Narwastu.id – Tokoh nasionalis, pemuka masyarakat Batak dan mantan Hakim Agung MA-RI, Dr. H.P. Panggabean, S.H., M.S. adalah anggota jemaat Gereja HKBP yang selama ini sering bicara kepemimpinan di tengah negeri ini, termasuk kepemimpinan di tengah gereja. Di sisi lain, Ketua Umum DPP Kerukunan Masyarakat Batak (KERABAT) dan Ketua Umum DPN Kerukunan Masyarakat Hukum Adat Nusantara (KERMAHUDATARA) ini sering mengimbau supaya para pemimpin di negeri ini, termasuk kepala daerah juga memahami masyarakat hukum adat (MAHUDAT). Pasalnya, di tengah bangsa ini ada banyak suku yang masih melestarikan hukum adat sukunya, dan itu mesti dipahami sebagai penghargaan terhadap adat budaya bangsa. Bahkan, saat tiba event pilkada, pilpres atau pemilu, tokoh sepuh yang juga salah satu Penasihat Majalah NARWASTU ini sering mengingatkan para politisi supaya memahami kemajemukan di Indonesia dan memahami MAHUDAT.
Dan terkait dengan kepemimpinan di gereja, seperti di Sinode HKBP sebagai gereja terbesar di Indonesia, H.P. Panggabean yang juga pakar hukum menerangkan, “Pemimpin gereja itu, termasuk dari etnis Batak harus figur yang Pancasilais dan memahami etika kasih bangsa. Dan saat ada konflik di tengah suku-suku, misalnya sengketa tanah maka pemimpin gereja mesti bisa berperan memberi solusi dan memberi kedamaian supaya jangan muncul konflik horizontal seperti yang sering muncul di tanah Batak,” cetus Ketua Umum DPP Jaringan Layanan Damai (JALA DAMAI) dan peraih award sebagai salah satu dari “20 Tokoh Kristiani 2007 Pilihan Majalah NARWASTU” ini. Selama ini, H.P. Panggabean pun pernah berperan mendirikan sejumlah gedung gereja HKBP di daerah Jambi, Palembang, Jawa Barat dan kawasan Indonesia Timur. Saat itu ia bertugas sebagai hakim dan Ketua Umum DPP KERABAT. “Jadi KERABAT pun ikut berperan mendirikan gereja HKBP di sejumlah daerah, yang saat itu izinnya amat susah diperoleh. Namun dengan pendekatan budaya ke masyarakat dan pendekatan ke tokoh-tokoh masyarakat serta pemerintah izinnya bisa kita peroleh,” paparnya.
Dr. H.P. Panggabean yang pernah terpilih sebagai “Tokoh Batak Pilihan Majalah Dalihan Na Tolu pada 2012″ menerangkan, pemimpin gereja, termasuk calon Ephorus dan Sekjen di HKBP mesti memahami etika kepemimpinan di tengah masyarakat Batak, yakni, pertama, Partamue, artinya mesti ramah pada sesama dan suka menjamu orang yang datang kepadanya. Kedua, Parpatik, artinya mesti tahu akan hukum serta punya integritas moral agar dipercaya. Apa yang diucapkan mesti bisa dipegang. Ketiga, Partutur, artinya, pemimpin itu mesti memahami hubungan kekerabatan dengan sesamanya. “Kita berharap HKBP semakin maju dan Gembala HKBP semakin dekat juga dengan tokoh-tokoh adat atau pemuka masyarakat,” papar mantan Ketua Dewan Kehormatan Partai Damai Sejahtera (PDS) dan juga penulis buku-buku hukum yang produktif. Pemilihan Ephorus dan Sekjen HKBP yang baru, direncanakan diadakan di Sinode Godang HKBP pada Oktober 2020 di Seminari Sipoholon, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. GH