PERWAMKI Bahas Penulisan Feature dan Bahasa Jurnalistik

64
Pelatihan jurnalistik PERWAMKI lewat aplikasi Zoom pada Selasa malam, 15 September 2020.

Narwastu.id – Pada Selasa malam, 15 September 2020, mulai pukul 19.30 sampai 22.30 WIB, kembali PERWAMKI (Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia) menggelar “Pelatihan Jurnalistik 2020” putaran ke-3. Pembicara kali ini Roy Agusta Mantiri (Pemred chronosdaily.com) dengan materi “Cara Menulis Feature“, dan Emanuel Dapaloka (Pemred tempusdei.id) “Membahas Bahasa Jurnalistik.” Peserta acara pelatihan ini ada dari Belanda, Papua, Sumatera Utara, Bali, NTT, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, DI Yogyakarta, Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Dalam paparannya, Roy Agusta menerangkan, dalam menulis buku gaya feature sering dipakai. Dan Majalah “Tempo” sering memakai feature, yang merupakan hasil reportase yang kemudian diolah menjadi berita dengan gaya bercerita. Dalam menulis feature, katanya, seorang wartawan mesti menguasai bahasa, punya pengetahuan luas, pandangan bebas, punya pengalaman menulis dan berpikiran tajam.

Emanuel Dapaloka menuturkan, seperti yang diungkapkan Jonro Munthe bahwa wartawan itu adalah profesi mulia atau pekerjaan yang agung, sehingga wartawan itu mesti punya pengetahuan luas. Dan saat menulis berita seorang wartawan mesti mengumpulkan fakta dan data lebih dahulu. Dan di sinilah, ujarnya, pentingnya dipahami dan diterapkan bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik harus bisa dipahami semua orang dari berbagai suku. “Bahasa jurnalistik itu singkat, padat dan bisa dipahami semua orang serta tak mengenal kasta-kasta. Bahasa jurnalistik jangan membingungkan pembaca. Sehingga wartawan itu pun harus banyak membaca dan biasa membuka kamus,” ucap Emanuel.

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos.

Di acara ini, ikut pula Jonro I. Munthe (Pemimpin Umum/Pemred Majalah NARWASTU) diminta moderator guna menjawab pertanyaan peserta pelatihan untuk memperkaya materi yang sudah dipaparkan pembicara. Saat seorang peserta bertanya: Kalau seseorang wartawan menulis berita yang mencemarkan nama baik seseorang/individu atau meresahkan publik, bagaimana caranya melaporkan ke polisi? Jonro Munthe yang merupakan alumni IISIP Jakarta dan lulusan Lembaga Pendidikan Pers Doktor Soetomo (LPPDS) Jakarta menerangkan, dalam kaitan karya jurnalistik seorang wartawan tak bisa dilaporkan ke polisi atau dikriminalkan.

Menurut Jonro, sesuai dengan Undang-Undang Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999, wartawan yang salah atau keliru dalam menulis berita dan membuat publik resah, maka ia mesti dilaporkan ke Dewan Pers. Dewan Pers yang akan mengadili si wartawan, dan wartawan mesti paham tentang hak jawab dan hak koreksi untuk melayani pembaca yang merasa dirugikan. “Tapi kalau si wartawan sudah melakukan tindak pidana, yang tak ada kaitannya dengan karya jurnalistik, maka silakan dilaporkan ke polisi. Tapi jangan dilaporkan ke polisi kalau dalam urusan karya jurnalistik. Karena kebebasan pers pun mesti dijaga. Dan Dewan Pers yang membina wartawan agar berkarya sesuai dengan kode etik jurnalistik,” papar Jonro. Acara ini dimoderatori Paul Maku Goru (Pemred kitakatolik.com dan mantan Pemred Tabloid “Reformata”) dan doa penutup Dr. Antonius Natan (Salah satu Penasihat PERWAMKI). TR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here