Adoe Yuliana Elisabeth, S.Sos Anggota DPRD yang Merakyat di NTT

63
Adoe Yuliana Elisabeth, S.Sos, kini anggota DPRD NTT dari Fraksi PDIP.

Narwastu.id – Keberadaan politisi perempuan di lembaga legislatif di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih amat terbatas dari aspek kuantitas. Tetapi, fakta itu bukanlah penghalang bagi politisi perempuan NTT untuk tampil di panggung publik dengan kualitas terbaik. Satu dari politisi perempuan NTT yang berkualitas adalah Adoe Yuliana Elisabeth, S.Sos, yang kini mengemban amanah sebagai anggota DPRD Provinsi NTT. Politisi perempuan berlatar belakang aktivis pergerakan mahasiswa ini, mulai bersinggungan dengan gerakan politik sejak ia menjadi anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kupang. Pasca purna dari GMNI Kupang, Lily, demikian nama panggilannya, memutuskan untuk terjun ke politik praktis. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjadi pilihannya untuk melanjutkan panggilan idealismenya.

Tokoh perempuan berdarah Rote kelahiran Ruteng, Kabupaten Manggarai, 3 Juli 1973 ini, cukup matang dan tangguh memaknai motivasi panggilannya di kancah politik. Isteri dari Agustinus Supardi, dan ibunda dari dua puteri (Stevani Aurelia Ekaputri Supardi dan Chatarine Charmelita Dwiyanti Supardi) ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk meraih obsesi idealisme politiknya menjadi anggota DPRD NTT. Dia meniti perjalanan politiknya dari level terbawah hingga akhirnya dimungkinkan Tuhan untuk tampil sebagai anggota di DPRD NTT. Lily terlahir sebagai anak sulung dari enam bersaudara, buah hati dari pasangan David Adoe (Ayah) dan Sarce Panie (Ibu). Lily memiliki dua saudara perempuan, dan tiga saudara laki-laki.

Majalah NARWASTU pernah menghubunginya dan bertanya kepada Lily, di tengah kompleksitas kehidupan berbangsa dan bernegara akibat masa panjang pandemi Covid-19 berikut berbagai dampak sosialnya, terobosan apa yang Anda lakukan sebagai wakil rakyat untuk tetap merawat interaksi sosial dan kohesi psikologis dengan konstituen pemilih? Lalu Lily menjawab, “Untuk merawat interaksi sosial di tengah situasi pandemi, saya tetap membangun komunikasi dengan konstituen melalui berbagai cara, antara lain melalui komunikasi melalui sambungan telepon, SMS, atau chating WA, semata-mata untuk menanyakan keadaan atau kondisi keseharian konstituen. Cara lainnya adalah dengan mengirimkan ucapan “Selamat Hari Minggu” dan atau hari raya keagamaan kepada konstituen. Walaupun hal ini terlihat sederhana, tetapi secara psikologis sangat mengena di hati dan perasaan konstituen. Komunikasi dengan konstituen pun diarahkan untuk saling memberikan motivasi atau penguatan.”

Menurut Lily, ada tiga hal paling krusial dalam pendidikan dan penyadaran hak dasar perempuan, yakni “tidak tahu”, “tidak mau tahu”, dan “tidak mau berpartisipasi.” Karenanya, imbuhnya, perlu ada pemberdayaan bagi perempuan berkaitan dengan hak-hak mereka dalam relasi sosial dengan kaum laki-laki yang seringkali menimbulkan masalah sosial. “Kesadaran perempuan untuk mendapatkan akses, partisipasi pengawasan, dan manfaat untuk kesejahteraan masih harus terus diperjuangkan,” pungkasnya. Pengalaman bergereja dari Adoe Yuliana Elisabeth atau Lily, boleh disebut cukup unik. Lahir dan tumbuh besar dalam keluarga dengan tradisi bergereja Kristen Protestan, Lily di kemudian hari memutuskan untuk “bersatu” dengan suami dan anak-anaknya dalam hal bergereja sebagai umat Kristen Katolik.

Di luar domain kehidupan bergereja dan aktivitasnya dalam organisasi kerohanian, Lily dikenal sebagai aktivis perempuan yang tangguh sejak masa kuliah. Lily adalah satu dari beberapa kader perempuan GMNI di masanya yang dikenal militan secara ideologis. Ia menyelesaikan pendidikan di SD Katolik Ruteng IV, melanjutkan ke SMP Negeri I Ruteng, dan SMA Negeri I Ruteng. Seusai menamatkan sekolah lanjutan atas, Lily melanjutkan ke Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang. Di sini Lily menjalani perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Administrasi Negara.

Bicara mengenai manfaatnya beraktivitas di GMNI di masa dulu, ia mengungkapkan, “Saya beruntung ikut organisasi GMNI ketika masih mahasiswa dan menjadi aktivis.”

“Di organisasi GMNI saya ditempa secara ideologis oleh para senior, untuk selalu memandang Indonesia dalam perspektif kemajemukan atau pluralitas. Bahwa bangsa Indonesia tumbuh sebagai bangsa yang kuat dan mampu bertahan sebagai suatu negara-bangsa justru karena kepelbagaiannya. Di panggung dunia, Indonesia menjadi role model negara kebangsaan yang ideal karena ada harmoni dalam kemajemukan yang berbasis pada Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa,” ungkap Lily.

Selepas ber-GMNI, kiprah Lily berlanjut di lingkungan PDIP NTT. Seorang seniornya semasa ber-GMNI, “membuka pintu” bagi Lily untuk berkecimpung di kepengurusan PDIP NTT. Maka jadilah Lily sebagai perempuan pertama yang menjadi pengurus PDIP NTT. Lily tercatat menjadi pengurus DPD NTT sejak tahun 2000 hingga sekarang. Dalam perkembangannya, kiprah perempuan di lingkungan PDIP NTT semakin mantap. Kepengurusan DPD PDIP NTT justru dinahkodai oleh politisi perempuan, yakni Emilia J. Nomleni (Emi Nomleni) yang juga Ketua DPRD NTT. Selain menjadi pengurus DPD PDIP NTT, Lily tercatat pula sebagai pengurus Gema Perjuangan Sarinah NTT.

Lantas, bagaimana dukungan suami Lily terhadap kiprahnya sebagai politisi perempuan? Ia mengaku bahwa suaminya sangat mendukung dirinya untuk terus berjuang di kancah politik. Mengenai keberhasilannya menapaki tangga politik di lembaga DPRD NTT, ia mengimani bahwa kemurahan Tuhan sajalah yang membuat dirinya terpilih menjadi anggota DPRD NTT. Sebelum terpilih di Pemilu 2019, katanya, dirinya sudah empat kali mengikuti pemilu, dua kali berdasarkan nomor urut, dan dua kali pemilu berdasarkan suara terbanyak. Komitmen, konsisten, dan investasi sosial yang dibangunnya selama empat kali keikutsertaan pemilu itu, akhirnya membuahkan hasil pada Pemililu 2019.

Lily mengakui, pada kontestasi Pemilu 2019, sebagai manusia biasa dia sempat merasa gentar lantaran dia berada di Daerah Pemilihan (Dapil) 1, yakni Kota Kupang. Dapil-1 konon adalah “dapil neraka,” mengingat banyak tokoh kuat atau politisi senior yang ikut bertarung. Ada juga mantan pejabat atau tokoh-tokoh berkantong tebal ikut di kontestasi di Dapil-1.  “Tetapi saya tidak gentar atau tawar hati. Saya sungguh yakin bahwa Tuhan pasti memberi hasil terbaik untuk saya menurut waktunya Tuhan. Itulah sebabnya saya selalu bertekad menjadi saluran berkat Tuhan, khususnya masyarakat di Dapil-1 dari mana saya memperoleh amanah sebagai wakil rakyat Nusa Tenggara Timur, ” pungkas Lily.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here