Narwastu.id – Wabah virus corona Covid-19 telah memporakporandakan seluruh aspek kehidupan, tidak hanya kesehatan, tetapi juga ekonomi. Akibatnya banyak perusahaan yang memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau merumahkan karyawannya. Fakta menunjukkan sudah ada sejumlah perusahaan melakukan PHK, salah satunya adalan gerai retail Ramayana. Ekonom dari Institute for Development, Economic and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho memprediksi jika tak segera ditangani, gelombang PHK bakal mencapai puncaknya pada Juni 2020 mendatang.
Kondisi ini sangatlah memprihatinkan. Tidak menutup kemungkinan bakal ada dampak ikutan dari aksi PHK tersebut, misalnya, tindak kriminal bakal meningkat lantaran desakan ekonomi. Ancaman PHK tak hanya membayangi para pekerja di Indonesia. Sejatinya kondisi serupa terjadi di negara lain. Hal ini dipicu melesunya kegiatan ekonomi akibat pandemi virus corona (Covid-19) yang terjadi sejak akhir 2019 lalu.
Badai resesi terbayang di depan mata, meski pandemi Covid-19 tak diketahui kapan akan berlalu. Organisasi buruh internasional (ILO) melaporkan, 81 persen dari tenaga kerja global yang berjumlah 3,3 miliar, atau 2,67 miliar saat ini terkena dampak penutupan tempat kerja. ILO memperkirakan krisis virus corona pada kuartal II 2020 dapat mengurangi 6,7 persen jam kerja di tingkat global, atau setara dengan 195 juta pekerja penuh waktu. Bahkan menurut ILO, wabah virus corona merupakan krisis global terburuk sejak Perang Dunia II. Berdasarkan studi terbaru ILO, sebanyak 1,25 miliar pekerja paling terdampak atau berisiko terkena PHK, dan pengurangan upah serta jam kerja.
Di tengah kondisi ini tentu diharapkan pemerintah punya solusi manjur. Salah satunya lewat Program Kartu Prakerja (PKP) yang diluncurkan pada Kamis, 9 April 2020 lalu. Kartu Prakerja adalah salah satu bentuk perlindungan sosial masyarakat yang terdampak Covid-19. Dengan kartu ini, pencari kerja, pekerja yang di-PHK, atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi diberikan pelatihan disertai dengan insentif uang saku.
Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas yang digelar pada Selasa, 8 April 2020 lalu, mengatakan sekitar 5,6 juta orang akan menjadi penerima program dengan anggaran Rp 20 triliun itu. “Kartu Prakerja akan segera dimulai tanggal 9 April 2020, anggarannya dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun, dan penerima manfaatnya 5,6 juta orang, terutama yang terkena PHK, pekerja informal, pelaku usaha mikro, dan kecil yang terdampak Covid-19,” jelas Jokowi.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan, awalnya Kartu Prakerja dialokasikan bagi para pengangguran yang belum mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi, skema program tersebut diubah oleh pemerintah menjadi bagian dari jaring pengaman sosial bagi mereka yang di-PHK atau dirumahkan akibat wabah Covid-19. “Penerima manfaatnya adalah pencari kerja, yaitu pekerja informal dan formal pelaku usaha yang terdampak Covid-19. Minimal usianya 18 tahun,” ujar Askolani dalam konferensi pers yang digelar secara daring, pada Rabu, 8 April 2020 lalu. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan, program Kartu Prakerja merupakan bantuan biaya pelatihan bagi buruh dan karyawan korban PHK maupun lulusan SMK/SMA yang mencari pekerjaan. “Prioritas diberikan kepada pencari kerja muda,” ujarnya. Dia mengatakan, saat ini ada sekitar 7 juta penduduk Indonesia yang belum mendapat kerja. Dari jumlah tersebut, 3,7 juta usianya berkisar antara 18-24 tahun, 64% tinggal di perkotaan dan 80% berpendidikan SMA ke atas. “Pemerintah menyadari 90% dari mereka tidak pernah mengikuti pelatihan yang bersertifikasi,” kata Airlangga.
Oleh karenanya, imbuhnya, Kartu Prakerja diprioritaskan untuk pencari kerja muda dan dengan bantuan pemerintah diharapkan tenaga kerja ini lebih kompeten, berdaya saing dan produktif. Apa saja insentifnya? Selama pandemi corona, pemerintah meningkatkan insentif peserta program Kartu Prakerja menjadi sekitar Rp 3,5 juta per orang, dari sebelumnya yang hanya Rp 650 ribu per orang. Insentif sebesar Rp 3,5 juta itu terdiri dari bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta, insentif penuntasan pelatihan sebesar Rp 600 ribu dan insentif survei kebekerjaan sebesar Rp 150 ribu.
Dalam skema sebelumnya, pemerintah hanya mengalokasikan insentif sebesar Rp 650 ribu per bulan terdiri dari Rp 500 ribu untuk uang pelatihan dan Rp 150 ribu untuk insentif survei kebekerjaan.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan, peserta Kartu Prakerja nantinya akan diseleksi oleh project management office (PMO). PMO ialah organisasi yang mengelola program tersebut secara penuh, termasuk menentukan balai latihan kerja (BLK). Tahap awal program Kartu Prakerja dilakukan di Bali, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara dan Surabaya (Jawa Timur).
Kebijakan PKP ternyata menimbulkan pro dan kontra. Pakar tenaga kerja dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Sukamdi, meragukan program ini. Menurutnya, setiap kali ada program seperti ini selalu muncul moral hazard. Maksudnya, bahwa ketika ada bantuan yang sifatnya cuma-cuma, diberi charity, maka akan ada kecenderungan orang yang memanfaatkan itu, yang sebetulnya bukan bagian dari target program tapi menginginkan itu karena merasa itu bantuan. Sebab itu, agar pelaksanaan program-progam bantuan jaring pengaman sosial ini tepat sasaran dengan memastikan data penerimanya sesuai nama dan alamat. Juga melibatkan RT/RW dan pemerintah desa dan pemerintah daerah sehingga betul-betul bisa terpakai. Penyalurannya sesegara mungkin, tepat dan cepat. Terlepas dari pro dan kontra, sebagai umat Kristen maka kekuatan kita hanya doa, dan berharap semoga wabah Covid-19 bisa selesai, dan semua dapat menjalani kehidupan seperti sedia kala. CV