Pendidik dan Pendidikan Kita

* Oleh: Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom

57
Penulis dalam sebuah aktivitasnya sebagai dosen di perguruan tinggi swasta di Jakarta.
Narwastu.id – Katanya pendidik itu harus sabar, perhatian, peduli dan memberi waktu untuk anak didiknya. Tapi sudahkah anak didik itu paham dengan itu semua? Kita pun bisa begini, karena pendidik yang jadikan kita, dan sumber daya manusia itu berguna untuk bangsa kita. Seberapa besar kesabaran pendidik memberikan pendampingan dan membimbing? Anak didiklah yang menjawab itu semua. Ada proses belajar dan mengajar, ada peserta didik dan pendidik. Posisi di manakah kita? Anak didik atau pendidik?
Proses belajar formal dilewati dengan beragam pengalaman dan proses transformasinya pun berbagai macam metode. Belajar tidak pernah berhenti, bahkan belajar pun menurut seorang tokoh pendidik Morgan dkk., belajar adalah perubahan perilaku sebagai akibat belajar karena latihan (practice) atau karena pengalaman (experience).
Jadi dapat dikatakan proses belajar kita peroleh dari kayanya pengalaman yang kita peroleh di lapangan. Profesi guru dan dosen memiliki tanggung jawab besar, karena mereka telah mentransfer seperangkat pengetahuan, sikap dan keterampilan yang melekat pada dirinya untuk membentuk, membina dan membimbing serta melatih anak didiknya untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Dan anak didik menerima umpan balik secara kognitif, afektif dan konatif. Ujungnya adalah anak didik yang mengalami perubahan sikap. Seorang pendidik berbagi pengalaman itu juga proses belajar. Dari pengalaman akan banyak menambah ilmu dan pengetahuan, tergantung bagaimana anak didik dapat memahami proses belajarnya.
Mengenal pendidik yang sejati tentu tidak terlepas bahwa pendidik sudah memberikan waktunya untuk pembelajaran. Maka yang menjadi sorotan dan fokus utama tertuju pada kualitas peserta didik sebagai hasil dalam proses pembelajaran yang kreatif, bahkan metode belajarnya lebih variatif dalam proses belajar mengajarnya. Pembelajaran khususnya di Indonesia masih dipandang rendah pola pembelajarannya dibandingkan dengan negara-negara maju. Kita sebut negara Malaysia, yang dulu mereka banyak berguru di Indonesia, namun saat sekarang Malaysia jauh lebih maju di bidang pendidikan. Beberapa negara maju di dunia, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jerman, Kanada, Perancis, Belanda, Cina, Korea Selatan dan Jepang memiliki sistem pendidikan terbaik.
Maka tidak aneh kalau orang Indonesia banyak mengejar beasiswa ke negara tersebut, bahkan untuk dana mandiri pun diupayakan agar dapat tercapai mimpinya di sana. Perjuangan pendidik tidak stop sampai pengajaran saja, masih ada tanggung jawab lainnya. Seorang dosen harus menjalankan penelitian dan pengabdian masyarakat. Pertanyaan yang mungkin perlu perhatian, sudahkah pemerintah mempermudah proses bakti seorang pendidik yang pada kenyataan ada saja regulasi baru yang harus dipenuhi seorang pendidik. Semua berpacu pada kreativitas dan waktu. Dan ini menjadi hal yang wajar kalau seorang pendidik untuk mendapatkan penghargaan harus bisa komitmen dan mampu mempertanggungawabkan juga atas semua regulasi tersebut.
Sehingga draw. Mimpi seorang pendidik, jika melihat anak didiknya dapat tercetak dan punya sumber daya manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Walaupun masih ada saja anak didik yang melupakan pendidiknya. Namun, pendidik tetap berbuat kebaikan dan berkarya tanpa kenal lelah, tanpa keluh kesah serta tak kenal menyerah, demi mengantarkan anak didiknya ke pintu gerbang kesuksesan. Dan itu diraih dengan stimulus, bahkan dengan motivasi yang terus menerus. Pendidik sejati itu adalah pendidik yang berhati mulia, tulus, ikhlas, konsisten dan tetap berkomitmen membimbing dan mendampingi dan mengasihi anak didiknya tanpa berharap imbalan apapun.
Seberapa besar kita sebagai anak didik mulai peka dengan kenyataan seperti ini? Ayo kita bisa seperti ini semua, karena pendidik di samping pendampingan, juga bimbingan yang kita peroleh dari keluarga kita. Inilah yang namanya segitiga emas yang tidak bisa terlepas. Semua akan kokoh dan kuat jika kita mengikuti alur proses belajar yang benar.
* Penulis adalah dosen ilmu komunikasi, praktisi pendidikan, kolomnis di Majalah NARWASTU dan komunikasi dan pemerhati lingkungan dan sosial.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here