PMTI pun ingin berkontribusi untuk kemajuan bangsa ini. “Masyarakat Toraja adalah bagian dari Indonesia. Komitmen Presiden RI Joko Widodo sudah memberikan ruang besar bahwa pemerintahan tak bisa hanya dikelola presiden dan kabinet, tapi membutuhkan partisipasi masyarakat. Nah, wujud partisipasi masyarakat Toraja lewat PMTI ini. Kami di PMTI ingin berkontribusi bagi bangsa dan negara ini,” tukas Wakil Ketua DPW Partai NasDem Sulawesi Selatan, yang merupakan Koordinator Daerah Partai NasDem untuk Kabupaten Toraja Utara dan Tana Toraja ini.
Di samping ditunjang oleh sistem pemerintahan yang baik, kata David, Indonesia perlu sosok pemimpin yang memiliki integritas teruji dan bisa mengambil keputusan dengan benar. Sehingga, kata mantan pengurus Yayasan Bina Dharma Salatiga ini, pemimpin itu bisa membawa negeri ini maju dan rakyat sejahtera. Di tengah carut marut negeri ini, tukasnya, tak ada kata terlambat untuk memperbaiki bangsa ini, termasuk dalam memilih kepala daerah melalui pilkada.
“Jangan terlalu masa bodoh dalam memilih pemimpin daerah. Karena mereka yang nanti akan menyusun tatanan di tengah masyarakat. Jika Anda salah memilih akan berdampak di masa depan bagi bangsa ini, dan anak cucu kita,” tegas tokoh muda yang aktif, dinamis dan peduli terhadap persoalan gereja dan masyarakat itu.
David yang mantan Sekretaris GMKI Makassar pun pernah menyampaikan kegelisahannya atas keadaan negeri ini. Masalah lainnya sekarang, imbuhnya, bagaimana menyikapi kemajemukan di bangsa ini. “Sehingga perlu konsolidasi di tengah pimpinan ormas Kristen. Jadi tak jalan sendiri-sendiri,” papar Majelis di Gereja Toraja Jatiwaringin, Jakarta Timur ini.
David menambahkan, kader-kader muda terbaik Kristen perlu dipersiapkan untuk melayani di bidang politik di Indonesia. “Karena melalui DPR-lah kita bisa melayani bangsa ini dan berupaya membuat perubahan. Melalui DPR pula kita mampu menyuarakan persoalan bangsa ini. Apakah PARKINDO akan berubah menjadi partai politik, itu masih perlu digumuli bersama,” ujar David yang menyelesaikan studi S2 Jurusan Kajian Pengembangan Wilayah dan Perkotaan dari UI, Jakarta, dan mantan Ketua Komisariat GMKI di Fakultas Tehnik Universitas Hasanuddin, Makassar. David dulu pernah mewakili mahasiswa Kristen Indonesia menghadiri pertemuan pemuda tingkat internasional di WSCF (World Student Christian Federation), baik di Swiss, Tailand dan Singapura.