Narwastu.id – Hari Raya Paskah tahun ini akan jatuh dan akan kita rayakan bersama sekalipun di tempat yang berbeda pada Hari Minggu 17 April 2022. Hari Paskah merupakan salah satu hari terpenting Kristiani, bahkan bagi sebagian umat menganggapnya lebih penting dan lebih bermakna dibandingkan Natal. Natal adalah hari kelahiran bayi Kristus, yang dilahirkan dari kandungan perawan Maria. Sebagian besar wanita, mengalami melahirkan bayi, atau dengan kata lain setiap bayi dilahirkan dari kandungan seorang wanita. Namun Paskah yang berarti pembebasan dalam hal ini dari dosa, dengan kebangkitan Kristus, hanya satu-satunya peristiwa di dunia dahulu sekarang dan selamanya, dan bersifat kekal, membuka peluang eksodus dari hukuman dosa bagi setiap orang yang beriman kepadaNya.
Tentunya dan oleh karena itu Hari Paskah perlu dirayakan semua umat Kristen dan Katolik karena itu merupakan Hari Kemenangan–Kebangkitan Tuhan Yesus di era Perjanjian Baru, walaupun di era Perjanjian Lama menunjuk pada peristiwa malam terakhir bagi umat Israel sebelum melakukan eksodus; keluar dari tanah Mesir di mana mereka menderita dalam perbudakan selama 400 tahun. Beda makna namun satu kesatuan. Bagi umat Israel atau Yahudi merupakan peringatan akan pembebasan dari perbudakan Mesir sedangkan bagi umat Kristiani dan Katolik merupakan pembebasan dari belenggu kematian kekal. Ternyata dalam Kristus ada kehidupan kekal setelah kematian. Kehidupan di dunia bersifat sementara, sedangkan kehidupan setelah kematian merupakan kehidupan kekal.
Masalahnya oleh karena merupakan pengulangan, menjadi rutinitas banyak dari kita hanya sekadar merayakan tanpa menyelami arti yang dalam, sehingga hanya dirasakan dalam perayaan sesaat di permukaan tidak sampai di lubuk hati yang terdalam. Sekalipun berbeda waktu dan makna bagi umat Yahudi dan umat Kristiani namun keduanya tidak dapat dipisahkan: Di dalam Perjanjian Lama, Paskah atau “Passover” atau “Pesakh” (Ibrani) atau “Pascha” (Yunani) adalah perayaan pembebasan bangsa Israel dari tanah Mesir, di mana pada saat itu diadakan upacara “roti tidak beragi” dan “persembahan anak sulung” dengan “upacara korban domba Paskah”, dan merupakan perintah Tuhan agar dikenang oleh Musa dan bani Israel (Kel. 12:14,17,21).
Pada masa lalu, umat Allah merayakan Paskah dalam berbagai lambang, karena seperti yang dinyatakan dalam Kolose 2:17 dan Ibrani 10:1, hari raya pada masa Perjanjian Lama adalah bayangan dari apa yang akan datang, dan wujudnya adalah Kristus. Pada masa kini, gereja Tuhan di seluruh dunia merayakan Paskah dalam arti yang sesungguhnya dan sempurna, yaitu Kristus Anak Domba Paskah (1 Kor. 5:7-8).
Sejalan dengan makna Paskah dalam Perjanjian Lama, Paskah dalam Perjanjian Baru menunjukkan kasih, anugerah, dan kuasa Allah yang meluputkan umat milikNya dari kutuk dan maut, membebaskan orang percaya dari perbudakan dosa serta memberikan kepastian kebangkitan kekal di akhir zaman, melalui kebangkitan Kristus.
Peristiwa penyaliban, kematian dan kebangkitan Kristus bukan saja mempunyai makna keluaran yang sama dengan Paskah Yahudi. Upacara perjamuan makan “roti tidak beragi” yang diadakan pada hari Jumat malam kemudian menjadi “Upacara Perjamuan Malam” yang dilakukan oleh Yesus dan rasulnya. Upacara perjamuan itu kemudian dijadikan peringatan “Jumat Agung” dalam kalender Kristen. Sekalipun begitu, upacara makan roti perjamuan juga dirayakan setiap umat bertemu dalam persekutuan. Upacara makan roti perjamuan itu menyiapkan penebusan Yesus, di mana Ia menjadi “Dombah Paskah” disalibkan (Yoh. 20:1, 19, 26; Kis. 20:1; Kor. 16:2; Wah. 1:10). Perayaan mingguan mengenang kebangkitan Yesus inilah yang membuktikan dengan jelas bahwa peristiwa kebangkitan Yesus terjadi dalam sejarah, dalam ruang dan waktu, sebab dalam perayaan “Sabat” yang begitu ketat diikuti oleh umat Yahudi dalam praktik umat Kristiani (terutama Yahudi Kristen) telah bergeser menjadi “Hari Tuhan”, yaitu kenangan akan hari kebangkitan.
Tanggal untuk Hari Paskah setiap tahun selalu berubah dan tidak sama. Berbeda dengan Hari Natal, Paskah tidak punya tanggal yang tetap, bulannya pun tidak tetap. Kadang bulan Maret, kadang bulan April. Mengapa begitu? Gereja mula-mula tidak pernah direpotkan dengan persoalan tanggal Paskah. Mereka merayakan Paskah setiap hari Minggu, yaitu hari terjadinya peristiwa kebangkitan Yesus. Bagi mereka, setiap Hari Minggu adalah Hari Paskah. Baru pada abad kedua mulai mengkhususkan Hari Minggu tertentu untuk dirayakan sebagai Hari Paskah setahun sekali. Persoalan yang timbul kemudian, tanggal manakah yang sebaiknya dipilih sebagai Hari Paskah tahunan itu?
Jemaat Kristen Yahudi berpendapat, bahwa Paskah sebaiknya dirayakan sebagai pengganti Paskah Yahudi. Jadi, tanggalnya adalah hari ke-14 dalam bulan Nisan (bulan pertama dalam kalender Yahudi sesudah pembuangan Babel bersamaan dengan bulan Maret dalam kelender Masehi), tanpa mempersoalkan hari. Lain halnya dengan jemaat-jemaat Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa non-Yahudi. Mereka berpendapat bahwa Paskah dirayakan pada Hari Minggu. Yang masalahnya Hari Minggu yang mana? Pada tahun 325, dalam persidangan gereja di Nicea, ditetapkan dengan resmi sebuah patokan bersama untuk menetapkan tanggal peringatan Paskah.
Patokan itu adalah Paskah dirayakan pada Hari Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh pada tanggal 21 Maret atau sesudahnya, yaitu tanggal permulaan musim semi, apabila bulan purnama itu jatuh pada Hari Minggu, Paskah akan dirayakan pada Hari Minggu berikutnya. Keputusan tersebut dipegang terus oleh semua gereja di dunia hingga saat ini. Dengan patokan itu, setiap tahun Paskah jatuh antara tanggal 22 Maret sampai 27 April. Kalau Paskah sudah kita ketahui, akan mudah menentukan hari raya gerejawi lain di sekitar Paskah, seperti Jumat Agung (tiga hari sebelum Paskah), kenaikan Tuhan Yesus (40 hari sesudah Paskah), dan Pentakosta (50 hari sesudah Paskah).
Kita berhenti sejenak dengan perenungan kita di atas, dan kembali kepada situasi kita saat ini yang sudah berjalan dua tahun di masa pandemi Covid-19, dengan mutasi Omicron yang sudah semakin ringan dampaknya sekalipun sangat masif pada penyebarannya. Tahun 2020 disambung 2021 merupakan nightmare; mimpi buruk, di mana seluruh umat manusia, termasuk kita umat Kristiani tidak terluput dari serbuan virus Covid-19 ini yang menghalangi kita untuk mengadakan pertemuan-pertemuan gerejawi pada hari-hari ibadah Minggu maupun pertemuan doa. Namun kita bersyukur bahwa dengan semakin meratanya vaksinasi berarti secara fisik semakin bertahan terhadap sengatan virus Covid-19 pertemuan-pertemuan dapat kembali berlangsung sekalipun terbatas. Kita bisa merayakan Paskah dalam pertemuan ibadah.
Namun sekalipun tidak dapat mengikuti dalam pertemuan, hendaknya kita tetap menyukuri dan memperingati Paskah di rumah masing-masing bersama dengan keluarga kita, dan jika memungkinkan memberitahu dan mengajak umat lain untuk juga dapat memperingati Paskah, karena sesungguhnya Paskah bukan hanya untuk orang Kristen, namun bagi seluruh umat manusia. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). Selamat Paskah. Tuhan Yesus memberkati. Amin.
* Penulis adalah salah satu Penasihat Majalah NARWASTU.