
Narwastu.id – PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) bersama perwakilan pimpinan gereja, serta lembaga pegiat lingkungan hidup di Sumatera Utara (Sumut), menyampaikan ungkapan belarasa yang tulus serta mendalam kepada mereka yang terdampak banjir bandang di kota wisata Parapat, Sumatera Utara, pada medio Maret 2025 lalu. Ungkapan belarasa disampaikan dalam konferensi pers di Gereja HKBP Parapat, Jalan Bukit Barisan No. 17, Tiga Raja, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada Senin (17 Maret 2025). Sebagaimana diketahui, peristiwa banjir bandang kembali terjadi di Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon-Parapat, pada Minggu (16 Maret 2025).
Berdasarkan laporan hasil kajian dan investigasi dari beberapa civil society dan aktivis pembela lingkungan hidup, terjadi penurunan luasan kawasan hutan lindung disebabkan oleh adanya pembukaan kawasan hutan lindung di Kecamatan Sipangan Bolon oleh banyak pihak. Tutupan hutan diperkirakan berkurang lebih dari seribuan hektar sampai tahun 2025. “Kepada saudara-saudara kami yang terdampak banjir di Parapat dan sekitarnya, hati kami bersama kalian. Kami turut merasakan luka dan duka yang kalian alami. Dalam kasih Kristus, kami memohon agar kekuatan, ketabahan, dan harapan senantiasa menyertai kalian,” ujar Sekretaris Eksekutif Keadilan dan Perdamaian PGI, Pdt. Etika Saragih.
Menurutnya, bencana tersebut adalah sekaligus panggilan bagi gereja-gereja untuk bersolidaritas dalam penanggulangan bencana, sebagai salah satu wujud oikoumene dalam tindakan. Salah satunya apa yang dilakukan oleh Biro Penanggulangan Risiko Bencana (PRB) PGI, yang telah menyerahkan dukungan sebesar Rp 20 juta untuk penanggulangan bencana, dan kini dikelola oleh Departemen Diakonia HKBP. PGI, lanjut Pdt. Etika Saragih, mengajak seluruh gereja untuk bersatu dalam semangat kasih dan solidaritas, tidak hanya dalam merespons bencana, tetapi juga dalam upaya memperjuangkan keadilan ekologis, merawat lingkungan, alam ciptaan Tuhan serta bersama memperjuangkan perlawanan terhadap segala eksploitasi lingkungan yang dilandasi keserakahan mengeruk kekayaan alam.
“Bencana ini adalah panggilan bagi kita semua untuk menjadi terang di tengah kegelapan. Gereja tidak hanya dipanggil untuk mendoakan, tetapi juga untuk bergerak dan bertindak demi kebaikan dan keutuhan ciptaan,” tukasnya. Sementara itu, Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan menegaskan, musibah banjir bandang yang melanda Kota Parapat bukan ujian dari Tuhan dan bukan pula suratan tangan (nasib). Banjir bandang yang melanda Parapat akibat ulah tangan manusia yang merusak lingkungan hidup. Karena itu, gereja-gereja di Sumut, khususnya di Simalungun, bersama organisasi peduli lingkungan harus berjuang keras menyelamatkan hutan di Simalungun.
“Musibah banjir bandang di Parapat ini, bukan ujian dari Tuhan dan bukan pula suratan tangan tetapi buatan tangan manusia. Kita semua terpanggil merawat alam ciptaan Tuhan,” tegasnya. KH