Pro dan Kontra Menempatkan Orang Tua Lansia di Panti Jompo

10
Narwastu.id-Cerita soal Ibu Yati menjadi trending topik di dunia maya atau media sosial (Medsos). Pasalnya, wanita lanjut usia yang tinggal di daerah Jawa Tengah itu dititipkan oleh ketiga anaknya di sebuah panti jompo di salah satu daerah di Jawa Timur. Ketidaksanggupan untuk mengurus sang ibu atau mama akibat kesibukan yang padat rupanya menjadi alasan utama ketiga anaknya. Bahkan, mereka membuat surat pernyataan bahwa jika suatu hari nanti sang mama meninggal, maka diserahkan sepenuhnya kepada pihak panti. Kisah tersebut langsung menuai pro dan kontra dari warganet. Lantas, apakah langkah yang diambil oleh ketiga anak dari Ibu Yati itu tepat dan dapat dibenarkan atau justru menyalahi kodratnya sebagai anak yang tidak berbakti kepada orangtua?
Cepat atau lambat manusia akan menua pada waktunya. Proses tersebut tentulah akan dialami oleh semua orang dan tak ada satu pun yang mampu menghindarinya. Seiring berjalannya waktu tidak hanya organ tubuh yang mengalami penurunan, tapi juga fisik seperti kemampuan motorik, kognitif dan sensorik. Fase tersebut sesuai dengan apa yang tertulis dalam Yohanes 21:8, ”Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau hendaki.”
Dalam lingkup keluarga jika dahulu anak dirawat sebaik mungkin oleh orangtua, sebaliknya saat usia lanjut tibalah giliran sang anak yang merawat ayah dan ibunya, hal ini natural terjadi. Bagi tiap orang tidak semua mau atau mudah untuk menjaga dan merawat orangtuanya. Apalagi jika si anak sibuk bekerja dan telah menikah. Tentu saja untuk mengurus orangtua menjadi bagian yang harus didiskusikan secara terbuka oleh pasangannya. Hal itu harus dilakukan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Sebab seringkali terjadi, ketika ada pihak ketiga tinggal seatap, entah itu orangtua atau pun adik dan kakak ipar, kemungkinan besar bisa mengarah pada konflik.
Karena itu, tidak hanya dibutuhkan kerelaan hati dan ketulusan tapi juga kedewasaan iman untuk dapat melakukan dengan baik, sehingga tidak ada satu pun yang merasa tersakiti. Pada zaman modern seperti sekarang rupanya ada fenomena tengah terjadi di masyarakat, soal orangtua dititipkan ke panti jompo, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Seperti apa yang terjadi pada kasus Ibu Yati yang dititip oleh ketiga anaknya ke panti jompo akibat kesibukan mereka dalam pekerjaannya atau berkarier. Ada pihak yang memaklumi dan menerima soal keputusan dari anak Ibu Yati. Tapi tidak sedikit yang menuding, bahkan memaki bahwa tindakannya itu dicap sebagai anak yang tidak tahu membalas budi dan kebaikan orangtua yang telah merawat dan membesarkannya.
Bagi masyarakat Indonesia, saat ini cenderung mengedepankan nilai-nilai agama dan adat ketimuran. Maka masyarakat menilai mempercayakan orangtua ke panti jompo adalah hal yang salah. Menurut salah satu pekerja sosial di salah satu panti werdha di Yogyakarta, yang enggan disebutkan namanya, masih banyak masyarakat yang belum mengenal lebih jauh soal apa itu panti jompo, panti werdha dan tempat penitipan orangtua. “Lebih dalam lagi, banyak masyarakat yang tidak tahu dan tidak paham kebutuhan orang yang sudah lanjut usia. Bagaimana pemantauan kesehatan, penciptaan lingkungan yang kondusif, pemenuhan kebutuhan sosial dan sebagainya,” ungkapnya.
 Terlebih lagi, masih menurutnya, masyarakat masih sangat minim akan pengetahuan soal apa saja hal-hal yang diterima dan dilakukan para lansia di tempat perawatan membuat stigma panti jompo kurang enak didengar. Padahal, banyak lansia (Lanjut usia) yang malah menikmati dan berbahagia tinggal di panti jompo. Terlebih lagi mereka bisa saling menghibur, menguatkan, menolong dan melakukan sejumlah kegiatan bersama-sama. Dari kondisi tersebut, maka banyak pula masyarakat yang merasa dicerahkan pandangannya soal panti jompo, sehingga ada pula yang memiliki gagasan untuk membuat fasilitas yang sama bagi komunitasnya.
Salah satu penulis sastra terkenal, N.H. Dini memilih untuk tinggal di Wisma Lansia Harapan Asri Banyumanik, Semarang. Menurut pengakuan kerabatnya, tantenya itu justru memilih tinggal di situ sebab tidak mau merepotkan keluarga dan ingin hidup mandiri. Bahkan, penulis yang terkenal dengan karya sastranya itu rela menjual beberapa asetnya untuk bisa tinggal di sana. Walaupun di sisi lain ada pula orangtua yang “dibuang” atau “ditelantarkan” anak-anaknya, karena beragam alasan. Mulai dari kesibukan, kesulitan financial, masalah psikologis yang dimiliki orangtua, persoalan internal keluarga dan sebagainya. Terlepas dari semuanya, sisi positif justru lebih banyak didapat seperti ada kegiatan rutin yang dilakukan bersama-sama, misalnya, olahraga, bimbingan rohani, bimbingan psikologi dan lain-lain.
Ditambah lagi pelayanan kesehatan, seperti pelayanan medis tingkat lanjut, perawatan ortopedi (masalah otot, sendi, tulang), gangguan pernafasan, perawatan luka, terapi antibiotik dan intravena. Maka kalau ada anak mempercayakan orangtua ke panti jompo tidak melulu salah. Bisa jadi karena beragam alasan yang mendorongnya untuk melakukan hal itu. Dan jikalau memang dilakukan hendaknya didasarkan pada motivasi yang benar dan tidak melanggar firman Tuhan. Jadi semua kembali lagi kepada pilihannya dan tergantung pada perspektif masing-masing orang. BTY/Dbs

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here