Kala Istilah Kristen Progresif itu Jadi Gunjingan

57
Tuhan Yesus Kristus itu satu-satunya jalan keselamatan yang diimani umat Kristen.
Narwastu.id – Belakangan ini kita dihebohkan dengan munculnya aliran “Kristen Progresif”, yang menjadi perbincangan di kalangan umat Kristiani, termasuk di kalangan para pendeta serta pemimpin gereja. Istilah Kristen progresif muncul ketika seorang pegiat media sosial (Medsos), Brian Siawarta yang juga seorang Kristiani mengemukakan pandangannya tentang Kristen progresif di salah satu podcast di kanal YouTube, beberapa waktu lalu. Secara harfiah Kristen progresif merupakan sebuah gerakan yang menekankan bahwa kehadiran gereja bukanlah syarat utama menjadi Kristen. Namun yang terpenting adalah keadaan hati.
Bagi mereka yang ikut di dalam Kristen progresif, memandang Yesus bukanlah satu-satunya Juruselamat, dengan keyakinan bahwa tindakan baik dapat menjadi jalan keselamatan. Hal ini seperti mendekonstruksi kekristenan yang merujuk pada pengalaman seseorang dalam mempertanyakan, meragukan atau memeriksa kembali keyakinan atau ajaran-ajaran agama yang telah diterima sebelumnya. Kaum progresif bukan sekdar sekelompok umat Kristen yang berubah pikiran mengenai isu-isu sosial dan politik. Namun mereka seringkali menyangkal doktrin iman yang esensial, sehingga mengarahkan mereka untuk memberitakan Injil yang berbeda.
Alisa Childers merupakan penyanyi rohani wanita yang juga penulis buku dari Amerika Serikat, memberikan pendapatnya mengenai Kristen progresif. Dia mengungkapkan, Kristen progresif memandang Alkitab sebagai catatan tentang apa yang diyakini orang tentang Tuhan pada zaman dan tempat mereka hidup. Dan bukan sebagai Firman Tuhan yang diilhami dan berotoritas. Hal ini menjadi penting, karena jika kita mengizinkan diri kita sendiri untuk menyangkal dan atau mengabaikan Alkitab sebagai Kitab Suci yang tidak sesuai dengan prasangka kita tentang siapa Allah dan bagaimana Dia bertindak. Maka secara tidak sadar kita telah memindahkan otoritas kebenaran dari Alkitab ke dalam diri kita sendiri, dengan menggunakan pikiran, perasaan, serta preferensi yang kita miliki.
Selain itu, Alisa mengatakan di dalam gereja-gereja progresif mereka lebih menekankan pengalaman, perasaan, dan opini yang cenderung lebih sebagai kebenaran yang objektif. Ketika Alkitab tidak lagi dipandang sebagai Firman Allah yang definitif, apa yang dirasakan seseorang sebagai kebenaran menjadi otoritas tertinggi untuk iman dan praktik. Jika dilihat lebih jauh, Kristen progresif seperti mendekonstruksi kekristenan yang diajarkan dalam doktrin Kristen konservatif, yang berdasarkan pada berbagai pandangan yang berbeda, pengalaman hidup yang mengubah pikiran, atau mulai merasakan ketidaksesuaian antara apa yang diajarkan dan apa yang dialami atau dilihat di sekitar.
Seperti contoh visi Tuhan Yesus tentang kerajaan Allah mendekonstruksi semua pandangan lama hukum dan aturan serta cara-cara beragama yang lama dan mengajak banyak orang untuk melihat sesuatu yang baru berdasarkan apa yang Yesus bawa. Munculnya Kristen progresif tentu menjadi tantangan iman bagi kita. Karena ujian iman tidak hanya berasal dari problem kehidupan, tetapi juga datang dari luar kehidupan kita, seperti pengajaran yang belum pernah kita dengar dan pengajaran yang lebih mengandalkan perasaan serta logika kita sebagai manusia.
Rasul Paulus mengingatkan kita melalui 2 Timotius 3:15 dalam terjemahan Bahasa Indonesia Masa Kini, “Engkau harus ingat bahwa sejak kecil engkau sudah mengenal Alkitab. Alkitab itu dapat memberikan kepadamu pengertian untuk mendapat keselamatan melalui iman kepada Kristus Yesus.” Munculnya nabi-nabi palsu dan pengajaran-pengajaran baru yang menyesatkan menjadi pertanda akan kesudahan dari dunia ini, namun Tuhan Yesus kembali mengingatkan kita untuk tetap bertahan sampai akhir karena kita akan diselamatkan. TK

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here