AMKI Apresiasi Pemerintah dan DPR yang Mensahkan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja

279
Ketua Umum AMKI Frans Meroga Panggabean, M.M., MBA.

Narwastu.id – Banyak elemen masyarakat menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja sejak pengesahannya pada 5 Oktober 2020 lalu. Hal ini disebabkan karena Omnibus Law dianggap merugikan tenaga kerja atau buruh. Ternyata tidak sedikit pula pihak yang menilai UU Cipta Kerja sangat positif karena memberi peluang seluas-luasnya bagi ekonomi kerakyatan, terutama koperasi dan UMKM. Ketua Umum Angkatan Muda Koperasi Indonesia (AMKI), Frans Meroga Panggabean, M.M., MBA, mengatakan, mengacu pada niatan awal Omnibus Law ini dibuat adalah untuk membuka kesempatan kerja seluas-luasnya sebagai konsekuensi bonus demografi Indonesia yang mayoritas penduduk usia produktif akan diisi generasi muda. Jumlahnya lebih dari 40% atau minimal 100 juta orang yang akan terjadi dalam 10 tahun berikut.

“Mereka anak muda butuh lapangan kerja dan aktifitas produktif melalui wirausaha. Jadi memang UU Cipta Kerja ini dirancang sedemikian rupa agar menjadi jawaban atas banyak hambatan yang dihadapi selama ini dalam pembukaan usaha. Dalam UU ini diatur banyak kemudahan, baik dari aspek perizinan, aspek akses pasar dan aspek kemitraan,” ujar Frans di sela-sela menjadi narasumber Webinar yang diadakan LIPI, pada Selasa 13 Oktober 2020.

“Ini sungguh baik dan kami sangat apresiasi kepada pemerintah dan juga DPR, atas telah disahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Terkhusus dalam klaster Koperasi dan UMKM, kami melihat di sini substansi pasal yang mengatur, terlihat jelas sangat berpihak dan memberi prioritas, juga memperluas kesempatan kepada ekonomi kerakyatan terutama koperasi dan UMKM,” lanjut Frans. Dalam membedah isi dari UU Cipta Kerja, AMKI mengungkapkan fakta bahwa Omnibus Law menyebut kata koperasi berulang sebanyak 114 kali dan menyebut kata UMKM berulang sebanyak 126 kali. Lalu, kajian AMKI temukan sedikitnya lima hal baru yang dinilai sangat positif dalam menjawab masalah utama koperasi dan UMKM untuk tumbuh, sesuai tertuang dalam klaster Koperasi dan UMKM, pada Bab V UU Cipta Kerja.

Pertama, dalam pasal 86 yang mengatur perubahan beberapa ketentuan dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan perubahan Koperasi Primer dapat dibentuk paling sedikit oleh 9 orang. Lalu berikutnya Koperasi Sekunder dapat dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi. Kedua hal ini jelas mendorong semakin banyak terbentuknya koperasi yang akan berperan dalam banyak aspek.

“Kami sangat gembira dengan adanya kemudahan ini, yang pastinya akan menambah semangat AMKI untuk semakin memasyarakatkan koperasi kepada generasi muda. Transformasi koperasi modern akan semakin terakselerasi untuk dapat diwujudkan,” seru Frans yang juga dikenal sebagai Praktisi Koperasi Milenial dan figur nasionalis yang cerdas. Kedua, selanjutnya pada halaman 470 yang mengubah ketentuan Pasal 43 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sehingga berbunyi sebagai berikut: Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi dalam rangka menarik masyarakat menjadi anggota Koperasi.

Frans Meroga Panggabean, M.M., MBA.

“Perubahan ini pasti menjadi angin segar bagi kami pelaku koperasi karena tidak akan lagi ada penghambat semangat untuk melakukan ekspansi dengan strategi yang modern, seperti digitalisasi, tenaga pemasar profesional, dan iklan meluas. Selama ini ada keterpasungan kami untuk melakukan ekspansi yang agresif karena takut selalu dituduh melakukan praktek bank gelap,” jelas Frans.

Banjir Keistimewaan Bagi Koperasi dan UMKM

Ketiga, pada pasal 90 yang mengatur tentang usaha besar dan BUMN wajib berhubungan dengan koperasi dan UMKM dalam sebuah kemitraan yang strategis. Terlihat jelas ketegasan pemerintah untuk mengatur bagaimana peran masing-masing pelaku usaha agar dapat terbentuk ekosistem usaha ekonomi kerakyatan yang kondusif dan saling menguatkan serta saling mendukung. Frans menambahkan, karena di sini dikaitkan wajib melakukan kemitraan saling mendukung dan saling melengkapi, menguatkan, dan melindungi. Hal inilah juga bentuk konkret sebagai turunan dari UU No. 25 tahun 1992, tentang perkoperasian pasal 63. “Jadi kami optimis ekosistem usaha dan iklim bisnis ke depan tidak lagi hanya dipenuhi oleh persaingan dan saling mematikan dan menutup peluang. Setiap pelaku usaha akan berjalan seiring sesuai dengan porsinya masing-masing dan sesuai dengan karakter dan jaringan masing masing,” ujar Frans.

Keempat, dalam pasal 97 dikatakan Pemerintah wajib mengalokasikan paling sedikit 40% produk dan jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  “Ini sangat positif karena memberikan kepastian pasar bagi koperasi dan pelaku UMKM yang pastinya membangkitkan semangat dari pelaku koperasi dan UMKM terutama yang memproduksi barang dari dalam negeri yang akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat luas,” cetus Frans.

Kelima, pasal 53A ayat 2 yang berbunyi Pengusahaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, Tempat Istirahat dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan  dengan mengalokasikan lahan pada Jalan Tol paling sedikit 30% dari total luas lahan area komersial untuk Usaha Mikro, Usaha  Kecil, dan Usaha Menengah, baik untuk Jalan Tol yang telah beroprasi maupun untuk Jalan Tol yang masih dalam tahap perencanaan dan konstruksi. “Ini sangat bagus, dan merupakan ketegasan pemerintah, untuk memberikan peluang bagi UMKM dan koperasi menjual makanan khas daerah ataupun mengenalkan produk lokal di Rest Area di jalan tol” ujar Frans.

Berikutnya pasal 3 ayat 2 (dilakukan dengan partisipasi Usaha Mikro dan Kecil melalui pola kemitraan). “Disini AMKI melihat jelas bahwa pola ini kemitraan bukan sewa, yang mungkin nantinya dalam bentuk bagi hasil,” ujar Frans. “Bahwa ini akan membawa iklim usaha ekonomi kerakyatan dalam hal ini UMKM yang juga diwadahi oleh koperasi ke depannya akan membawa angin segar yang membawa pengembangan  kolerasi dan UMKM akan semakin maju ke depannya,” ujarnya.

Terakhir, pada pasal 43 ayat 4 mengenai Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat. Dan ayat 5 mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah. “Mengacu pada pasal 43 ayat ke 5, kami berharap dan percaya pemerintah tetap dengan niat yang baik akan menciptakan sebuah perlakuan yang setara dan juga penciptaan sebuah ekosistem usaha ekonomi kerakyatan yang kondusif, apa yang kami suarakan selama ini tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi kami melihat bahwa ini seharusnya dapat segera diakomodir dalam bentuk  Peraturan Pemerintah (PP),” ucap putra tokoh koperasi nasional dan pengusaha tangguh, Sahala Panggabean, MBA (Presiden Komisaris NASARI Group) ini. Sekali lagi AMKI memberi apresiasi kepada Pemerintah dan DPR bahwa UU Cipta Kerja dapat menggerakkan semua  sektor riil dengan pemeran utamanya UMKM, pekerja informal dan koperasi. Pertumbuhan entrepreneur baru yang diyakini meningkatkan perekonomian Indonesia sehingga dapat rebound dari perlambatan ataupun resesi imbas pandemi Covid-19 pun diyakini terealisasi. “Kami optimis kita akan lari kencang dan melakukan terobosan dan lompatan yang besar dan dahsyat serta menjadi momen perwujudan Visi Indonesia Maju 2030 dan Visi Indonesia Unggul 2045,” pungkas pria Batak yang merupakan lulusan program S2 bidang strategi manajemen dari Amerika Serikat itu. GH

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here