Narwastu.id-Saat tragedi almarhum Josua Hutabarat menjadi perbincangan hangat di negeri ini, pria Batak berpenampilan tenang ini sering tampil di TV. Karena, kala itu ia mendampingi pengacara handal Kamaruddin Simanjuntak, S.H. dan Martin Lukas Simanjuntak, S.H. membongkar kasus yang dialami Josua Hutabarat, yang dihabisi atasannya berpangkat jenderal bintang dua dengan sadis serta punya jabatan strategis di Polri. Saat itu Kamaruddin, Martin Lukas dan dirinya begitu gigih memperjuangkan kasus Josua agar diperhatikan masyarakat, dan supaya hukum dan kebenaran ditegakkan. Kini Dr. Nelson Simanjuntak, S.H., M.Si dikenal seorang pengacara, cendekiawan serta anggota jemaat HKBP. Sebelumnya ia sudah puluhan tahun berada di pemerintahan, dan membawanya membangun kerjasama di berbagai lembaga, termasuk di luar negeri.
Advokat senior yang juga Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Dr. Jose T.P. Silitonga, S.H., M.A., M.Pdk yang cukup dekat dengan Nelson memuji kiprah sahabatnya itu, yang selama ini dinilainya peduli pada persoalan masyarakat. “Selama ini saya amati Dr. Nelson Simanjuntak ini peduli pada persoalan masyarakat, gereja HKBP dan Karismatik. Dia intelektual dan kita butuh orang seperti dia,” ujar Dr. Jose Silitonga, mantan Ketua DPD PIKI (Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia) DKI Jakarta dan termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani Inspiratif 2007 Pilihan NARWASTU” itu.
Nelson Simanjuntak terakhir menjabat sebagai Kepala Pusat Fasilitasi Kerja Sama di Kementerian Dalam Negeri di Jalan Medan Merdeka Utara No. 7, Jakarta Pusat. Dia melihat perlu membangun kerjasama antarlembaga. Pria kelahiran Pematang Siantar, Sumut, 14 September 1961 yang dulu Kasubdit Perlindungan Masyarakat Direktorat Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan itu menyadari mengelola negara tak berbeda jauh dengan mengelola lembaga keagamaan. Dan pemikirannya soal itu beberapa tahun lalu ia sampaikan untuk Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) agar terus menggalang kerjasama, bahkan mensinergikan seluruh potensi umatnya.
Menurutnya, kita tahu HKBP adalah gereja terbesar di Indonesia, memiliki lebih dari enam juta anggota. “HKBP bertumbuh di Tanah Batak kemudian berdiaspora ke berbagai tempat, baik di berbagai pelosok Indonesia maupun di luar negeri, seperti di Singapura, Kuala Lumpur, Los Angeles, New York, Seattle dan di negara bagian Colorado,” jelas anggota jemaat HKBP Cempaka Putih, Jakarta Pusat ini. Karenanya ia menyambut baik pasca dilantiknya pucuk pimpinan HKBP yang baru pada Minggu, 13 Desember 2020 lalu di Gereja HKBP Pearaja Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara (Sumut). Dan Ephorus HKBP Pdt. Dr. Robinson Butarbutar, diharapkannya membawa HKBP lebih baik lagi. Sebagai anggota jemaat yang cinta HKBP, Nelson berharap HKBP semakin dirasakan kehadirannya di tengah masyarakat. Nelson merupakan penyandang empat tanda jasa dari negara di antaranya Satya Lencana Karya X Tahun, Satya Lencana Karya XX Tahun, Satya Lencana Karya XXX Tahun, dan Satya Lencana Karya Kebaktian Sosial.
Sebenarnya jauh sebelum itu, Nelson sudah memberi pemikirannya untuk kemajuan HKBP. Ketika Pdt. Dr. Darwin Lumbantobing belum menjadi Ephorus HKBP sebelumnya sudah diluncurkan sebuah buku berjudul “HKBP Do HKBP, HKBP Is HKBP” di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Kala itu, Nelson sebagai panelis yang membedah buku bersama Prof. Dr. Ratlan Pardede, dan Dr. Jupiter Sitorus Pane. Saat itu ia mengatakan, sebagai jemaat yang lahir dan besar di HKBP, ia memiliki tanggung jawab moril terhadap perkembangan HKBP. “HKBP itu sudah matang, tetapi kita lihatlah apa yang bisa kita bantu untuk HKBP, apa yang kita perbuat untuk Tuhan. HKBP harus mau dikritisi dengan solusi, dalam menghadapi peradaban modern sekarang dan ke depan,” ujar Sarjana Hukum dari Universitas Jayabaya, Jakarta, Master Administrasi Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, dan Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Diponegoro, Semarang, ini.
Penyandang puluhan jabatan selama berkarier di Kementerian Dalam Negeri ini, kala itu menyebut, pimpinan HKBP biarlah dipegang pendeta, lalu bidang sekretariat, bendahara keuangan, hukum dan personalia, harus dipegang orang profesional. Jangan lagi dipegang pendeta. Hal ini dimaksudkan untuk mereview struktur HKBP dengan balutan profesionalisme. “Misalnya, bagian keuangan tugasnya melakukan budgeting, akunting, dan financial reporting. Biro Hukum melakukan sertifikasi gereja, mendata harta benda milik gereja, hibah, ini sangat penting, karena selama ini kepemilikan dan aset gereja sering kabur, akibat sertifikasi aset HKBP tidak terlaksana dengan baik,” usul penyandang pangkat Pembina Utama Madya (IV/d) ini.
Dan yang penting juga dilakukan, ujarnya, pembinaan SDM/Personalia secara berjenjang dan terprogram melalui diklat terpadu. Penempatan pendeta selama ini sering kali menjadi sumber konflik internal di HKBP, dan ini diperparah sikap jemaat yang ikut-ikutan menolak karena terimbas agitasi pihak tertentu. Karena itu, menurutnya, pimpinan HKBP harus melakukan pembinaan berjenjang bagi pendeta yang akan ditempatkan melayani. “Misalnya, pendeta yang ditempatkan di kota besar seperti Jakarta, harusnya disiapkan sejak dini. Mulai dari pelayanan dari desa terpencil, setelah mulai matang kemudian ke tingkat kecamatan, lantas ke kabupaten, barulah ke provinsi lalu ke ibukota,” terangnya.
Katanya lagi, HKBP harus sesering mungkin mengadakan diklat bagi para pendeta dengan bekerjasama dengan berbagai instansi dari luar yang dapat memberikan akselerasi pelayanan bagi pendeta di gereja. “Mengapa pendeta gereja Karismatik begitu digandrungi jika berkhotbah, ini perlu dicermati HKBP,” tukas pelatih di diklat fungsional dan teknis di Kementerian Dalam Negeri, dan narasumber seminar, lokakarya dan simposium nasional yang juga dosen terbang bidang birokrasi dan organisasi di berbagai negara ini. Nelson memang seorang intelektual, dan pemikirannya bernas. “Jadi orang seperti Nelson Simanjuntak ini langka, dan kita perlukan pemikirannya di gereja atau organisasi gereja. Hebatnya lagi dia kini jadi advokat,” ujar Dr. Jose Silitonga, yang juga pengacara yang sering mengadvokasi gereja yang terlibat konflik atau diganggu massa intoleran. Jose juga Doktor Ilmu Pemerintahan dari IPDN Bandung, dan peraih award “Pahlawan Bumi 2007 dari Walhi.