Narwastu.id – Kita harus mengerti untuk apa kita ada di dunia ini. Sudah jelas pasti ada yang mendesain dan punya rencana untuk apa kita ada di dunia. Bagi orang percaya, yang melakukannya adalah Tuhan. “Saya terlalu yakin bahwa tak ada hidup yang terjadi tiba-tiba, sebab tak ada yang terjadi tanpa seizinNya. Pemahaman itu yang harus kita ketahui,” ujar Ronald Simanjuntak, S.H., M.H., pengacara senior dan Ketua Dewan Penasihat DPC PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) Jakarta Timur yang aktif melayani ini. Pria kelahiran Desa Adian Padang, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 26 Oktober 1960 ini menambahkan, jika kita sudah tahu siapa yang mendesain kita, yaitu Tuhan, maka kita harus membangun relasi dengan Tuhan.
Lalu, pertanyaannya, bagaimana kita mengenal Tuhan? Tentu, ada tiga hal Tuhan itu memperkenalkan diriNya kepada kita. Pertama, mengenal Dia melalui firmanNya. Kalau kita mempelajari firmanNya, maka kita mengerti siapa Tuhan yang menciptakan kita. Kemudian pengenalan akan Dia melalui Roh Kudus untuk pengenalan akan Tuhan. Dan yang terakhir, pengenalan kita akan Tuhan melalui peristiwa hidup sehari-hari. Maka, kalau dari sini kita benar-benar akan mengenal Dia, tentu dengan hubungan yang erat dengan Dia. Keintiman itu dibangun erat dengan Dia, maka kita mengenal Dia bicara dengan kita, tambahnya.
Kita tahu Tuhan tak pernah merancangkan rencana kecelakaan kepada umatNya, tetapi justru rancangan damai sejahtera, yang indah dan kebaikan. Namun masalahnya kita sering terbuai oleh karena masalah, kita lupa menyerahkan sepenuhnya kehidupan kita kepadaNya. Karena itu, reaksi kita terhadap masalah itu yang perlu dipersiapkan. Bagaimana kita merespons dan menghadapi masalah, itu juga menunjukkan siapa Tuhan yang kita percayai. Jika ada masalah, teduh, tetap tenang, tidak grusa-grusu dalam mengambil keputusan, bahkan tak perlu khawatir apalagi ketakutan.
Jika dihubungkan dengan kondisi sekarang dalam menghadapi pandemi Covid-19, katanya, dalam Alkitab dikatakan, ada empat hal, mengapa Tuhan mengizinkan masalah di dalam kehidupan manusia. Pertama, kita harus sadar betul bahwa memang dunia ini dirancang bukan untuk kekal untuk keabadian. Dunia ini sudah terkutuk. Dunia ini hanya tempat jeda, sementara. Dunia ini seperti tempat kemah, dibuat sementara, tak permanen. Karena tenda, satu saat hal itu akan dibongkar. Dunia ini jangan berharap jadi tempat yang paling nyaman. Jelas itu tak mungkin, dunia sudah terkutuk. Maka, kedua akibat dosa manusia harus menanggungnya, mati. Walau manusia memberontak, berdosa, rencana dan rancangan Tuhan untuk manusia itu tak pernah gagal. Masalah boleh datang, tantangan dunia bisa menggila, tetapi rancangan Tuhan tak pernah gagal.
“Ada tiga unsur dalam diri manusia, tubuh, jiwa dan roh. Yang mati adalah tubuhnya. Namun masalahnya manusia hanya sibuk mempermasalahkan hal-hal yang fisik semata. Akibat kesalahannya manusia berdosa. Misalnya, sudah tahu rokok itu berpotensi merusak kesehatan, mengakibatkan kanker dan penyakit jantung, tetapi masih saja banyak orang merokok, justru orang terkaya itu dari usaha rokok. Atau, sudah tahu tidur yang tak teratur itu mengakibatkan sakit, tetap saja melakukan demikian. Sudah tahu makan sembarangan itu tak baik, tetapi tetap saja ada orang yang tak peduli dan memakan apa saja,” jelas ayah tiga anak ini.
Ronald menikah dengan (alm.) Rosmaida boru Girsang. Dari pernikahan tersebut Tuhan karuniakan tiga anak. Anak pertama, Paul, lahir tahun 1989. Lulus S1 dari UGM Yogyakarta, lalu mendapat gelar S2 dari dua universitas ternama; Universitas Indonesia dan Universitas Leiden, Belanda. Anak kedua, seorang perempuan, lahir tahun 1991. Namanya Hana Chovicha boru Simanjuntak. Lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. Sekarang hendak menempuh pendidikan spesialis sembari asisten dosen, dan bekerja di klinik kecantikan di bilangan Kepala Gading, Jakarta Utara. Anak ketiga perempuan lahir tahun 2004. Namanya Kerenhapuch boru Simanjuntak. Saat ini menempuh SMA di bilangan Cibubur, Jakarta Timur. Sejak Tuhan memanggil istrinya, Ronald memantapkan diri tak menikah lagi.
Kembali ke perbincangan di awal. Menurutnya, dosa ada oleh kekurangtaatan manusia terhadap kehendak bebas manusia. Tuhan tak mau manusia seperti robot, tetapi Tuhan ingin menjadikan manusia punya inisiatif untuk menentukan sendiri dengan diberi kehendak bebas. Tetapi, lagi-lagi manusia tetap saja tak taat kepada Tuhan. Kita jangan lupa, bahwa hakikat Tuhan itu tak ada unsur paksa, diberikan kebebasan kehendak kepada manusia. “Dia kasih adanya. Dia tak mempengaruhi dan dipengaruhi. Itu sebabnya, manusia harus sampai kepada perenungan diri, apakah langkahnya salah, karena diberi kemampuan memahami dan menilai itu. Orang yang menyadari salah langkah, akan bertobat dan meninggalkan jalan-jalan yang salah. Menurutnya introspeksi, memperbaiki diri itulah solusinya karena berbuat yang salah,” tukas pria yang termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2019 Pilihan Majalah NARWASTU” ini.
Oleh karena itu, menurutnya, maka tak tepat orang main tengking-tengking, berdoa lalu seluruhnya mulus, berjalan sempurna. Bukan demikian, justru ada proses yang harus dituruti dan dijalankan. Justru orang demikian semacam orang yang tak bertanggung jawab. Asal ada masalah doa, dan berdoa otomatis seluruh masalah bisa diselesaikan. Selanjutnya, mengapa Tuhan mengizinkan kesulitan di dunia, agar manusia bergantung kepadaNya, dan kuasaNya dinyatakan. “Agar manusia sampai pada penyadaran diri bahwa dalam segala sesuatu yang terjadi atas seizinnya, walau tadi jelas, bahwa rancanganNya bukan rancangan jahat tetapi damai sejahtera. Tuhan mengizinkan masalah bagi kehidupan manusia untuk menumbuhkan ketergantungan kita kepadaNya. Jelas Tuhan tak menjadi kesulitan untuk tujuan manusia, tetapi lewat kesulitan Tuhan mengajar manusia untuk kembali kepadaNya,” tambahnya.
Tentu, kembali untuk memahami seluruh rancanganNya, kita harus memahami siapa Pencipta kita. Tentu, yang terakhir kesulitan diberikan untuk menjadikan umatNya bertumbuh. Jika Tuhan izinkan kesulitan diberikan untuk dipikul, itu artinya Tuhan ingin mendidik agar makin dewasa secara iman bahwa kuasa Tuhan tak pernah meninggalkan orang yang memohon pertolongan dan penyerahan dirinya yang jelas dan iman bertumbuh. Dalam Kitab Suci jelas dikatakan, iman bertumbuh oleh karena pendengaran Firman Tuhan, dan kedua karena penderitaan.
Tak ada iman yang bertumbuh, jadi kuat jika tak melalui itu. Kebiasaan untuk terus mengasuh batin dengan membaca firmanNya, tak selalu ikhlas menjalani kesulitan jika diperkenankan dialami. Kita tahu bersama tanggungan yang diberikan tak akan melebihi kemampuan manusia. Lewat ujian, mampu melewati rintangan itulah yang membuat naik kelas. Dan bukti seseorang bertumbuh dalam iman ketika dia diperhadapkan dengan kesukaran, maka benar karakter seseorang akan teruji ketika dirinya menghadapi kesukaran hidup, apakah tekun dan tabah menjalani atau menghindarinya mencari jalan gampangan.
Lalu, apa yang membuat orang tak sampai kepada Tuhan dari rancangan semula dari Tuhan? Oleh karena pikiran manusia yang dicekoki hanya memikirkan hal-hal sementara ini. Jadi dia hanya melihat apa yang dilihat oleh mata. Dia tak mampu dan tak ingin tahu melihat di luar dari mata fisik. Terkotak dalam pikiran yang membuatnya tak berkembang, berpikir hanya di dalam kotak, seperti katak di bawah tempurung. Semestinya agar bisa sampai memahami tujuan hidup ini, manusia berpikir di luar kotak, tak terkungkung oleh situasi yang ada saja. Jadi, jika seseorang pada ketersadaran ini, bahwa kesulitan tak akan membuatnya berputus asa, tetapi dijadikan pijakan untuk makin dekat dengan Tuhan.
Tentu pemahaman ini bukan sama dengan pemahaman motivator secara umum. Tetapi, iman, kata calon Doktor Hukum dari Univeritas Pelita Harapan, Kota Tangerang (Banten) ini, kita dituntun oleh pemahaman akan firman Tuhan, kesulitan menjadi batu pengujinya. Positif thinking hanya mengubah cara berpikir saja, sedangkan hati tak disentuh. Kita percaya bahwa hanya kuasaNyalah yang mampu mengubah hati. Perubahan sejati itu, pertobatan itu disebut metanoia, bukan sekadar pikiran tersentuh, tetapi hati pun diubahkan. Itulah pekerjaan Roh Kudus.
Kalau demikian, bagaimana menjalani hidup di masa sulit, sambil terus mengasuh hati? Di sinilah kita diminta untuk yakin bahwa penyertaanNya selalu nyata. Tak pernah orang yang percaya diizinkan menjadi pengemis. Maka syukuri saat-saat sulit agar kita bisa makin merasakan bahwa kuasaNya nyata untuk menuntun dan menjaga kita. “Yang terpenting di masa sulit, selain kita mempercayakan seluruh hidup kita kepada Pencipta. Kita kerjakan bagian kita, dan Tuhan kerjakan bagianNya. Artinya kerja keras itu harus, tetapi memberhasilkannya adalah kembali kepada Tuhan,” ujar anak dari Guru Malon Simanjuntak dan Erika boru Sianipar. Ayahnya seorang kepala sekolah, selalu mendidiknya senantiasa berpengharapan. Oleh karena itu, dia berpesan di saat kesulitan perlu ada spirit untuk kreatif dan punya daya juang untuk tetap kerja keras. HM