Narwastu.id – Pria Batak kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara, 14 April 1964 ini adalah sosok anak bangsa yang nasionalis, cerdas, religius dan peduli persoalan negerinya. Pasalnya, setelah ia pensiun dari bank besar tempatnya bekerja, yakni Bank Mandiri ia kini memutuskan bergabung ke sebuah partai politik Kristiani, Partai Indonesia Damai (PID) yang baru berusia setahun. Pada awalnya ia tak berminat masuk ke partai politik (Parpol) sekalipun selama ini ia cukup aktif mencermati kehidupan sosial, politik, kemasyarakatan dan ekonomi di negeri ini. Namun karena ditawari seorang sahabatnya, lalu melalui perenungan yang cukup lama, akhirnya Drs. Alidin Sitanggang, M.M., M.Th memutuskan untuk masuk ke partai politik nasionalis berbasis Kristen itu.
Semangatnya meningkat masuk ke PID juga karena didukung tokoh nasionalis, Mangasi Sihombing, yang juga Wakil Ketua Umum PID yang selama ini dikenal diplomat senior dan pernah menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Eropa. “Saya sempat bergumul juga saat akan masuk ke partai politik. Dan saya lebih dulu berdoa meminta hikmat dari Tuhan. Dalam doa kepada Tuhan, saya katakan, ‘Kalau memang masuk ke partai politik itu baik, maka bukalah, Tuhan, jalanku.’ Lalu saya berdiskusi dengan istri dan anak-anak saya, dan ternyata mereka mendukung saya masuk ke PID. Saya sudah 30 tahun bekerja di Bank Dagang Negara, lalu beralih ke Bank Mandiri, saya merasa plong karena bisa menyelesaikan tugas dengan baik, dan tak pernah saya dipanggil kepolisian atau kejaksaan. Ini sebuah catatan dalam hidup saya,” ucap ayah tiga anak ini.
Alidin Sitanggang yang hobi melahap berbagai buku dan membaca Alkitab, punya tiga anak, Alleluia Victoria Al Jonak Sitanggang, yang kini sedang menekuni studi S2. Anak kedua Alvin Nicholas Al Jonak Sitanggang kini kuliah ilmu bisnis di Jerman dan anak ketiga Alyssa Maulina Al Jonak Sitanggang sekarang kuliah karena mendapat beasiswa di Universitas Pelita Harapan (UPH) Kota Tangerang, Banten. Dan pendamping setia yang selama menopang dan mendoakan karier Alidin, yaitu istri tercinta Alamsa Siringoringo, M.Th. Alidin menyelesaikan studi S1 Sosial Politik (Sospol) di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Sementara gelar Magister Manajemen ia raih di Universitas Persada Indonesia, Jakarta, dan gelar M.Th dari STT Permata Bangsa Barito, Kota Tangerang, Banten.
Menurutnya, dengan ilmu yang pernah dipelajari di USU yang bersentuhan dengan kemasyarakatan, lalu di Universitas Persada Indonesia yang berkaitan dengan kepemimpinan dan manajemen, serta ilmu teologi, yang berhubungan dengan Tuhan, maka membuatnya semakin percaya diri masuk ke partai politik. “Ditambah lagi pengalaman saya bekerja di bank, yang mengutamakan karakter, maka saya merasa yakin. Dalam karakter ini mesti ada kepercayaan, integritas, profesionalitas, kejujuran dan ketelitian. Dan selama bekerja di bank itu saya jaga untuk menjaga kepercayaan nasabah atau banyak orang pada saya. Saya bukan orang yang suka neko-neko,” ujar mantan Kepala Cabang Bank Mandiri Tanjung Priuk, Jakarta Utara, yang sudah mendapat penghargaan atas kariernya selama 25 tahun dan 30 tahun dari pimpinan Bank Mandiri, karena dia dinilai pekerja keras, profesional, berkarakter dan memiliki dedikasi dan loyalitas tinggi.
Menurut Alidin, ia sangat bersyukur kepada Tuhan karena selama bekerja di Bank Mandiri ia bisa menjaga integritas atau karakternya. Ada banyak godaan dihadapi yang bisa saja membuatnya kaya raya, namun ia menjaga karakter serta tidak mau memberi kredit fiktif pada nasabah. “Di bank pun banyak godaan, seperti halnya di panggung politik. Saya plong bisa pensiun dengan baik dari Bank Mandiri, dan semua itu karena anugerah dan penyertaan Tuhan,” ujar pria Batak yang nasionalis dan cerdas ini.
Alidin Sitanggang yang pernah menjadi aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) saat kuliah di USU Medan, berpendapat, selama ini di dunia politik pun banyak godaan, sehingga ada sejumlah politisi yang terjerumus bahkan masuk penjara karena korupsi. “Kenapa selama ini ada banyak masalah di tengah dunia perpolitikan kita atau masalah di tengah bangsa ini, sebenarnya masalahnya pada karakter. Kalau karakter seseorang itu baik dan bisa dijaga integritasnya, atau apa yang diucapkan sejalan dengan perbuatan maka tak akan muncul masalah. Banyak terjadi korupsi, karena cinta uang. Sedangkan Alkitab mengatakan, cinta uang adalah akar dari segala kejahatan,” kata Alidin yang memegang teguh filosofi orang Batak, yaitu mendidik anak-anaknya bersekolah tinggi atau anakkon hi do hamoraon di au (Anak itulah kekayaan paling berharga).
Bagi Alidin, anak-anak yang dititipkan Tuhan kepada mereka akan dibekalinya dengan nilai-nilai rohani atau keimanan agar senantiasa takut akan Tuhan. Dan anak-anak itu pun akan disekolahkan agar punya pendidikan tinggi supaya kehidupannya lebih baik. “Karena kalau imannya teguh dan pendidikannya baik, maka akan mengubah pola pikir mereka supaya memiliki hidup yang lebih sejahtera di masa depan,” ucap pria yang pernah mengikuti pertukaran pelajar Indonesia pada 1982 bersama 7 orang temannya ke Jerman. “Kalau saya ceritakan pengalaman pertukaran belajar ke Jerman ini pada anak-anak saya, mereka makin semangat untuk belajar. Kalau orangtuanya sudah bisa kuliah sampai program S2 mestinya mereka harus lebih lagi untuk kuliah hingga program S3,” cetus pria yang pernah menjadi Ketua Panitia Festival Budaya Batak di Kalimantan Selatan dan Tengah ini.
Berbicara tentang pendidikan yang diberikan kepada anak-anaknya, Alidin menerangkan, ia punya cita-cita supaya anak-anaknya lebih hebat pendidikannya dari dirinya. Kalau misalnya anaknya bisa dokter diharapkan bisa membantu sesama dan memuliakan Tuhan. Menurutnya, saat ia bertugas di Palembang dan Banjarmasin pernah ia lihat sebuah keluarga yang kaya raya namun tak bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. “Ada lagi anak-anak orang yang kaya justru ribut karena berebut harta warisan orangtuanya yang sangat banyak. Kalau saya berprinsip warisan terbaik orangtua bagi anak-anak adalah pendidikan rohani selain ilmu yang didapat di sekolah atau kampus. Kepada anak-anak mesti diberi orangtua teladan supaya anak-anaknya rajin membaca Alkitab, tekun berdoa dan bersama keluarga mesti kompak beribadah ke gereja,” ujar pria yang sering dijuluki “Pak Pendeta” karena ia terbiasa berkhotbah di acara-acara keluarga dan komunitasnya ini.
Menurut Alidin, umur itu sekalipun sudah tua tak membatasi kita untuk belajar atau menuntut ilmu. Ada dikatakan di Alkitab, umat Tuhan binasa karena kurang pengetahuan, sehingga menuntut ilmu itu penting. “Tapi ilmu yang kita miliki sangat baik jika bisa semakin mempertebal kasih kita kepada Tuhan dan sesama,” ujar Alidin yang hobi membaca beragam buku dan merenungkan situasi kehidupan.
Mengenai situasi Indonesia yang kini dilanda wabah Covid-19 dan krisis ekonomi, Alidin berpendapat, memang saat ini ada banyak pakar yang tampil di TV yang menuding bahwa wabah Covid-19 sebagai biang kerok. “Tapi sebagai umat Kristen kita harus tetap percaya bahwa Tuhan tetap campur tangan di dalam situasi sekarang. Bukan berarti keadaan kita sudah hancur lebur, buktinya pemerintah masih bisa mengatasi keadaan sekarang. Di Alkitab memang ditulis bahwa keadaan dunia ini akan semakin sulit, tapi kita harus berdoa agar bangsa kita terus diberkati Tuhan, dan saat banyak orang pesimis kita harus tetap optimis,” ucapnya.
“Sebab itu, di tengah situasi sukar saat ini kita harus punya waktu untuk bersaat teduh atau bergaul dengan Tuhan. Ketika kita memuji dan menyembah Tuhan serta memanjatkan ‘Doa Bapa Kami’ sebenarnya kita menyembah Tuhan agar Roh KudusNya diturunkan untuk menyertai kita di dalam pergumulan hidup ini. Abraham, Yusuf, Musa, Yosua, Elia dan banyak lagi tokoh Alkitab selalu bergaul dengan Tuhan, sehingga Tuhan terus menyertai dan menolong mereka,” tukas Alidin Sitanggang yang pernah menjadi Ketua Punguan Marga Parna di Banjarmasin dan pernah pula dipercaya menjadi Ketua Parna di daerah Bekasi, Jawa Barat, pada 1997-2000.
Alidin menambahkan, bersaat teduh dan menyembah Tuhan sangat penting karena di situ kita berjumpa dengan Tuhan. “Jadi sebanyak apapun gelar teologi kita, sehebat apapun ilmu teologi kita dan sebanyak apapun jabatan kita di gereja, itu tak ada artinya kalau kita tak ada waktu untuk berjumpa secara pribadi dengan Tuhan. Sehingga kita harus punya kepekaan rohani. Kalau kita ingin menjadi berkat bagi sesama, maka kita harus mau menyembah Tuhan. Kalau kita terbiasa menyembah Tuhan, maka kita akan diberi berkat rohani, kesehatan, pikiran yang damai dan kecukupan. Kita harus cari dulu kerajaan Allah dan kebenaranNya maka yang lain akan ditambahkan Tuhan pada kita. Kita menyembah Tuhan karena kita mencintai Dia. Saya pun masuk partai politik karena mencintai Tuhan dan bukan untuk mencari uang di situ,” cetusnya.
Ketika ditanya, kenapa Alidin Sitanggang tertarik masuk partai Kristen, ia menjawab, karena bangsa ini terutama umat Kristen sesungguhnya masih membutuhkan partai yang berani menyuarakan aspirasi umat Kristen. “Saya lihat di PID ada banyak hamba Tuhan bergelar S.Th dan M.Th, saya berharap dan berdoa agar mereka memiliki integritas tinggi atau karakter. Saat ini sebenarnya masih ada wakil rakyat atau politisi kita yang baik dan bertanggung jawab. Namun ada banyak juga politisi yang oportunis dan kehilangan komitmen. Itu yang membuat banyak orang kemudian alergi pada partai politik, padahal partai politik pun tujuannya baik untuk mensejahterakan rakyat setelah mendapat kekuasaan. Jadi orang Kristen tidak boleh alergi berpolitik, apalagi ada PID perlu kita dukung. Di cerita Alkitab ada figur Yusuf yang setelah memiliki kekuasaan baru bisa berbuat banyak untuk rakyat,” terangnya.
“Dan saya pernah menonton film tentang Ahok (Ir. Basuki Tjahaya Purnama, M.M.). Di film itu diceritakan orangtua Ahok yang menegaskan bahwa kita harus punya kekuasaan dulu baru bisa melayani rakyat. Dan Ahok sudah membuktikannya, dia pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta dan bisa melayani rakyat. Sehingga kalau kita ingin melayani rakyat atau ingin berbuat banyak bagi masyarakat kita mesti masuk partai politik, dan jangan jago kandang,” ujar Alidin yang ikut berperan membuka kepengurusan daerah PID di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat dan Kalimantan Utara. Dan kini PID sudah ada di 33 provinsi. Alidin juga kini dipercaya sebagai Ketua Bidang Perekonomian DPP PID. Menurutnya, kalau ia masuk di parpol Kristen, maka akan bisa masuk ke semua denominasi gereja untuk melayani karena sifat parpol itu lintas suku, lintas gereja dan bersifat nasional.
Pria yang bergumul dalam doa hingga tiga bulan sebelum memutuskan masuk ke PID ini menerangkan, tokoh-tokoh Alkitab seperti Yusuf dan Musa sudah membuktikan bahwa mereka terjun berpolitik dan tidak jago kandang. “Yusuf itu politisi dan tidak mempan pada godaan istri Potifar dan godaan politik. Dia bergaul erat dengan Tuhan sehingga imannya kuat, serta dia tidak jatuh pada godaan wanita, harta dan tahta. Dia punya nilai-nilai hidup, harga diri dan bisa menjaga nama baik keluarganya,” cetus Alidin yang semasa mudanya pernah menjadi Ketua Pemuda GPdI di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Lantas apa pendapat Alidin tentang perayaan Natal 2020 dan menyambut Tahun Baru 2021 di masa wabah Covid-19 ini? Ia menjawab, Natal itu sebenarnya momen kita berefleksi dan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Natal itu pun kesederhanaan, sehingga yang kita utamakan adalah nilai-nilai rohani supaya iman kita bertumbuh untuk terus menyembah Tuhan. “Wabah Covid-19 sesungguhnya bukan satu-satunya penderitaan yang akan kita hadapi. Akan ada lagi penderitaan yang kita hadapi dalam bentuk lain. Hidup ini sangat rentan dengan masalah, sehingga kita jangan lost control, tapi teruslah mendekat kepada Tuhan. Hikmat dari Natal itu sesungguhnya adalah kesederhanaan dan cinta pada Tuhan. Yesus yang kita sembah adalah kasih, sehingga kita harus berupaya agar memiliki perasaan dan pikiran Kristus,” pungkas Alidin yang terbiasa mendengar khotbah dan berdoa berjam-jam lamanya. GH