Narwastu.id – Masih hangat di ingatan kita cerita tentang seorang remaja bernama Aldi Novel Adilang asal Sulawesi Utara, yang bertahan hidup di lautan lepas selama 49 hari setelah rompong atau perangkap ikan terapung yang ditumpanginya terlepas dari tambatannya akibat angin kencang pada pertengahan Juli 2018 lalu. Ia pun hanyut ribuan kilometer hingga ke perairan Guam di Samudera Pasifik. Di minggu pertama saat hanyut, Aldi sudah kehabisan bahan makanan. Untuk menyambung hidupnya, dia terus mengail ikan. Ikan mentah, ikan rebus, ikan bakar menjadi makanannya selama ia hanyut.
Untuk melepas dahaganya, remaja berusia 18 tahun ini minum air laut yang disaring dengan bajunya, yang menurutnya dengan cara itu rasa asin pada air bisa berkurang. Dia juga mengumpulkan air hujan untuk diminum. Di tengah situasi seperti itu, Aldi bercerita bahwa dia terus berdoa agar bisa selamat dan bertemu kembali dengan orang tua dan keluarganya. Aldi juga membaca Alkitab yang dibawanya di dalam rompong tersebut sambil menyanyikan lagu-lagu rohani yang dia bisa nyanyikan. Tapi ada juga saat selama 49 hari itu dia berpikir untuk menenggelamkan dirinya karena putus asa.
Tapi Tuhan berkehendak lain. Pada 31 Agustus 2018 panggilan daruratnya dijawab oleh sebuah kapal berbendera Panama yang sedang berlayar menuju Jepang. Pada 6 September kapal tersebut tiba di Jepang. Dan pada 8 September 2018 setelah paspornya selesai diurus, Aldi akhirnya dipulangkan ke Indonesia dan kembali bertemu dengan keluarganya.
Setiap kita mungkin pernah mengalami waktu “49 hari yang menegangkan” dalam hidup kita. Mungkin jumlah hari tidak persis sama, bisa lebih lama, atau lebih singkat. Berada di “tengah laut lepas” tanpa arah dan harapan. Menghadapi semua persoalan hidup seorang diri. Kekuatan jasmani pun mulai merosot karena kekurangan pangan, apalagi kekuatan rohani, bahkan berpikir kepada Tuhan pun kita sudah tidak sanggup. Atau bahkan sampai hari ini keadaan itu masih kita jalani. Kita mulai putus asa dan sama dengan Aldi, kita sudah sempat berpikir untuk “menenggelamkan” diri kita karena sudah putus asa.
“49 hari” setiap kita bisa soal apa saja. Divonis mengidap penyakit mematikan oleh dokter, lalu kita berjuang sana sini untuk menyembuhkannya, dikejar-kejar debt collector karena hutang yang menumpuk, hubungan suami isteri yang sepertinya sudah tidak bisa diselamatkan lagi, kesulitan mendapatkan pekerjaan, hubungan dengan mertua yang tidak kunjung membaik, dan masih banyak lagi “49 hari” yang menakutkan kita alami sepanjang tahun ini. Dan sebentar lagi kita bersama akan melangkah memasuki tahun 2019. Apakah kita mau “49 hari” itu berlanjut di tahun yang baru?

Saya teringat sebuah lagu rohani yang syairnya menceritakan kurang lebih tentang kondisi yang mirip dialami oleh Aldi di atas. “Di tengah ombak dan arus pencobaan…hampir terhilang tujuan arah hidupku…bagaikan kapal yang slalu diombang-ambingkan…mengharap kasihNya…seolah-olah tiada mampu…” Dan mungkin saja lagu ini menjadi salah satu lagi yang dinyanyikan oleh Aldi saat dia berada di tengah laut lepas itu, di tengah malam, hujan badai, kedinginan, bahkan kelaparan.
Belajar dari Aldi yang bertahan di 49 harinya di tengah laut lepas, kita pun harus selalu ingat bahwa kondisi hilang arahnya hidup kita, terombang-ambing bahtera rumah tangga kita masih bisa terselamatkan hanya dengan kasih Tuhan. Syair lagu di atas berlanjut, “Yesus perhatikan kehidupan stiap orang…yang sudah rusak dibetulkan dengan penuh kasih sayang…Yesus perhatikan stiap tetesan air mata…Dia mengenal hatiku yang penuh penyesalan dosa.” Tuhan Yesus mengenal setiap kita anak-anakNya tidak terkecuali. Dia selalu ada untuk menolong dan menyelematkan kita keluar dari “49 hari” dalam hidup kita yang menakutkan itu.
Seperti Dia sudah menolong Aldi, Dia pun mau dan mampu menolong kita. Tinggal bagaimana kita menyikapi dan menjalani “49 hari” itu, apakah penuh dengan persungutan dan caci maki atau seperti Aldi yang mengisi 49 hari menegangkannya itu dengan usaha dan doa yang tak pernah putus. Imani selalu, pertolongan Tuhan kepada kita tidak pernah akan datang terlambat. Seperti ketika Dia mengirimkan kapal berbendera Panama untuk menolong dan menyelamatkan Aldi, pertolongan Tuhan kepada kita untuk keluar dari “49 hari” dalam pergumulan kita pun pasti akan terjadi.
Menjelang kita meninggalkan tahun 2018 dan siap untuk memasuki tahun 2019, ingatlah akan Firman Tuhan dalam 1 Petrus 5:7, bahwa kita diminta menyerahkan segala kekhawatiran kita, bukan hanya satu atau dua, tapi segala kekhawatiran kita kepada Tuhan. Sebab Tuhanlah yang memelihara kita. Mengandalkan kemampuan kita sendiri tidaklah mungkin. Seperti Aldi yang berteriak sekuat tenaganya untuk meminta pertolongan dari kapal-kapal yang lewat, tidak membuahkan hasil.
Pertolongan Tuhan datang setelah Aldi harus melewati semuanya itu. Untuk apa? Agar Aldi dan juga kita bisa belajar dan bertumbuh dalam iman kita kepada Tuhan, mengerti bahwa Tuhan itu benar ada dan hidup serta mendengar bahkan menjawab doa-doa kita. Sehingga kita tidak menjadi anak-anak gampangan, yang mudah diombang-ambingkan oleh arus dan gelombang pencobaan dunia. Tapi sebaliknya, lewat pergumulan apa pun yang kita hadapi, kita percaya bahwa ada Tuhan yang bersama-sama dengan kita menanggungnya dan akan memberikan jalan keluar sesuai waktuNya. Selamat Hari Natal Kristus 2018 dan selamat menyambut Tahun Baru 2019 dalam iman yang teguh di dalam Tuhan.
* Penulis adalah aktivis di GKI Pamulang, Tangerang Selatan (Banten), dan kolumnis di Majalah NARWASTU.