Narwastu.id – Tokoh muda nasionalis, religius dan humanis asal Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, Marten Tipagau, S.Sos, adalah figur inspiratif yang kiprahnya patut diacungi jempol. Meskipun pria berusia 39 tahun sibuk sebagai wakil rakyat, namun ia masih memberikan perhatiannya pada peningkatan pendidikan, kesehatan dan keimanan di daerahnya. Saat ini ia dipercaya sebagai Ketua DPD Partai NasDem Kabupaten Intan Jaya, Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Intan Jaya dan Ketua Bapilu DPW Partai NasDem Provinsi Papua Tengah. Tapi di tengah kesibukannya melayani rakyat lewat panggung politik, ia masih memberi hati untuk membantu banyak anak-anak Papua supaya mendapat pendidikan yang baik. Di sisi lain, ia tekun menyebarkan ribuan Alkitab di daerahnya agar mereka semakin mengenal Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Kiprahnya sungguh mulia dan dan menginspirasi.
Pada Sabtu pagi, 20 April 2024 lalu, Marten Tipagau bertandang ke kantor Redaksi Majalah NARWASTU, dan diterima Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos dan tim. Mereka menyeduh kopi, menikmati roti kelapa lalu podcast untuk YouTube Majalah NARWASTU. Marten Tipagau banyak bercerita tentang pengalaman rohaninya, juga tentang pelayanannya di Papua Tengah, serta saat melayani di masa kuliah.
Seperti dikutip Majalah Gaharu, ketika berkunjung ke Gereja Pater Noster, Yerusalem, Israel, pada 2014 silam, Marten Tipagau terpesona melihat deretan “Doa Bapa Kami” yang dipajang di dinding gereja yang berasal dari berbagai bahasa di dunia, ia pun terinspirasi dan berharap agar ada bahasa dari daerah Papua. Dan ia berharap paling tidak dari 255 suku dan bahasa di Papua harus ada yang mewakili di sana.
Kemudian dengan perjuangannya pihak pengelola Gereja Pater Noster menerima untuk ditambah satu lagi bahasa dari Papua, yakni bahasa Suku Moni. Bahkan, Marten tidak ragu untuk membayar dari koceknya sendiri demi pajangan “Doa Bapa Kami” berbahasa daerahnya ikut dicantumkan di sana. Sesungguhnya bicara tentang figur Marten Tipagau tidak bisa lepas dari relasi imannya sebagai Kristen. Ia selalu sepenuh hati berbuat untuk kemajuan Papua. Pada tahun 2015, saat misionaris Amerika Serikat bernama Nona Louise Besly asal dari Misonari CMA (Christian Missionaries Alliance) meninggalkan Intan Jaya, Marten dititipkan file Alkitab bahasa daerah untuk tetap menjaga dan melanjutkan pengurusan Alkitab bahasa daerah yang sudah diterjemahkan para misionaris dengan susah payah.
“Jadi memang saya berjanji dalam hati, dapat melihat pajangan “Doa Bapa Kami” berbahasa Moni di Gereja Pater Noster, Yerusalem di Israel. Apalagi para misionaris mewariskan file Alkitab bahasa Moni, Nduga dan Lani kepada saya membuat saya termotivasi untuk mencetak dan mendistribusikan Alkitab berbahasa daerah tersebut di beberapa kabupaten yang ada di Papua antara lain Nduga, Timika dan Intan Jaya. Bagaimanapun, saya akan berjuang dengan dana sendiri atau bantuan dari pihak lain, Alkitab berbahasa Moni, Nduga dan Lani harus dimiliki warga ketiga suku tersebut,” pungkasnya.
Selanjutnya tekad Marten Tipagau memang langsung direalisasikan. Ia menyambangi Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) untuk jalin kerja sama dan meminta mencetak 15.400 Alkitab untuk tiga bahasa daerah di Papua yaitu Suku Moni, Suku Nduga dan Suku Lani. “Alkitab 15.400 eksemplar itu harus diangkut dari Jakarta ke Nabire baru menyebar ke kabupaten-kabupaten. Tantangannya yang terbesar, bukan menyangkut biaya cetak tetapi juga biaya mendistribusikan karena harus carter pesawat dan helikopter. Bahkan, biaya angkut satu kali helikopter Rp 100 juta dan dengan pesawat Twinn Otter Rp 30 sampai 40 juta. Belum biaya menyalurkan ke setiap denominasi atau klasis-klasis yang ada di Papua Tengah. Jadi untuk menunjang saya buatkan gudang khusus untuk Alkitab di Nabire,” ujar lelaki cerdas dan visioner lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi, Sulawesi Utara ini.
Walaupun dihadapkan ke tantangan seperti itu, anggota DPRD tiga periode di Kabupaten Intan Jaya ini tidak menyerah. Dia memiliki iman kuat bahwa semua Alkitab yang dicetak akan tersalurkan dengan baik kepada warga. Tuhan pun mengulurkan tangan dengan bantuan berbagai pihak untuk biaya transportasi pengiriman, baik dari Pemda dan donatur lainnya. Ini cukup membantu tidak selalu merogoh kantong sendiri. “Puji Tuhan, sampai sekarang sudah sebagian besar disalurkan ke jemaat. Saya senang sekali, karena mereka menyambut dengan sukacita. Alkitab tidak sekedar kabar baik jadi pegangan, tetapi bagi warga Papua sudah jadi pedoman dan kebenaran yang wajib ada, serta dibaca bersama di tengah keluarga,” katanya semangat.
Giat Melayani Sejak Sekolah Minggu
Kepedulian akan jemaat di Papua untuk menyediakan Alkitab berbahasa Ibunya (bahasa Moni, Dani dll) tidak ujuk-ujuk muncul begitu saja bagi Marten. Pria yang berbadan bongsor dan berbicara halus bagai orang Jawa, sejak kecil sudah aktif dan akrab menjadi leader di gereja maupun komunitas perkumpulan. Sejak SD ia sudah terpilih menjadi ketua Sekolah Minggu di Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Jemaat Bahtera di Kampung Ngagemba. Masuk SMP lagi dia dipercaya Ketua Remaja Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Jemaat Imanuel Pogapa, Distrik Homeyo. Juga sewaktu SMA sudah dipercaya Ketua Pemuda Gereja Kemah Injil (KINGMI) Papua Jemaat Bahtera Wadion Nabire. Ketika kuliah di Manado, Sulawesi Utara, Marten dipilih menjadi Ketua PERMAKIIP (Persekutuan Pelajar Mahasiswa Kemah Injil Indonesia Papua) di Sulawesi Utara yang berasal dari 29 kabupaten/kota dari Papua. Selain itu, menjadi Ketua Pemuda Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Jemaat Moria, Manado.
Sekadar tahu, Marten pada umur 25 tahun pertama kali terpilih menjadi anggota DPRD Intan Jaya. Berbagai jabatan pun diemban hingga pernah juga menjabat Ketua Komisi A yang membidangi pemerintahan. Kemudian pernah jadi Wakil Ketua I DPRD hingga menjadi Ketua DPRD Kabupaten Intan Jaya. Dalam aktivitas organisasi ia pernah menjadi Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Intan Jaya selama 8 tahun. Selanjutnya dipercaya sebagai Ketua DPD Partai NasDem selama 5 tahun serta Ketua Bappilu DPW Partai NasDem Provinsi Papua Tengah. Di organisasi gereja ia dipercaya sebagai Ketua Kaum Profesional Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua dan Koordinator Intan Jaya. Dia pun diangkat menjadi Penasihat Organisasi Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua di era kepemimpinan DR. Benny Giay.
Marten pernah juga didapuk menjadi Ketua Panitia peresmian gedung gereja Kemah Injil (KINGMI) Tanah Papua, dan Koordinator Teluk Cenderawasih Klasis Wanggar, Jemaat Bahtera Wadio. Gereja ini merupakan gereja terbesar suku Moni yang ada di ibukota Nabire, Provinsi Papua Tengah. Semangat dalam pelayanan membuat terus beriman teguh kepada Tuhan. Usai menyelesaikan kuliah di Manado 2009, Marten memilih pulang dan mencoba terus mengabdi dan berbuat yang terbaik bagi kampung halaman. “Di dalam gereja saya memang bukan jadi pendeta tapi menjadi pelita, yang konsern dengan pengembangan iman umat dan kekristenan,” ucapnya senyum tanda menikmati semua aktivitas yang dilakoni untuk kemuliaan Tuhan.
Dan komitmen pelayanan, tidak terbatas membagikan Alkitab berbahasa daerah untuk warga di desa terpencil. Perhatian tetap juga bagi warga tinggal di kota atau paling tidak yang sudah memiliki dawai (gadget). “Saya juga meminta LAI membuat versi digital Alkitab untuk enam bahasa, yaitu bahasa suku Moni, bahasa suku Nduga, bahasa suku Damal, bahasa suku Hatam, bahasa suku Lani dan bahasa suku Mee. Sekarang warga enam suku di Papua itu sudah bisa men-download Alkitab digital ini,” terangnya sembari menunjukkan contoh Alkitab digital di Play Store.
Perhatian Marten terhadap pengadaan Alkitab untuk tiga bahasa, yakni bahasa Moni, Nduga dan Lani ternyata punya kisah sendiri. Diakui Marten pertama sekali terjemahan ini dilakukan misionaris yang datang dari Amerika. “Ketika misionaris ini telah menyelesaikan misinya, Nyonya Louis sebagai misionaris terakhir mempercayakan ke saya file Alkitab terjemahan ini. Saya juga tidak tahu kenapa saya yang dipilih,” papar Marten. Ternyata tanggung jawab itu diembannya dengan baik. Pria yang sudah tiga kali berturut-turut terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Intan Jaya, sukses mencetak 15.400 Alkitab bahasa daerah dan membuat versi digitalnya. Selama misionaris bersama perintis penginjil lokal menerjemahkan dalam dua bahasa suku tersebut (Moni dan Nduga) Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama masih dipisahkan.
“Puji Tuhan, saya bekerja sama dengan LAI bisa merubah index dan lay out cover dan isi, sekaligus merubah judul Alkitab hingga menyatukan Perjanjian lama dan Perjanjian Baru dalam satu kitab baik suku Moni dan Nduga,” tegas suami Dorfince Abugau/Tipagau. “Selama ini orang Papua dari enam suku, bahwa Alkitab berbahasa daerah sudah diterbitkan LAI. Juga terbit versi Alkitab digitalnya. Tetapi apa mereka tahu siapa yang berjuang untuk terwujudnya itu, belum tentu tahu hehehe,” cetusnya.
Sedangkan Sekretaris Umum LAI Dr. Sigit Triyono, M.M., seperti dikutip Majalah Gaharu saat bicara tentang kerjasama LAI dan Marten membenarkan sudah terjalin kerjasama yang baik antara LAI dengan Marten. Ia mengatakan mandat LAI di bidang layanan Alkitab adalah berasal dari Gereja-gereja di Indonesia lebih kusus Papua. Dalam menjalankan mandatnya LAI selalu berusaha untuk melibatkan gereja, umat Tuhan, lembaga Kristen dan berbagai pihak dalam kemitraan sinergitas. “LAI selalu mengirimkan tanda terima kasih atas dukungan semua pihak kerja sama dengan LAI. Salah satunya berterima kasih kepada Bapak Marten Tipagau yang telah mendukung pengadaan Alkitab bahasa Moni, Lani dan Nduga, dan juga Marten Tipagau telah digitalkan enam suku bahasa papua, yakni berbahasa Moni, bahasa Hatam, bahasa Nduga, bahasa Lani, bahasa Mee dan bahasa Damal,” tukasnya.
Di samping itu, lanjutnya, mereka bersama merubah index dan lay out cover dan isi, sekaligus mengubah judul Alkitab hingga menyatukan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam satu kitab, baik suku Moni dan Nduga. Adanya upaya untuk memesan khusus Alkitab dan menyebarkannya sesuai kebutuhan di berbagai wilayah adalah bentuk konkret kemitraan LAI dengan umat Tuhan, dalam hal ini kemitraan dengan Marten Tipagau.
Giat Memajukan Pendidikan dan Kesehatan
Sekadar tahu, Marten Tipagau ternyata selama ini sangat peduli memajukan pendidikan dan kesehatan. Sebagai daerah “merah” (rawan konflik) di Kabupaten Intan Jaya banyak sekolah tutup. Dia menyadari bahwa anak-anak Moni juga perlu sekolah.
Marten rajin menitipkan (menyekolahkan) anak-anak ke luar daerah. Pertama, mengirim 10 orang ke SD Muko, Nabire. Kemudian 20 orang ke SPMA Jayapura, kerjasama dengan Pemerintah Paniai mengirimkan 7 orang ke Sekolah Presiden Tanjung, Jakarta. Kemudian 7 orang ke STT Walter Post, Jayapura. Kerjasama dengan Gubernur Papua Tengah juga menitipkan 25 orang sekolah di Genius Tangerang pimpinan Dr. Johannes Surya. Bahkan, ke Sekolah Anak Indonesia di Bogor sebanyak 5 orang pertama dari swadaya sendiri atau dari Marten.
“Puji Tuhan, kerjasama dengan Pemerintah Intan Jaya sudah ada 93 orang di Sekolah Anak Indonesia di Bogor, Jawa Barat. Di Nabire, kami tampung anak-anak dari kalangan tidak mampu, sambil sekolah mereka berkebun dan tinggal bersama,” terangnya. Terkait pelayanan kesehatan, Marten bekerjasama dengan dokter SHARE, dan mereka datang melayani masyarakat ke pedalaman aktif membagikan obat dan melakukan bedah minor di tenda-tenda, Honai di pedalaman Papua khususnya di Intan Jaya yang susah dijangkau. Hampir 5.000 yang dilayani mengalami kesembuhan. Tidak hanya peduli membangun dan meningkatkan iman warga, Marten peduli untuk meningkatkan SDM warga asalnya. Sebagai kabaputen yang termasuk di daerah rawan konflik, Intan Jaya berbatasan dengan Puncak, Paniai dan Waropen.
Dan Kabupaten Intan Jaya, imbuhnya, termasuk terisolir. Akses jalannya belum dibuka karena sulitnya medan. Rata-rata berada di ketinggian 4.000 dpl. Kebanyakan hanya bisa diakses dengan pesawat. Untuk pergi ke kabupaten dan distrik terdekat lain, kalau jalan kaki bisa berhari-hari mesti pesawat,” ujarnya. Bahkan, pemekaran Papua menjadi 6 provinsi, ujar Marten, belum berdampak ke daerah. Salah satunya karena pemerintah pusat belum menyerahkan sepenuhnya sesuai tertuang dalam Undang-Undang Otsus Papua, karena banyak Perdasus tidak berpihak dan mengamankan kebutuhan orang masyarakat Papua.
Kepemimpinan yang melibatkan OAP, ujarnya, sangat berperan penting untuk menunjang kemajuan pembangunan di Papua. Sekadar tahu, Marten yang punya panggilan kuat untuk membangun daerahnya, sejak usia muda sudah terjun ke panggung politik. Dia sudah pernah tiga periode terpilih sebagai anggota dewan, dan telah malang melintang menjabat di berbagai pimpinan di DPRD Kabupaten Intan Jaya. Sekarang ia dipercaya sebagai Ketua DPD Partai NasDem Kabupaten Intan Jaya. Pada Pemilu 2024 lalu, Marten tidak mencalonkan diri lagi di legislatif. “Ya saya di Pileg lalu sudah tidak mencalonkan diri. Tidak mencalonkan bukan berarti vakum dalam politik. Kalau Tuhan berkenan, saya berniat maju mencalonkan diri jadi Bupati Intan Jaya pada Pilkada November 2024. Mohon doanya,” ucap Marten yang tercatat sebagai Ketua DPRD termuda dan pertama definitif di Kabupaten Intan Jaya ini.
Obsesi putra daerah dari Kabupaten Intan Jaya ini untuk membangun daerahnya memang patut diapresiasi dan harus diberi kesempatan membangun Intan Jaya. Selama ini jejak rekamnya sudah terbukti, dan ia peduli membangun iman jemaat, membangun SDM (Sumber daya manusia) dengan pendidikan, kesehatan dan hidupnya sepenuhnya dicurahkan untuk membangun tanah kelahirannya. “Potensi Intan Jaya itu sangat besar. Baik tambang emas dan berbagai tambang lainnya. Yang pasti untuk membangun Intan Jaya dan Papua umumnya, harus mengembangkan kemampuan SDM dulu. Maksudnya untuk membangun aset yang sudah ada, yaitu manusia, budaya dan alam,” tegasnya. Adv/MrTg.