Narwastu.id – Jenderal purnawirawan bintang satu ini di kalangan TNI dikenal seorang sosok yang cerdas, brilian dan nasionalis. Ia pernah menjadi lulusan terbaik di SESKOAD dan LEMHANNAS (Lembaga Ketahanan Nasional). Hingga pensiun ia masih aktif diundang berbicara di berbagai lembaga, termasuk di TNI dan LEMHANNAS soal pertahanan, keamanan, strategi, wawasan nasional, kepemimpinan dan sosial politik serta militer. Selain itu, ia kini masih dipercaya sebagai Ketua Pelaksana Harian DPN Kerukunan Masyarakat Hukum Adat Nusantara (KERMAHUDATARA), sebuah ormas yang menghimpun tokoh-tokoh dari berbagai suku di tanah air. Pembina di Forum Tionghoa Indonesia Bersatu ini, termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2016 Pilihan Majalah NARWASTU.” Di tengah keluarga besar marga Tobing di Jabodetabek pun ia dikenal aktif dalam acara sosial dan budaya.
Ketika berkunjung beberapa waktu lalu ke kantor Majalah NARWASTU, Pak Junias Tobing yang dikenal pula pakar terorisme banyak berbicara mengenai kondisi sosial dan kemasyarakatan di Indonesia, yang beberapa waktu lalu diguncang penjahat kemanusiaan dengan sejumlah teror bom. Mantan prajurit Kostrad dan mantan Asisten Perencanaan di Kodam Jaya ini pernah dikirimkan tugas belajar soal Anti dan Counter Teroris di Inggris. Selain itu, ia pernah ditugaskan belajar di Amerika Serikat (AS).
Menurut Junias, menyikapi keadaan bangsa yang kini marak dengan teror bom, semua elemen bangsa atau stake holder harus bersatu padu dan ikut menyatakan antiterorisme bersama pemerintah dan masyarakat. “Harus ada kesepahaman bersama untuk melakukan kampanye nasional penanggulangan bahaya terorisme. Dan TNI harus dilibatkan mendukung Polri untuk menumpas bahaya terorisme ini. Terorisme ini ideologi. Dan pelakunya sekarang bisa berlatar belakang apa saja. Sekarang ada ketakutan kita lihat di tengah masyarakat, kalau mau beribadah ke gereja saja takut karena ada ancaman bom, seperti yang terjadi di Surabaya dengan teror bom terhadap tiga gereja pada 13 Mei 2018 lalu. Demikian juga orang tua untuk mengantar anaknya ke sekolah Kristen, sudah waswas, karena gereja saja diteror,” cetus pria yang pernah dipercaya memimpin latihan gabungan bersama tentara Indonesia dan Malaysia dalam menanggulangi teroris pada 2006-2010 lalu.
Dalam kaitan adanya bahaya terorisme itu, Junias mengatakan, tugas pemerintah adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman bahaya, termasuk dari bahaya terorisme. Dan kampanye nasional penanggulangan terorisme itu sangat penting. Jika ada masalah terorisme sebenarnya semua warga di sebuah RT mesti melaporkan situasi di lingkungannya pada aparat keamanan. “Jadi setiap ada orang masuk ke sebuah wilayah RT dan RW mestinya harus dilapor, dan kita harus peduli soal keamanan itu,” ujar jenderal purnawirawan yang setiap hari selalu membaca Alkitab untuk mendekatkan diri kepada Tuhan itu.
Junias menuturkan, Pemerintah sebaiknya mengajak semua stake holder, termasuk pengusaha agar berkampanye tentang penanggulangan bahaya terorisme. Kalau ada teror bom, para pengusaha pun tak akan merasa aman menjalankan usahanya. Termasuk calon-calon kepala daerah yang kini bertarung di Pilkada 2018 mestinya aktif berkampanye tentang penanggulangan terorisme. “Kalau calon kepala daerah itu sudah terpilih di pilkada, apa dia sudah punya konsep untuk menanggulangi bahaya teroris di daerahnya. Itu mesti dipikirkan jauh ke depan. Namanya pemimpin harus memikirkan keamanan rakyatnya. Jadi kepala daerah itu, baik bupati, wali kota dan gubernur harus serius memikirkan keamanan dan kenyamanan warganya,” paparnya.
Dikatakannya lagi, seandainya revisi Undang-Undang Terorisme belum jadi disahkan DPR-RI, kebijakan paling tepat dari Presiden RI sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tentu harus mengeluarkan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang). “Karena saat terjadi aksi teroris berupa penyanderaan polisi di Mako Brimob Depok, lalu ada tiga gereja dibom di Surabaya, dan ada lagi pemboman teroris di kantor polisi Surabaya dan Riau, itu sudah sangat mencemaskan rakyat. Sehingga menyikapi keadaan darurat terorisme ini mesti ada ketegasan dari Pemerintah untuk menerbitkan PERPPU supaya ada payung hukum bagi penumpasan teroris. Saat ini bahaya teroris luar biasa, jadi mesti diikutsertakan TNI untuk memberi keamanan bagi bangsa ini. TNI itu bergerak dengan doktrin,” pungkasnya. Ia juga menuturkan, Dewan Keamanan Nasional di Indonesia mestinya ada, seperti di negara-negara lain, termasuk fungsinya mencari solusi soal bahaya teroris.
“Undang-Undang Keamanan Nasional dan pembentukan Dewan Keamanan Nasional itu sesungguhnya harus diperhatikan. Di dalam Dewan Keamanan Nasional nantinya bisa dipercayakan agar diisi jenderal yang berwibawa, tokoh agama, tokoh masyarakat, cendekiawan dan wakil pemerintah. Dan ini yang memberikan masukan atau solusi kepada presiden kalau ada masalah serius yang terkait dengan masalah keamanan nasional,” ujar mantan Komandan Detasemen Rudal Cikupa Kodam Jaya ini.
Junias menerangkan kebutuhan atau nilai paling utama untuk kesejahteraan manusia adalah rasa aman. Sehingga rakyat mesti diberi rasa aman. Bahaya teroris ini tak bisa dipandang sebelah mata. Sebagai umat Kristiani, Junias pun meminta agar warga gereja dan para pimpinan gereja proaktif dalam menjaga keamanan lingkungannya agar jangan sampai disusupi teroris. Lingkungan gereja mesti disterilkan dari hal-hal yang aneh atau mencurigakan. Jadi setiap orang yang akan masuk ke halaman atau gedung gereja sebaiknya dilakukan pemeriksaan. “Kita juga harus terus berdoa kepada Tuhan agar bangsa ini dilindungi dari bahaya teroris. Kuasa doa atau ucapan kita itu luar biasa. Dan Tuhan pasti mendengar doa-doa kita. Lidah kita itu punya kuasa untuk meminta sesuatu atau berdoa kepada Tuhan,” terang peraih Anugerah Wibawa Seroja (2009) ini. Junias menambahkan, berbicara soal teror sebenarnya di Alkitab sejak dahulu kala sudah diceritakan mengenai kisah Kain yang membunuh adiknya Habil. Itu teror yang dicatat Alkitab. Jadi sesungguhnya usia dari teror itu lebih tua dari usia peradaban atau kehadiran sebuah negara atau bangsa.
“Dan kita pun jangan mengaitkan aksi terorisme dengan agama tertentu. Itu tidak tepat. Karena pada dasarnya semua ajaran agama mengajarkan kasih. Kalau kita perhatikan Hitler dan Mussolini, berapa banyak manusia yang mereka bunuh. Itu pelaku teror juga. Mereka pemimpin yang kejam, dan mereka itu Nasrani. Juga Mao Ze Tung membunuh banyak orang, itu kan teror. Saat itu Hitler sebenarnya bukan jendetal, tapi kopral. Dia membunuh banyak orang karena takut dijajah dan ia ingin menguasai dunia. Great ideologi Hitler dulu demokrasi yang ketakutan dijajah. Jadi sangat tidak tepat jika aksi terorisme kita hubungkan dengan agama,” pungkasnya.
Sebagai seorang Kristen, Junias mengatakan, masalah teroris ini sebenarnya bencana karena ulah manusia. Bencana itu bisa diciptakan manusia, namun ada pula bencana karena kuasa alam. Para elite di tengah bangsa ini mesti paham bahwa di bangsa ini ada orang-orang yang punya ideologi tertentu dan jahat. “Tapi saya sangat percaya bahwa kuasa Tuhan bekerja di tengah Indonesia. Ketika Tuhan Yesus naik ke surga Dia sudah membetikan Penolong dan Penghibur bagi kita, yaitu Roh Kudus. Jadi kita harus terus berdoa dan jangan lelah mendoakan bangsa ini. Dan orang Kristen harus terus bersaksi dan menyuarakan kebenaran di tengah negeri ini,” cetusnya.
“Melalui tragedi bom di Surabaya kita diajar agar tetap mengampuni yang bersalah dan jahat, serta mengasihi bangsa ini,” katanya. Junias pun mengatakan, kita di dalam hidup ini bukan hanya hidup karena roti tapi juga karena Firman Tuhan. Jadi kita pun harus membaca dan merenungkan bacaan dari Alkitab, karena melalui Alkitablah kita berkomunikasi dengan Tuhan. Di Alkitab itu, imbuhnya, ada janji Tuhan, nasihat dan puji-pujian kepada Tuhan. KS