Pdt. Wilhelmus Latumahina (1955-2020) Termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2020 Pilihan NARWASTU”

416
Pdt. Wilhelmus Latumahina, S.Th. Sudah bersama Bapa di surga.

Narwastu.id – Majalah NARWASTU yang kita cintai ini, setiap akhir tahun selalu hadir dengan sajian khusus, yakni menampilkan “21 Tokoh Kristiani Pilihan Majalah NARWASTU” selain menyajikan tulisan-tulisan seputar Natal dan menyambut tahun baru. Seperti tahun-tahun lalu, tokoh-tokoh yang ditampilkan ini merupakan figur yang pernah diberitakan di majalah ini. Dan mereka dianggap Tim Redaksi Majalah NARWASTU figur yang inspiratif, mampu memotivasi, Pancasilais dan peduli pada permasalahan gereja dan masyarakat. Ke-21 figur ini diseleksi Tim Redaksi NARWASTU dari 100 lebih tokoh Kristiani yang pernah dipublikasikan Majalah NARWASTU.

Dan ada di antaranya berlatar belakang rohaniwan, akademisi, pakar hukum, pimpinan partai politik, wakil rakyat, pimpinan gereja, motivator, pejabat negara, jenderal purnawirawan, pengusaha, pimpinan ormas Kristen dan jurnalis. Majalah NARWASTU menilai mereka adalah sosok-sosok berpengaruh dan bisa menjadi teladan di tengah masyarakat. “Tokoh-tokoh yang kami tampilkan ini dikenal karena aktivitasnya yang menginspirasi, punya ide-ide atau pemikiran-pemikiran yang inovatif, mencerahkan, bahkan kontroversial, sehingga tak jarang jadi pembicaraan publik atau pemberitaan di media,” kata Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos, kepada pers baru-baru ini di Jakarta.

“Tokoh Kristiani yang ditampilkan ini, kembali kami garisbawahi merupakan sosok yang pernah muncul dalam pemberitaan majalah ini. Dan mereka pernah ‘membuat berita’ atas kiprah atau kegiatannya yang positif. Ke-21 tokoh ini bukanlah figur yang sempurna, karena mereka pun manusia biasa. Namun kami menilai mereka insan-insan Indonesia yang ikut membangun peradaban di tengah masyarakat dan bisa menularkan nilai-nilai kebaikan atau hal-hal yang positif pada sesama. Dan ke-21 tokoh ini sudah kami seleksi sejak Agustus 2020 lalu, dan profil singkat yang dipublikasikan ini merupakan apresiasi kami sebagai insan media bagi mereka di akhir tahun 2020 ini,” pungkas Jonro Munthe, yang merupakan lulusan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta, alumni Lembaga Pendidikan Pers Doktor Soetomo (LPPDS) Jakarta, dan peraih award sebagai “Jurnalis Muda Motivator 2009 dari Majelis Pers Indonesia.”

Ke-21 tokoh Kristiani 2020 pilihan Majalah NARWASTU kali ini, yakni (1) Mayjen TNI (Purn.) Jan Pieter Ate, M.Bus, M.A., (Mantan petinggi di Kementerian Pertahanan RI), (2) Febry Calvin Tetelepta, M.H. (Deputi I Kantor Staf Presiden RI), (3) Pdt. Dr. Victor Tinambunan, MST (Teolog HKBP), (4) Pdt. Wilhelmus Latumahina/alm. (Pencipta lagu “Hidup ini Adalah Kesempatan”), (5) Kamaruddin Simanjuntak, S.H. (Pengacara), (6) Dr. Rofinus Neto Wuli, Pr. S.Fil., M.Si (Rohaniwan), (7) Hulman Panjaitan, S.H., M.H. (Pakar hukum), (8) Yunie Murwatie, S.E., CTM (Pengusaha), (9) Dr. Sahat HMT Sinaga, S.H. (Penatua gereja dan notaris), (10) Derman P. Nababan, S.H., M.H. (Hakim Pengadilan Negeri), (11) Pdt. Nicodemus Sahbudin, M.Th, M.A. (Pemuka masyarakat Dayak dan rohaniwan), (12) Danang Priyadi, M.M. (Motivator), (13) Darwis Manalu (Pengusaha dan penatua gereja), (14) Dr. Ir. Rahmat Manullang, M.Si (Cendekiawan), (15) Frans M. Panggabean, M.M., MBA (Pengusaha), (16) Dwi Sapta Sedewa Brata (Cendekiawan), (17) Murfati Lidianto, S.E., M.A. (Anggota DPRD Kota Bekasi), (18) Maretta Dian Arthanti (Anggota DPRD Banten), (19) Dr. Ir. Martuama Saragi, M.M. (Tokoh masyarakat), (20) Drs. Paul Maku Goru, M.M. (Jurnalis senior), dan (21) Sahat M.P. Sinurat, S.T., M.T. (Pimpinan ormas Kristen).

Pencipta Lagu “Hidup ini adalah Kesempatan” Telah Tiada

Lagu rohani yang satu ini sudah akrab di telinga kita, judulnya “Hidup ini adalah Kesempatan.” Lagu yang mungkin pernah kita dengarkan dinyanyikan atau diperdengarkan di gereja kita masing-masing. Lagu yang juga sering diperdengarkan di berbagai kesempatan ini, di kanal YouTube dapat kita temui dinyanyikan oleh berbagai kalangan, dari usia muda sampai lanjut usia, dari kalangan Kristen sampai yang beragama lain. Bahkan Menteri Kesehatan RI, Letjen TNI (Purn.) Terawan pernah menyanyikan lagu ini dengan seragam TNI di ruang kerjanya.

Apa yang menjadikan lagu ini terasa istimewa dan menjadi berkat bagi begitu banyak orang? Siapa penulis lagu ini? Apa yang melatarbelakangi dibuatnya lagu ini? Lagu ini ditulis oleh Pdt. Wilhelmus Latumahina, Gembala Sidang GBI (Gereja Bethel Indonesia) Bethesda di Serpong, Tangerang, Banten. Pembuatan lagu ini bermula dari pergumulan berat yang dialami pendeta yang panggilan akrabnya Emus ini. Di tahun 2004 lalu anak sulungnya, Sammy yang baru saja lulus SMA meninggal dunia karena kecelakaan.

Dalam pergumulan beratnya itulah, suami dari Pdt. Sonya Kolly ini mengimani dalam hidup ini Tuhan memberikan tenggang waktu bagi kita, sehingga waktu yang terbatas itu tidak kita sia-siakan begitu saja. Hamba Tuhan yang juga Ketua Persatuan Masyarakat Kristen Indonesia Timur (PMKIT) ini telah dipanggil pulang ke rumah Bapa di surga, karena serangan jantung pada 12 Mei 2020 lalu, pukul 17.30 di Rumah Sakit Sari Asih, Ciputat, Tangerang Selatan, dan dimakamkan di TPU Astana Raga, Pamulang 2, Banten.

21 Tokoh Kristiani 2019 Pilihan Majalah NARWASTU saat menerima penghargaan di Graha Bethel, Jakarta Pusat, pada 11 Januari 2019. Pemberian penghargaan seperti ini sudah dimulai sejak 2007 lalu di Gedung LPMI, Jakarta Pusat.

Dalam sebuah tulisan Hojot Marluga, anggota Redaksi Majalah NARWASTU ada ditulis tentang pertemuannya semasa hidup dengan Pdt. Wilhelmus. “Di masa hidupnya almarhum adalah Gembala Sidang GBI Bethesda dan pengurus di GBI Perwil 3 Banten. Selain itu, dia Ketua Umum Persatuan Masyarakat Kristen Indonesia Timur (PMKIT). Sebelum dimakamkan jenazah disemayamkan di GBI Bethesda Jalan Sarua Raya No. 29, Tangerang Selatan, Banten. Empat tahun lalu kami pernah berjumpa untuk wawancara.  ‘Waktu Tuhan yang punya. Jadi jalani hidup sebaik-baiknya,’ ujarnya menasihati saya. Saat itu saya mengelola media Kristen Tabloid “Agape“, kami wawancara di sela-sela untuk konsultasi hukum,” tulisnya.

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos diwawancarai wartawan TV, media cetak dan online di sebuah acara pemberian penghargaan kepada 21 tokoh Kristiani Pilihan Majalah NARWASTU.

Saat itu kedatangannya ke kantor pengacara Jhon S.E. Panggabean & Rekan, dan Hotman juga staf humas di kantor itu.  Almarhum bersama istrinya datang untuk mengkonsultasikan soal penyalahgunaan lagu ciptaannya “Hidup Ini Adalah Kesempatan.” Lagu yang bermula dari pergolakan batin ditinggal anak sulungnya. Kisahnya di tahun 2004 lalu pergolakan batin memilukan. Anak bernama Samuel Latumahina tabrakan. Belum pulih duka cita atas kepergian anaknya yang mendadak, anak sekolah minggunya terjatuh dari sepatu roda dan langsung meninggal.

Air mata belum lekang sepeninggal anaknya, Pdt. Wilhelmus harus menguburkan anak jemaat yang baru berumur 8 tahun. Kisah inilah mengawalinya mengarang lagu. Hidup memang rapuh. Tak ada yang patut dijumawakan. “Jadi pembuatan lagu ini adalah kisah nyata hidup saya. Dilatarbelakangi saat anak saya meninggal umur 17 tahun. Masih dalam suasana batin berduka, dua minggu kemudian saya juga menghadapi kenyataan hidup, anak dari jemaat saya umur delapan tahun meninggal hanya karena terpelanting ketika menggunakan sepatu roda. Hanya jatuh saja, tetapi meninggal,” ujarnya, seperti ditulis Hojot.

Pdt. Wilhelmus sebenarnya awalnya bukan pengarang lagu, tetapi pendeta, namum menyebut dirinya hanya seorang pemuji. “Saya ini pendeta pemuji. Kalau penyanyi semua yang punya talenta pintar menyanyi, tetapi kalau orang yang menetapkan diri pemuji adalah orang yang menyadari penyertaan Tuhan berlaku dalam hidupnya,” jelasnya. Pdt. Wilhelmus tak terus menyalahkan keadaan, dia menyadari bahwa jika masih diberi kesempatan berarti waktunya menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan. “Waktu itu saya duduk dalam satu keheningan dan merenungkan akan hidup,” ujarnya.

Menurutnya, pemantiknya adalah kecelakaan lalu lintas itu. Satu waktu dalam keheningan dia melakukan perenungan hidup dan mengalirlah rangkaian kalimat di pikirannya lagu “Hidup Ini Adalah Kesempatan.” Ini yang tersirat pesan moral dari lagu itu, ada tenggang waktu yang Tuhan beri buat kita. “Artinya ada batasnya. Tidak selamanya kita muda. Tidak selamanya kita kuat. Tidak selamanya kita jaya. Tidak selamanya kita hidup berdaya dan berjaya,” tambahnya.

Saat mengarang lagu itu dirinya berlinang air mata. Saat itu seperti ada suara di relung hatinya. Terbingkailah syair-syair yang terinspirasi dari Mazmur 103: 15-16 berbunyi, “Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga, apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi dia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.” Dari bait itulah kemudian tercipta syair, hidup ini adalah kesempatan/hidup ini untuk melayani Tuhan/jangan sia-siakan waktu yang Tuhan bri/hidup ini hanya sementara/sekuntum bunga di pagi hari/mekar indah harum di padang yang hijau/demikian Tuhan mendandani rumput/gugur bunga bila panas terik/Reff: O Tuhan pakailah hidupku/selagi aku masih kuat/satu saat aku tak berdaya/hidup ini sudah jadi berkat.

Ayahnya Abraham Oktavianus Latumahina tentara sejak dulunya bertugas di Makassar. Ibunya bernama Aksa hanya ibu rumah tangga. Almarhum lahir pada 2 November 1955. Sebelum menjadi pendeta ia adalah pengawai negeri. Lulus kuliah di perguruan tinggi pajak. Lalu berkarier di Departemen Pajak, bahkan sempat menjadi kepala cabang. Tetapi, kariernya di pajak tak membuatnya merasa sejahtera, dan ada kerinduannya melayani. Akhirnya, dia meninggalkan pekerjaan di pajak. Pendek cerita dia terjun ke pelayanan. Sejak menetapkan diri jadi pelayan di Makassar dia mendirikan gereja dari kayu, seperti bangunan darurat, di Desa Togo.

Sejak meninggal, bukan saja jemaat GBI Bethesda yang kehilangan sosok Pdt. Latumahina, tapi kita semua masyarakat Indonesia yang mengenal dan menyenangi lagu ciptaan almarhum. Lagu yang mengingatkan kita bahwa selagi kita hidup di dunia, kita harus menjadi berkat. Sekadar tahu, pada awal Februari 2010 lalu, Pdt. Latumahina sudah janjian dengan wartawan NARWASTU untuk sebuah wawancara. Namun saat tiba waktu untuk wawancara ia tiba-tiba berhalangan karena ada urusan keluarga. Selanjutnya ia mengatakan akan segera mengontak wartawan majalah kesayangan kita ini supaya bisa bertemu guna wawancara. Namun hingga Tuhan memanggilnya ke sisiNya ia tak mengontak wartawan NARWASTU lagi. Dan kini almarhum sudah berada bersama Bapa di surga. Tuhan Yesus menyambutmu di surga, Pak Pendeta. Hidupmu sungguh tidak sia-sia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here