Narwastu.id-Beberapa waktu belakangan ini, ada virus baru yang menghinggapi sebagian masyarakat Indonesia, bahkan dapat menyebabkan kematian. Virus tersebut bernama pinjaman online (pinjol). Iya, virus yang merebak dan ganas itu bagaikan Covid-19 dan mampu menjangkiti siapa saja yang terkendala dengan masalah keuangan. Seperti yang dialami oleh Yul, guru di sebuah lembaga pendidikan berusia 45 tahun itu harus menyisihkan sebagian besar dari gajinya untuk membanyar pinjaman online. Ia mengaku terpaksa dan tidak ada cara lain untuk membayar pengobatan orangtuanya sebesar Rp 10 juta. Melalui transfer, Yul hanya menerima sebesar Rp 9,4 juta setelah dipotong biaya administrasi.
Lalu setiap bulan Yul harus mencicil uang yang dipinjamnya sebesar Rp 1,347 juta selama 12 bulan. Jadi total pinjaman yang harus dibayarnya sekitar Rp 16 juta. Belum lunas pinjaman tersebut, Yul terpaksa meminjam dari aplikasi pinjol lainnya untuk kebutuhan mendadak dan biaya sekolah anak. Tanpa terasa Yul sudah terdaftar di lima pinjol sebagai debitur. Yul adalah salah satu contoh dari sekian banyak masyarakat Indonesia yang terlilit hutang pinjol. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI tercatat guru menjadi kelompok profesi utama dengan presentase sebesar 42 persen.
Kemudian, korban PHK sebanyak 21 persen, ibu rumah tangga 17 persen, karyawan 9 persen, pedagang 4 persen, pelajar 3 persen dan sisanya tukang pangkas rambut serta ojek online masing-masing 2 persen dan 1 persen. Dengan kondisi tersebut Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi mengatakan, penanganan pinjol adalah kewenangan OJK. Akan tetapi, ia memastikan pemerintah akan mengeksekusi apapun yang merugikan masyarakat. “Pinjol ilegal ini bahaya buat masyarakat, enggak usah khawatir kami akan eksekusi manakala merugikan masyarakat. Kami nggak mau rakyat jadi korban,” tegasnya.
Masih menurut Budi Arie Setiadi, sebagai upaya pemberantasan pemerintah akan bekerjasama dengan para operator seluler dan service provider untuk menghapus pinjol-pinjol ilegal. Termasuk bekerjasama dengan OJK dan Bank Indonesia serta penegak hukum. Namun, sampai saat ini penindakan tegas terhadap pinjol yang ada sepertinya belum diberantas dengan maksimal. Justru iklan penawaran pinjol masih berseliweran di dunia maya maupun ponsel berupa SMS. Sebetulnya, pemerintah harus bekerja keras, bahkan menerapkan kebijakan yang jelas dan tegas agar permasalahan pinjol tak lagi berlarut-larut.
Apalagi hampir saban hari masyarakat Indonesia disuguhkan berbagai berita yang kurang sedap didengar dan dilihat, yakni banyaknya korban yang berjatuhan akibat pinjol, bahkan ada yang sampai menghabisi nyawanya dengan bunuh diri.
Ironis memang. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam malah, seperti negara miskin, dan pemerintah seolah tak mampu mensejahterahkan rakyatnya. Saat ini bisa dikatakan, Indonesia tak hanya darurat pinjaman online (pinjol) tapi juga judi online (judol). Keduanya seperti narkoba dalam jenis yang baru, karena siapa saja yang menggunakannya, cepat atau lambat akan mengalami kerusakan moral, mengancam stabilitas pernikahan, merusak masa depan, mengalami gangguan jiwa, meningkatkan kriminalitas, menciptakan sampah masyarakat, merusak kehidupan sosial dan sebagainya.
Sedemikian dahsyatnya dampak yang ditimbulkan dari pinjol dan judol.
Tak bisa dipungkiri tawaran dunia memang selalu menggiurkan. Namun, ujung dari setiap tawaran yang ada hanya bermuara pada kebinasaan. Binasa dalam hal ini tak sekadar mati secara tubuh, tapi juga roh dan jiwa. Setiap kita punya kebebasan dalam memilih bagaimana caranya menjalani hidup, tapi ingat setiap kita juga tidak bisa memilih konsekuensi dari pilihan tersebut. Satu-satunya cara yang ampuh dan dipercaya serta hasilnya tidak pernah mengecewakan adalah menjalin relasi dengan Tuhan Yesus. “Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendakk menjadi sahabat dunia ini ia menjadikan dirinya musuh Allah (Yakobus 4:4). BTY