Narwastu.id – Setiap akhir tahun Majalah NARWASTU yang kita cintai ini selalu hadir dengan sajian khusus, yakni menampilkan “21 Tokoh Kristiani Pilihan Majalah NARWASTU” selain tulisan-tulisan seputar Natal dan menyambut tahun baru. Seperti tahun-tahun lalu, tokoh-tokoh yang ditampilkan ini merupakan figur yang pernah diberitakan di majalah ini. Dan mereka dianggap Tim Redaksi Majalah NARWASTU figur yang inspiratif, mampu memotivasi, Pancasilais dan peduli pada permasalahan gereja dan masyarakat. Ke-21 figur ini diseleksi Tim Redaksi NARWASTU dari 100 lebih tokoh Kristiani yang pernah dipublikasikan Majalah NARWASTU.
Dan ada di antaranya berlatar belakang rohaniwan, akademisi, pakar hukum, pimpinan partai politik, wakil rakyat, pimpinan gereja, motivator, pejabat negara, jenderal purnawirawan, pengusaha, pimpinan ormas Kristen dan jurnalis. Majalah NARWASTU menilai mereka adalah sosok-sosok berpengaruh dan bisa menjadi teladan di tengah masyarakat. “Tokoh-tokoh yang kami tampilkan ini dikenal karena aktivitasnya yang menginspirasi, punya ide-ide atau pemikiran-pemikiran yang inovatif, mencerahkan, bahkan kontroversial, sehingga tak jarang jadi pembicaraan publik atau pemberitaan di media,” kata Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos, kepada pers baru-baru ini di Jakarta.
“Tokoh Kristiani yang ditampilkan ini, kembali kami garisbawahi merupakan sosok yang pernah muncul dalam pemberitaan majalah ini. Dan mereka pernah ‘membuat berita’ atas kiprah atau kegiatannya yang positif. Ke-21 tokoh ini bukanlah figur yang sempurna, karena mereka pun manusia biasa. Namun kami menilai mereka insan-insan Indonesia yang ikut membangun peradaban di tengah masyarakat dan bisa menularkan nilai-nilai kebaikan atau hal-hal yang positif pada sesama. Dan ke-21 tokoh ini sudah kami seleksi sejak Agustus 2020 lalu, dan profil singkat yang dipublikasikan ini merupakan apresiasi kami sebagai insan media bagi mereka di akhir tahun 2020 ini,” pungkas Jonro Munthe, yang merupakan lulusan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta, alumni Lembaga Pendidikan Pers Doktor Soetomo (LPPDS) Jakarta, dan peraih award sebagai “Jurnalis Muda Motivator 2009 dari Majelis Pers Indonesia.”
Ke-21 tokoh Kristiani 2020 pilihan Majalah NARWASTU kali ini, yakni (1) Mayjen TNI (Purn.) Jan Pieter Ate, M.Bus, M.A., (Mantan petinggi di Kementerian Pertahanan RI), (2) Febry Calvin Tetelepta, M.H. (Deputi I Kantor Staf Presiden RI), (3) Pdt. Dr. Victor Tinambunan, MST (Teolog HKBP), (4) Pdt. Wilhelmus Latumahina/alm. (Pencipta lagu “Hidup ini Adalah Kesempatan“), (5) Kamaruddin Simanjuntak, S.H. (Pengacara), (6) Dr. Rofinus Neto Wuli, Pr. S.Fil., M.Si (Rohaniwan), (7) Hulman Panjaitan, S.H., M.H. (Pakar hukum), (8) Yunie Murwatie, S.E., CTM (Pengusaha), (9) Dr. Sahat HMT Sinaga, S.H. (Penatua gereja dan notaris), (10) Derman P. Nababan, S.H., M.H. (Hakim Pengadilan Negeri), (11) Pdt. Nicodemus Sahbudin, M.Th, M.A. (Rohaniwan), (12) Danang Priyadi, M.M. (Motivator), (13) Darwis Manalu (Pengusaha dan penatua gereja), (14) Dr. Ir. Rahmat Manullang, M.Si (Cendekiawan), (15) Frans M. Panggabean, M.M., MBA (Pengusaha), (16) Dwi Sapta Sedewa Brata (Cendekiawan), (17) Murfati Lidianto, S.E., M.A. (Anggota DPRD Kota Bekasi), (18) Maretta Dian Arthanti (Anggota DPRD Banten), (19) Dr. Ir. Martuama Saragi, M.M. (Tokoh masyarakat), (20) Drs. Paul Maku Goru, M.M. (Jurnalis senior), dan (21) Sahat M.P. Sinurat, S.T., M.T. (Pimpinan ormas Kristen).
Advokat Handal yang Memimpin PDRIS
Kasus intoleransi dan kebencian antarsesama sering terjadi akhir-akhir ini di NKRI, khususnya pasca jatuhnya rezim Orde Baru, atau lahirnya Orde Reformasi. “Kami melihat begitu banyak penyimpangan di berbagai sektor pemerintahan, swasta dan organisasi kemasyarakatan, sehingga sistem pengelolaan bangsa dan negara menjadi sangat jauh dari cita-cita luhur para pendiri bangsa ini,” jelas advokat muda handal, Kamaruddin Simanjuntak, S.H., pria kelahiran Siborongborong, Tapanuli Utara, Sumut, 21 Mei 1974.
Pendiri kantor pengacara Victoria Law Firm dan penyuka angka 7 ini, mengatakan, gagasan para pemersatu dan pendiri bangsa adalah mengutamakan kepentingan bersama, dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianas sampai kepulauan Rote. Sejak Orde Reformasi bergulir, selain marak kasus-kasus intoleransi, masih banyak kasus lain yang merusak tatanan hidup berbangsa dan bernegara, yaitu korupsi.
Korupsi, kata Kamaruddin, tak akan bisa hilang, karena partai politiklah pencari dan penyaji sumber daya manusia yang akan duduk mengisi lembaga-lembaga negara baik eksekutif maupun legislatif. Negara tak boleh lagi dikelola dengan cara-cara lama, yaitu kebencian dan mahar politik, tapi negara harus dikelola dengan cara profesional, proporsional dan obyektif, serta terbebas dari semangat intoleransi. Setamat dari SMAN 1 Siborongborong tahun 1992, Kamaruddin tak pernah berpikir menjadi pengacara apalagi menjadi ketua umum partai. Dulu saat merantau ke Jakarta ia hanya untuk mengadu nasib. Berbekal kenekadan, karena tak punya uang untuk kos dan tak mau menyusahkan saudara, dia tinggal di kolong jembatan di daerah Klender, Jakarta Timur. Selama tiga bulan hidupnya gelandangan, kerja serabutan untuk bertahan hidup. Dengan berbekal ijazah SMA dia kemudian melamar kerja di satu perusahaan. Tahun 1993 ia diterima bekerja sebagai Customer Service di sebuah restoran.
Dari sana dia sempat membangun bisnis kecil-kecilan, tetapi tak berapa lama tumbang. Dan karena pasang surut dunia bisnis, akhirnya ia jadi tenaga penjual. Dari sana dia tertarik menjadi pengacara. Atas cita-cita itu dia masuk kuliah di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta tahun 2000. Filosofi hidupnya adalah mengandalkan Tuhan dan melayani sesama. Makanya tak ada yang ditakutkannya terhadap problema apa pun. “Satu-satunya cara untuk meraih kesuksesan hanya dengan mengandalkan Tuhan Elohim. Karenanya, agar bisa bertahan kita harus benar-benar berserah kepada Tuhan Elohim, dan tak ada ketakutan menjalankan profesi yang kita geluti,” ujar anggota jemaat Gereja HKBP Kebun Jeruk, Jakarta Barat, ini.
Sejak menemukan panggilannya, dia terus mengembangkan diri. Ia cakap berbicara dan ia terus melatih diri guna menyampaikan gagasannya. Itu sebabnya, dia bisa berjam-jam menyampaikan satu gagasan dengan enjoy. Lalu ditanya, mengapa kemudian ia mendirikan partai? “Ingin mengatasi kebuntuan yang ada. Maraknya kasus intoleransi, kebencian dan kejahatan korupsi perlu disikapi lagi dengan partai baru. Atas dasar itulah lahir PDRIS (Partai Demokrasi Republik Indonesia Sejahtera) pada Selasa, 7 Juli 2020. Kami dirikan partai baru ini untuk memperjuangkan sistem pemerintahan yang bebas dari intoleransi, kebencian dan kejahatan korupsi,” jelas pengacara yang aktif bermedia sosial ini. Putra dari dari (alm.) Midian Simanjuntak dan Nurmaya Pardede ini ingin menjadi berkat bagi orang lain.
Sebagai advokat ia banyak membantu kliennya yang kurang beruntung secara probono-prodeo atau dengan gratis. Namun dia tetap merasa penegakan hukum belumlah tegak di negeri ini. “Hukum belumlah menjadi panglima dan masih jauh panggang dari api, diistilahkan tajam ke bawah dan tajam ke samping/oposisi namun tumpul ke atas. Itulah gambaran penegakan hukum di Indonesia. Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, nyatanya penegakan hukum masih morat-marit dan carut marut,” ujarnya. Dulunya, dia tak pernah bercita-cita menjadi pengacara, apalagi terjun ke politik. Tetapi itulah jalan hidup, membawanya menjadi pengacara. Dan sekarang bertambah berat tugasnya, menjadi ketua umum partai. Dia menyebut, masalahnya politisi kita lebih banyak tak baik. Itu sebabnya, hukum diproduksi bermasalah, termasuk Perda-Perda itu hampir semua bermasalah. Mengapa? Karena diproduksi orang yang tidak baik dan benar. Sementara penegak hukum menggunakan produk hukum yang tak baik itu.
Ditanya, mengapa mendirikan partai? Menurutnya, partai politik yang sekarang, karena sudah mapan, “Semua sudah kotor.” Maka tak mungkin yang kotor ini membenahi negara ini. Kamaruddin menyetir perumpamaan Yesus yang mengatakan, tak seorangpun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru. Dia mencontohkan, orang baru yang masuk ke lembaga yang sudah korup, betapa pun idealismenya tak akan mampu bertahan, tetap tergoda dan jatuh. Awalnya menolak, tetapi lama-lama sudah terbiasa akhirnya mau juga. Selain itu, yang membuat dirinya mendirikan partai karena maraknya korupsi. Tenyata seluruh korupsi pemicunya adalah partai politik. Partai politik sudah rusak. Korupsi dimulai dari ketua umum partai memungut mahar politik. Praktik mahar politik dapat dipahami sebagai transaksi di bawah tangan yang melibatkan pemberian sejumlah dana dari calon pejabat. “Korupsi juga marak karena pemuka agama tak menampilkan suara kenabiannya. Misalnya, ketika orang memberi persembahan besar di gereja, gereja tak ingin tahu asalnya dari mana uang itu,” cetus suami Joanita Meroline Wenji, S.H. dan ayah dari lima orang puteri ini.
Menurutnya, PDRIS adalah partai nasionalis religius yang berdasarkan nilai-nilai universal Alkitab untuk berjuang bagi kemaslahatan umat. Partainya, katanya, terbuka untuk umum. “Yang kami butuhkan untuk pengurus PDRIS bukan ilmu yang tinggi dan bukan uang yang banyak. Ada yang bertanya ke saya, berapa uang dari PDRIS, saya katakan bahwa modalnya T besar. Tuhan. Dan yang kami butuhkan di PDRIS adalah orang-orang yang memiliki hati yang baik dan benar,” jelasnya. GF