Narwastu.id – Cendekiawan Batak kelahiran Sidikalang, Sumatera Utara, 16 Oktober 1965 ini adalah sosok anak bangsa yang religius, nasionalis dan aktif dalam organisasi paguyuban marga Batak, olahraga nasional dan pelayanan gereja di tengah masyarakat . Di tengah kesibukannya bekerja di lembaga tinggi negara, Dr. Ir. Martuama Saragi, M.M. masih mau berlelah menjadi Sekjen Perhimpunan (Parsadaan) PARNA Se-Indonesia. PARNA (Parsadaan Naiambaton) adalah komunitas paguyuban dari lebih 50 marga-marga Batak yang hingga saat ini terikat pada janji atau komitmen untuk tidak saling menikahi. Marga Parna itu adalah Parsadaan dari marga Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, Munte Tua dan Nahampun Tua.

Saat ini organisasi Parsadaan PARNA Se-Indonesia dipimpin ketua umum Letjen TNI (Purn.) Cornel Simbolon, yang merupakan tokoh nasional dan mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Dan bersama organisasi PARNA, Cornel Simbolon dan Martuama beserta tokoh-tokoh atau pemuka PARNA lainnya punya cita-cita mulia untuk membangun kebersamaan, baik di bidang pendidikan, sumber daya manusia maupun pemberdayaan Yayasan Parna untuk berkontribusi demi kebaikan negeri ini. “Visi dari organisasi PARNA ini adalah untuk mengembangkan atau memberdayakan marga-marga PARNA supaya bisa ikut berkontribusi di tengah masyarakat dan bangsa,“ ujar pria berpenampilan tenang yang juga sintua di Gereja HKBP Jakasampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat ini. Martuama sejak SD, SMP dan SMA sudah mengikuti pendidikan di Jakarta, namun kepeduliannya membangun organisasi PARNA dan memperhatikan kampung halamannya luar biasa.
Selain itu, Martuama yang semasa muda pernah aktif di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan pernah menjadi ketua pemuda Gereja HKBP Tebet, Jakarta Selatan, sekarang pun dipercaya sebagai Pembina GEMPAR (Generasi Muda PARNA) Se-Indonesia. Organisasi GEMPAR sudah terbentuk juga di sejumlah provinsi di Indonesia. GEMPAR adalah komunitas anak-anak muda asal Sumatera Utara yang peduli pada adat dan budaya Batak, serta kelompok anak-anak muda ini tak lelah menggaungkan nilai-nilai Pancasila dan gaya hidup sehat. GEMPAR yang dipimpin Christian Sidabutar, S.E. selalu mengingatkan kepada para anggotanya supaya menjadi generasi muda Batak yang tangguh, cerdas, nasionalis, bisa ikut berkontribusi bagi negeri ini serta tegas di dalam memerangi bahaya narkoba.

Sekadar diketahui, ada kekhususan dari marga-marga PARNA ini, yakni ada komitmen yang kuat bagi mereka sebagai orang Batak untuk tidak saling mengawini, karena mereka satu leluhur. Latar belakang marga-marga PARNA ini sendiri berbeda secara karakter, wilayah dan agama, karena ada PARNA dari Toba, Simalungun, Karo, Pakpak dan Mandailing.
“Di tengah marga-marga PARNA ada kesatuan dan komitmen serta filosofi yang luar biasa. Generasi muda PARNA sekarang masih awet merawat komitmen itu dan saling menjaga agar pesan leluhur itu tidak dilanggar. Dan filosofi PARNA itu: Sisada lulu anak dan sisada lulu boru. Di situ ada ikatan kekerabatan yang sangat dekat. Prinsip marga-marga PARNA sendiri, siapapun dia dan dari manapun dia, itu merupakan anak (Putra) dan boru (Putri) yang sesama saudara. Seperti GEMPAR merupakan motor dari PARNA. Di tengah perubahan global dan modernisasi sekarang kaum muda PARNA terus mengimbau dan menjaga agar jangan sampai sesama PARNA saling mengawini,” terang pria yang semakin bijak di dalam menyikapi tantangan kehidupan ini.

Martuama Saragi yang baru-baru ini sudah menggondol gelar Doktor Ilmu Pemerintahan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jakarta, dengan hasil memuaskan menerangkan, di dalam hidup ini ia ingin berdampak bagi kehidupan orang lain dan masyarakat. Makanya sejak muda ia sudah aktif di pelayanan gereja dan kegiatan organisasi paguyuban Batak. Saat ini Martuama bekerja sebagai Auditor di BPK-RI. Berbicara tentang kiatnya membagi waktu buat keluarga di tengah aktivitasnya yang padat, Martuama menerangkan, di tengah kesibukannya ia selalu berupaya untuk membagi waktu buat keluarganya. Mantan Ketua Umum Forum Komunikasi Parna Se-Jabodetabek pada 2002 ini menerangkan, di dalam hidup ini ia punya obsesi supaya dirinya bisa berdampak positif bagi orang lain.

Menurutnya, supaya kita bisa berdampak bagi sesama, maka kita harus optimal bekerja, bisa menjadi teladan bagi orang lain dan kalau melakukan sesuatu bagi orang lain mesti serius. Di dalam keluarga, imbuhnya, ia tidak memaksa anak-anaknya agar sesuai dengan keinginannya. “Kita biarkan anak-anak itu berkembang untuk meraih cita-citanya, namun tetap diarahkan supaya hidup mereka juga berarti bagi banyak orang,” ujarnya bijak.
Ketika ditanya komentarnya mengenai aktivitas di gereja yang diikutinya, Martuama Saragi menuturkan, dalam aktivitas di gereja ia bisa merasakan dampak dari religiusitas. “Aktif di gereja bisa memberi nutrisi religi bagi kita. Aktivitas di gereja tentu berbeda dengan aktivitas di luar. Aktivitas di gereja itu menumbuhkan iman,” kata ayah dua anak yang kini sudah menanjak dewasa, dan istrinya juga bekerja dan ikut di dalam pelayanan di gereja.

Berbicara tentang dukungan keluarga terhadap aktivitasnya di luar, apalagi ia pun aktif di dalam kegiatan olahraga nasional, Martuama yang kini merupakan Ketua Umum PESTI (Persatuan Soft Tennis Indonesia) yang dengan periode kepemimpinannya tim Soft Tennis Indonesia telah berhasil dalam perolehan medali di Asian Games Incheon Korea Selatan dan Palembang, Indonesia, mengatakan, ia dan istri saling mendukung di dalam pekerjaan dan aktivitas di luar. Demikian juga anak-anaknya mendukungnya.
Berbicara tentang situasi wabah Covid-19 yang sekarang melanda dunia, mantan Wakil Ketua BAI KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) dan mantan anggota Dewan Pakar di Yayasan Pencinta Danau Toba ini menuturkan, wabah Covid-19 sesungguhnya membuat kita di dalam keluarga semakin sering bertemu dan saling memperhatikan. “Keluarga justru semakin menunjukkan kepeduliannya di saat wabah Covid-19 ini muncul, misalnya, jadi sering menanyakan kabar lewat telepon. Kita memang prihatin dengan situasi saat ini, apalagi wabah ini sangat berdampak pada kesehatan, ekonomi dan sosial,” ujar penerima penghargaan Satyalancana Karya 20 Tahun dari Presiden RI ini.

Presiden SEASTA (South East Asia Soft Tennis Asosiation) dan Vice Presiden ASTA (Asia Soft Tennis Asosiation) ini menerangkan, dikaitkan dengan situasi wabah Covid-19 ini, kita merefleksikan bahwa kekuatan atau kemampuan manusia itu sangat terbatas. “Kita tidak bisa mengklaim bahwa kita berkuasa, tapi kita sesungguhnya sangat kecil. Dan Tuhan itu maha besar. Kita tak ada apa-apanya bila kita lihat situasi dunia saat ini, namun kita percaya bahwa ada campur tangan Tuhan di tengah keadaan sekarang. Saat ini semua bisa terpengaruh karena wabah Covid-19. Harta bisa habis, pemimpin terpengaruh dan ekonomi sangat terpengaruh dengan situasi sekarang. Karenanya kita harus semakin dekat kepada Tuhan dan semakin meningkatkan religiusitas kita,” pungkas suami tercinta Retno Dewi boru Naiborhu dan ayah dua anak, Josua Saragi dan Jesika Saragi ini.

Ketika ditanya pendapatnya tentang filosofi banyak orang Batak, yakni (Hagabeon, hamoraon dan hasangapon) atau punya keturunan, punya kekayaan dan hidup terhormat, Martuama Saragi mengatakan, tentang filosofi untuk meraih kekayaan di dalam kehidupan, tak bisa dimaknai bahwa itu hanya untuk mencapai materi atau harta saja. Kekayaan itu bukan menjadi tujuan hidup. Ketiga hal itu sesungguhnya tak bisa dicapai manusia, dan kalau manusia mencari ketiganya atau harta di dalam hidupnya, sebenarnya tujuannya sudah keliru.
“Dalam hidup ini tujuan kita yang utama adalah memuliakan Tuhan dan bisa hidup bermakna bagi orang lain, sehingga kita akan mencapai kedamaian hidup dan kebahagiaan hidup. Karena di dalam hidup ini, ada orang yang punya anak dan hartanya banyak, tapi belum tentu bahagia dan kehidupan keluarganya damai. Kalau ada orang yang hanya ingin mencapai ketiga hal itu, agaknya dia ambisius. Munculnya falsafah hagabeon, hamoraon dan hasangapon sesungguhnya itu wisdom,” pungkas pria yang dalam waktu dekat akan menerbitkan buku karyanya berjudul “Komunikasi Pemerintah atas Kepentingan Politik.”

Kalau Martuama selama ini dikenal begitu semangat menimba ilmu, menurutnya, itu sebenarnya bagian dari cita-citanya guna menimba ilmu. Dan orangtua di kalangan masyarakat Batak sangat bangga bila anak-anaknya bisa mengikuti pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Karena pendidikan itulah yang mengubah pola pikir dan pendidikan itu memgubah kehidupan supaya lebih baik. “Dengan mengikuti pendidikan saya ingin berdampak pada orang lain. Dengan mengikuti pendidikan pun kita bisa merasakan atau mengikuti tahapan-tahapan pendidikan yang ada,” ujar Martuama Saragi yang mengikuti S1 di Institut Sains Teknologi Nasional (ISTN) Jakarta dan lulus pada 1990, lalu studi S2 jurusan managemen keuangan di Universitas Satyagama, Jakarta, dan S3 di IPDN. SD