Sisi Lain STT IKAT Usia 35 Tahun

* Oleh: Dr. Tema Adiputra Harefa, M.A.

233

Narwastu.id – Usia perguruan tinggi/kampus yang sudah mencapai 35 tahun, bukanlah sesuatu yang biasa-biasa saja. Sekolah Tinggi Teologi (STT) IKAT dalam hal ini yang berulang tahun di bulan Februari 2021 ini sungguhlah telah melalui perjuangan panjang. Catatan sejarah/jejak digital mengungkap hal tersebut, seperti yang ada di bawah ini. STT IKAT tentu saja mengalami tahap perintisan. Yang dikategorikan dalam tahun 1985-1991. Pada waktu itu, tepatnya bulan September 1985 ada kondisi, yakni ditantang dengan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dalam pengabdian pelayanan di Lembaga Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia dan di Youth for Christ. Kebutuhan tersebut, yaitu sumber daya manusia untuk melayani di PKAI dan untuk menyiapkan Guru Agama Kristen di sekolah-sekolah dasar dan menengah dan perguruan tinggi melalui Youth For Christ.

Untuk itulah dirumuskan dan dipersiapkan suatu Lembaga Pendidikan Tinggi Teologi/Agama Kristen dengan nama: INSTITUT KEGURUAN ALKITAB DAN TEOLOGI. Disingkat dan disebut “IKAT.”

Selanjutnya dalam tahap pendirian, pada Januari 1986 dimulai merekrut mahasiswa pertama dengan jumlah mahasiswa sebanyak 14 orang dan 7 dosen. Pada tanggal 5 Januari 1986 dipersiapkanlah semua dan uji coba perkuliahan. Dan selanjutnya pada tanggal 12 Februari 1986,  Perguruan Tinggi Teologi dengan nama Institut Keguruan Alkitab dan Teologi IKAT dideklarasikan, bertempat di Jalan Tanah Abang II No. 28, Jakarta Pusat. Tanggal ini yang disepakati sebagai hari ulang IKAT, yang dalam perjalanan pengabdiannya dengan taat pada peraturan pemerintah, akhirnya dikenal/berganti nama sebagai STT IKAT.

Saya mulai mengenal STT IKAT dari sahabat saya, Pdt. Dr. Jimmy Polii, Direktur Pascasarjana STT IKAT, yang pada waktu itu mengisi acara di Radio Pelita Kasih FM, Jakarta. Setelah mendapat informasi yang cukup, maka saya putuskan berkuliah di kampus STT IKAT ini mengambil bidang konseling Kristen. Dan, selanjutnya saya mengenal Ketua STT IKAT, Pdt. Dr. Jimmy Lumintang, yang juga akrab kami sapa dengan “Pak Rektor.” Sekian tahun kuliah dan juga pada akhirnya mengajar di kampus biru ini telah menorehkan catatan-catatan sisi lain.

Kala saya mengajar di kelas pascasarjana, tentu mendapatkan kesan tersendiri. Para mahasiswa dari berbagai profesi telah akrab dengan para dosen dalam kasih persaudaraan. Diskusi-diskusi hangat di kelas semakin menambah wawasan pengetahuan bagi kedua belah pihak. Bahkan, pun dalam pelayanan keluar kampus suasana kekeluargaan di pascasarjana ini, sangat terasa. Pernah kami beberapa orang, terdiri dari Pak Rektor, Pak Dirut Pascasajana, dosen-dosen, alumni, dan mahasiswa aktif pergi ke sebuah kabupaten di Sumatera Utara untuk pelayanan. Nah, kegiatan seperti ini pada akhirnya menjadi rutin, dan tentu saja sangat menyenangkan.

Saat saya diminta untuk mengajar di program S1 STT IKAT oleh Pak Rektor, setelah membawanya dalam doa, saya terima. Maka, rutinlah saya ke kampus biru ini di jalan Rempoa Permai, Bintaro, Jakarta Selatan. Acapkali saya berbincang dengan Pak Rektor sebelum atau sesudah mengajar di kelas. Perbincangan yang sangat saling menghargai. Bertukar informasi. Dan juga mendiskusikan hal-hal aktual perihal masalah bangsa dan umat. Diskusi ini sering terjadi di ruang dosen sembari makan siang bersama dengan para dosen dan staf. Iya, ternyata Pak Rektor ini kaya dengan pengalaman hidup di bidang pelayanan dan dunia pendidikan. Pergaulan atau pertemanannya pun luas. Cita-cita dan arah kampus STT IKAT sangat jelas dia ungkapkan pada siapa pun di setiap kesempatan yang ada. Hm…hm…berbincang dengan Pak Rektor ini sangat menyenangkan, apalagi saya dan dia sering berbalas humor. Dan puji Tuhan, Pdt. Dr. Jimmya Lumintang pun termasuk yang pernah mendapat penghargaan dari Majalah NARWASTU sebagai salah seorang Tokoh Kristiani pada 2013. Dia dinilai NARWASTU figur yang setia dan gigih mengajar lewat STT.

Di awal saya masuk mengajar di kampus biru, kondisi bangunan fisik kampus sedikit “memprihatinkan.”  Namun itu tidak membuat semangat dosen dan mahasiswa menjadi “loyo”. Doa dan usaha pun dilakukan untuk merenovasi gedung kampus. Dan puji Tuhan, tahun-tahun belakangan ini begitu banyak alumnus dan mahasiswa (terutama yang pascasarjana, juga donatur lain) tergerak hati memberikan donasi yang relatif besar/banyak; sehingga akhirnya bangunan gedung kampus pusat tersebut kini sangat layak dan memiliki aula yg cukup luas dan indah dengan langit-langit warna biru dan awan putih. Berbagai acara dilakukan di situ, dan bahkan ibadah Minggu pun ada di situ.

Memang benarlah, kampus teologi memiliki “atmosfir” dan “spirit” tersendiri. Dengan latar belakang dosen/mahasiswanya dari berbagai daerah. Kehidupan di asrama dan juga aktivitas di kelas dalam pembentukan karakter, sampai pada akhirnya saat mahasiswa telah lulus menjadilah dia sebagai mitra/teman pelayanan sang dosen, ini memang sangat menyentuh hati. Tuhan terus memberkati STT IKAT yang telah memasuki usia 35 tahun. Amin.

* Penulis adalah akademisi, rohaniwan, jurnalis senior di radio, dan anggota pengurus Forum Komunikasi Tokoh-tokoh Kristiani Pilihan Majalah NARWASTU (FORKOM NARWASTU). 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here