Pemerhati Politik Minta Penjabat Kepala Daerah Pro Pancasila

52
Koordinator TePI Jeirry Sumampouw.

Narwastu.di – Pada Mei 2022 lalu, pengangkatan penjabat kepala daerah menyisakan sorotan tentang perlu atau tidaknya suatu regulasi teknis yang mengatur agar penunjukan tersebut menjadi lebih demokratis dan transparan. Selain itu, terdapat isu tentang kebutuhan evaluasi berkala terhadap kinerja penjabat kepala daerah demi menjaga kualitas layanan publik dan pembangunan daerah. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Kamis, 16 Juni 2022 menyampaikan bahwa Kemendagri akan memutuskan untuk penunjukan Penjabat Kepala Daerah selanjutnya hanya akan mengajukan dari Pejabat Sipil. Disampaikan Tito rencana Kemendagri menyiapkan peraturan teknis penunjukan Penjabat Kepala Daerah. Dalam aturan tersebut Kemendagri akan melibatkan DPRD untuk mengusulkan calon Penjabat Kepala Daerah.

Terkait dengan hal itu, peneliti Formappi Lucius Karus, menyampaikan apresiasi atas rencana Kemendagri itu. Melibatkan DPRD dalam proses rekrutmen penjabat tentu akan mencegah munculnya penolakan yang cenderung politis dari DPRD pada saat bertugas. Dengan memberikan ruang bagi DPRD untuk mengusulkan calon Penjabat Kepala Daerah, Kemendagri menunjukkan keinginannya untuk menjalankan praktik berdemokrasi. Lucius Karus menilai baik rencana Kemendagri yang ingin membuat peraturan teknis terkait rekrutmen Penjabat Kepala Daerah. Apalagi rencana itu muncul sebagai respons atas aspirasi publik. Terobosan positif Kemendagri di atas, menurut Lucius, merupakan bentuk komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam penunjukan Penjabat Kepala Daerah.

Walau idealnya terobosan Kemendagri ini sudah harus dilakukan sejak gelombang awal penunjukan Penjabat Kepala Daerah. Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, menyampaikan, aturan teknis pengangkatan Penjabat Kepala Daerah menjadi suatu kebutuhan, setidaknya karena tiga hal. Pertama, aturan terkait terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlainan. Kedua, sebagian aturan cenderung menimbulkan multitafsir. Ketiga, Mahkamah Konstitusi RI dalam putusan No 15/PUU-XX/2022 menyebut pentingnya pemenuhan syarat tertentu sebagai Penjabat Kepala Daerah dan kebutuhan evaluasi berkala.

Diskusi para pakar dan pemerhati politik yang mengkritisi situasi politik Indonesia terkini.

Sementara Jeirry Sumampouw, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) merinci hal-hal yang perlu dimasukkan dalam aturan teknis semacam itu. Aturan perlu memasukkan bahwa seorang calon Penjabat Kepala Daerah tidak memiliki pemahaman ideologi berlawanan dengan Pancasila. Penjabat juga tidak berasal dari TNI/Polri dan menjabat selama satu tahun untuk kemudian dapat diperpanjang untuk jabatan yang sama satu tahun berikutnya. Selama menjabat, dia harus mendapatkan evaluasi berkala, misal setiap empat bulan, dan tidak boleh mencalonkan diri pada Pilkada Serentak 2024 sekaligus menjaga netralitasnya dalam Pemilu.

Sehubungan dengan evaluasi berkala bagi Penjabat Kepala Daerah, Arif Susanto menyatakan hal ini akan menjadi mekanisme untuk menjaga kinerja penjabat dan memastikan bahwa dirinya tidak melanggar larangan untuk tidak membuat kebijakan berlawanan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya. Evaluasi berkala juga penting untuk memperkuat legitimasi politik penjabat kepala daerah, dan untuk itu diperlukan keterlibatan para pemangku kepentingan seperti masyarakat, DPRD, dan Kemendagri. NS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here