Narwastu.id-Istilah Kristen progresif yang menimbulkan kegaduhan di kalangan umat Kristen, akhir-akhir ini, rupanya juga mendapat perhatian dari mantan Direktur Nasional LPMI (Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia), Pdt. Drs. Wim Wairata, M.Th. Menurut pria yang biasa disapa Wim ini, sebelumnya ia tidak mengerti soal istilah Kristen progresif. Hingga akhirnya, ia mencoba mencari tahu dengan menonton sebuah podcast yang membahas tentang topik yang cukup menuai polemik. Dalam tayangan itu dikatakan bahwa Yesus bukanlah satu-satu Tuhan dan Juruselamat. Menurut Pdt. Wim yang merupakan Ketua Yayasan LPMI, pandangan tersebut tentu sangat bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan.
“Saya mengatakan, Kristen progresif itu telah melenceng dari iman Kristen yang sebenarnya. Dikatakan pula di situ, bahwa Alkitab itu bukan harga mati, tapi bisa berubah sesuai dengan kondisi dan konteks dengan orang-orang yang menafsirkannya. Tentu saja hal itu tidak sesuai dengan iman Kristen. Di balik situasi dan kondisi Alkitab itu ditulis, kita sudah memiliki semacam Credo (pengakuan iman) bahwa firman Tuhan itu tidak pernah berubah dulu, sekarang dan selama-lamannya. Dan tidak ada keselamatan di luar Yesus,” tegas Pdt. Wim, yang termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani Inspiratif 2017 Pilihan Majalah NARWASTU.”
Bagi Pdt. Wim, pengajaran soal Kristen progresif yang kini menjadi fenomena di tengah sebagian umat Kristen, itu karena dipublikasikan secara massif di media sosial (Medsos) atau sarana lainnya, dan sangat jelas bertentangan dengan Alkitab. Saat disinggung, apakah pengajaran tersebut bisa disebut sebagai bagian dari tanda akhir zaman. “Setiap pengajaran yang berlawanan dengan firman Tuhan bisa dikategorikan demikian. Seperti Alkitab katakan, bahwa akan ada pengajaran-pengajaran dan nabi-nabi palsu. Dari sini banyak sekali orang Kristen yang terintimidasi, diolok-olok dan sudah dinubuatkan jauh-jauh hari sebelumnya,” jelas suami dari drg. Niken H.P. Rahayu ini semangat.
Uniknya di balik kegaduhan tersebut, Pdt. Wim mengaku justru merasa bersyukur. “Iya betul, kenapa demikian? Karena akhirnya hal ini membuka mata gereja untuk tidak berdiam diri. Tidak sekadar melakukan pelayanan. Melainkan ada banyak orang yang membutuhkan pengajaran yang benar dari gereja. Jadi gereja harus menyampaikan suara kenabian dan juga suara pemuridan bagi anggotanya sebagai murid Kristus, bukan sekadar pengikut doang,” tukasnya. Maka, menurut Pdt. Wim, untuk dapat mengetahui apakah pengajaran itu benar atau tidak, selain dibutuhkan hikmat, di sisi lain adalah, apakah ajaran tersebut memuliakan Tuhan atau sebaliknya. Lalu, apakah pengajaran tersebut bertentangan dengan ajaran Alkitab.
“Kalau kita mengerti Alkitab tentu saja bisa membedakannya. Nah, yang menjadi masalah adalah, kalau tidak mengerti Alkitab. Maka sebagai orang percaya kita harus lebih peka lagi terhadap firman Tuhan. Itu memang menjadi tantangan sekaligus peluang untuk belajar firman, berdoa dan mengerti firman. Jadi dibutuhkan pondasi Alkitab yang kuat. Tidak terkecuali bagi anak muda, harus menjadi murid Kristus, tidak sekadar menjadi pengikut. Mengapa, karena seorang murid harus peka terhadap suara gurunya. Jadi tidak sekadar berdoa dan ikut persekutuan. Sebab, banyak orang Kristen di gereja bukan murid, tapi hanya sebagai pengikut. Pemuridan di gereja itu menjadi hal yang sangat penting dan esensial, karena menjadi bagian dari pembinaan iman Kristen dan primer,” terangnya.
Selain itu, di sisi lain disinggung pula mengenai persepuluhan yang juga menjadi bahasan menarik, sering dibicarakan bahkan menjadi bahan perdebatan oleh warganet maupun umat Kristen. Soal wajib tidaknya memberi persepuluhan, tentang itu Pdt. Wim berpendapat sebagai pribadi persepuluhan adalah persembahan minimal seorang percaya dan bentuk komitmen kita dengan Tuhan. Jadi kalau disebut wajib dan tidak wajib, bukan soal itu. Melainkan ekspresi iman kita kepada Tuhan. “Yang menjadi masalah adalah dalam pengelolaannya. Ada gereja tertentu yang dikelola tidak profesional dan tidak jujur, malahan memperkaya diri dan keluarganya, sehingga jadi masalah,” tukasnya.
Sebaliknya, ujarnya, jika dikelola dengan baik, jujur dan profesional serta mengedepankan transparanasi, maka akan menjadi berkat bagi banyak orang. Jangan juga menggunakan ayat Alkitab untuk memperkaya diri. “Jadi semua harus ada laporan yang jelas, sehingga jemaat bisa mengetahuinya dan supaya di rumah Tuhan ada persediaan makanan, memberkati janda miskin, digunakan untuk pelayanan misi dan sebagainya,” tegasnya. Dari apa yang tengah terjadi Pdt. Wim berharap agar setiap umat percaya kiranya memiliki semangat untuk belajar firman, merenungkannya siang dan malam, taat serta menjadi murid Kristus agar iman kita bertumbuh sesuai dengan tuntunan Roh Kudus agar mengarah kepada keserupaan dengan Kristus. BTY