Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) seyogianya di bulan Oktober 2020 akan menggelar Sinode Godang ke-65, yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di gereja besar ini. Sinode Godang HKBP juga akan memilih dan menetapkan ephorus dan sekretaris jenderal, tiga kepala departemen, dan praeses. Sinode Godang seyogianya akan diadakan secara akbar dengan melibatkan lebih dari 1.500 pendeta dan utusan jemaat dari berbagai daerah di Indonesia.
Dalam perhelatan akbar ini akan hadir peserta dengan jumlah ribuan orang yang menjadi perwakilan dari setiap resort. Sinode godang ini pun akan menuai perhatian dari masyarakat dan pemerintah. Pertanyaannya, apakah Sinode Godang tetap dilanjutkan sesuai waktu yang telah direncanakan atau diundur? Namun karena Indonesia dan dunia sedang menghadapi Covid-19, maka perhelatan Sinode Godang HKBP ini kemudian diundur.
Sinode Godang seyogianya diadakan pada 19-25 Oktober 2020, namun dengan pertimbangan situasi yang tak kondusif pada masa pandemi Covid-19 ini, Ephorus HKBP Pdt. Dr. Darwin Tobing mengeluarkan SK No.1147/L08/IX/2020 tentang penundaan Sinode Godang Ke-65 menjadi 9-13 Desember 2020. Dengan keluarnya keputusan itu muncul aksi protes dari sejumlah pendeta HKBP yang menuntut agar pelaksanaan sinode godang dilakukan sesuai jadwal. Mengapa sinode harus dipaksakan? Apakah ada kepentingan tertentu di Sinode Godang? Jika berpikir rasional, sinode godang diminta agar dilaksanakan dengan sistem konvensional. Artinya, pelaksaanaan Sinode Godang dilaksanakan di satu tempat dengan melibatkan ribuan peserta. Dan ini tentu akan memunculkan penilaian yang buruk dari masyarakat.
Salah satu tawaran alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan sinode secara virtual. Meskipun sebelumnya Sekjen HKBP Pdt. David Farel Sibuea, M.Th menyatakan, Sinode Godang ke-65 pada 19-25 Oktober 2020 di Seminarium Sipoholon, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, tak akan digelar secara virtual. Dan sampai saat ini hingga keluarnya surat keputusan penundaan Sinode Godang belum ada pernyataan sikap yang mengarah kepada pelaksanaan sinode secara virtual.
Sinode Godang secara virtual dipandang menjadi alternatif yang baik dan rendah risiko penularan Covid-19. Makanya para pemimpin HKBP diharapkan bisa memahami keefektifan Sinode Godang jika digelar secara virtual, karena acara besar di tingkat nasional seperti rapat paripurna DPR, rapat kerja presiden dan jajarannya, dan berbagai perhelatan akbar lainnya yang menggunankan sistem virtual terbukti berjalan lancar. Harapan besar ada pada pimpinan HKBP untuk mengambil tidakan alternatif ini.
Jika diadakan secara virtual tentu peluang untuk melakukan pemilihan secara langsung dengan sistem voting akan sulit dilakukan. Dan pengakomodiran untuk beberapa pihak yang memiliki kepentingan juga akan kurang efektif. Untuk mengeleminasi praktik yang kurang baik dalam rangka pemilihan ephorus, maka tindakan alternatif yang dapat ditawarkan adalah pemilihan secara undi. Konsep pemilihan secara undi diyakini akan menanggalkan unsur kepentingan dan tidak akan mencederai proses pelaksanaan pemilihan.
Alternatif berupa penyelenggaraan Sinode Godang secara virtual dan pemilihan secara undi tentu dipandang baik dalam pelaksanaan event besar di tengah pandemi Covid-19 ini. Menanggalkan kepentingan pribadi atau kelompok demi keselamatan jemaat dan bangsa tentunya akan mendapat apresiasi positif dari semua kalangan. Namun, di sisi lain, sejumlah pendeta utusan dari beberapa gereja HKBP mendatangi Kantor Pusat HKBP di Pearaja Tarutung, Tapanuli Utara, pada Jumat, 2 Oktober 2020. Mereka menuntut agar Sinode Godang (SG) ke-65 segera dilaksanakan sesuai jadwal, juga meminta agar Surat Keputusan (SK) Ephorus tentang Penundaan SG dibatalkan karena tak sesuai dengan Aturan Peraturan HKBP.
Aksi ini dipimpin Pdt. Agus Manullang dari Distrik XVI Humbang Habinsaran dan diikuti Pdt. Rikson Hutahaean, M.Th dari Distrik Sibolga, dan Pdt. Lagu Sihombing dari Distrik Humbang Habinsaran. Mereka menegaskan apabila SG HKBP ditunda dari jadwal yang telah ditetapkan, maka berpotensi menjadi SG berstatus cacat atau bercela. Pasalnya kepemimpinan HKBP periode 2016-2020 terhitung mulai 1 Oktober 2016 hingga 1 Oktober 2020. Maka sejak 2 Oktober 2020 pimpinan HKBP sudah dalam status demisioner. Jadi apabila HKBP dipimpin pejabat yang sudah habis masa periodenya, tentu bisa dinilai menjadi cacat dan bercela.
Mereka juga menyampaikan, Ephorus HKBP dalam mengeluarkan SK No. 1147/L08/IX/2020 tentang Penundaan Sinode Godang ke- 65 menjadi 9-13 Desember 2020 pada 16 September 2020 dengan alasan pandemi Covid-19 adalah tindakan sepihak. “Perubahan jadwal ini sama sekali tak sesuai arahan Ephorus HKBP yang menyebut apabila pemerintah sebagai pihak yang lebih paham dan bertanggung jawab mengenal situasi pandemi Covid-19, menyarankan untuk perubahan jadwal SG HKBP maka panitia bersama seluruh warga HKBP harus terbuka untuk mengubah jadwal SG,” sebut peserta aksi. Mereka memastikan bahwa pemerintah belum pernah mengeluarkan arahan perubahan jadwal SG HKBP yang seyogianya dilaksanakan tanggal 19-25 Oktober 2020. Disebutkan, panitia SG telah bekerja dan sampai sekarang belum ada laporan dari panitia yang menyatakan bahwa pemerintah menganjurkan untuk mengubah jadwal Sinode Godang HKBP pada 19-25 Oktober 2020. HM