Narwastu.id – Salah satu tokoh hukum di negeri ini, yang juga advokat/pengacara senior, Said Damanik, S.H., M.H. di sebuah kesempatan mengatakan, sadar atau tak sadar tokoh-tokoh yang diangkat Majalah NARWASTU telah membuka mata publik bahwa mereka berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang. “Kita mesti bersyukur, karena media seperti NARWASTU konsisten memilih tokoh-tokoh Kristiani setiap tahun, lalu diberi penghargaan. Kalau tak diangkat NARWASTU, rasanya tak banyak orang yang tahu apa karya mereka,” ujar mantan Plt. Sekjen DPN PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) dan kini Sekretaris Dewan Kehormatan PERADI serta pejuang HAM yang termasuk dalam “20 Tokoh Kristiani 2009 Pilihan NARWASTU” itu.
Senada dengan itu, advokat dan aktivis HAM yang juga Ketua III PGLII, Y. Deddy A. Madong, S.H., M.A. berpendapat, media Kristen seperti NARWASTU sesungguhnya punya peran amat penting di dalam mengorbitkan calon pemimpin. Pemikiran-pemikiran mereka dan karya nyata mereka diangkat di media, sehingga banyak orang tahu. Kita lihat Ahok, sebelum jadi pemimpin fenomenal dan tokoh antikorupsi sudah dimunculkan NARWASTU. Jadi media Kristen seperti NARWASTU ikut andil dan berdoa untuk melahirkan pemimpin. Dan pemimpin yang punya visi dan misi untuk mencerdaskan bangsa ini mesti terus diangkat NARWASTU,” ujar Deddy Madong yang termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2011 Pilihan NARWASTU.”
Wakil Ketua Badan Hukum DPP Partai NasDem, Hermawi Taslim, S.H. juga menerangkan, pemilihan tokoh-tokoh Kristiani setiap akhir tahun oleh NARWASTU sesungguhnya langkah berani dan inovatif. Karena, kata salah satu Ketua DPN PERADI ini, tokoh-tokoh yang dihimpun NARWASTU berasal dari berbagai latar belakang gereja, politik dan suku. Dan kemudian mereka bisa berkumpul, dan punya sebuah wadah, yakni Forum Komunikasi (FORKOM) Tokoh-tokoh Kristiani Pilihan NARWASTU (FORKOM NARWASTU). “Tak banyak organisasi atau media yang bisa melakukan ini. Kita bisa dikumpulkan NARWASTU, itu luar biasa. Dengan berdiskusi, kita bisa bicara tentang persoalan masyarakat dan bangsa ini,” ujar Ketua Presidium FORKOMA PMKRI ini.
Nah, seperti para tokoh pilihan tahun lalu, di akhir tahun 2017 ini kembali kami pilih “21 Tokoh Kristiani 2017 Pilihan NARWASTU.” Mereka kami nilai sosok pelayan yang mampu menginspirasi dan mampu memotivasi sesuai dengan profesi atau pelayanannya. Misalnya, ada yang aktif di organisasi gerejawi, sosial, politik, hukum, HAM, kepala daerah, aktif di bidang kemasyarakatan, ekonomi, budaya dan pendidikan, dan itu cukup menarik dicermati dan direkam. Dari situlah kami lihat sepanjang tahun 2017 ini ada muncul sejumlah figur pejuang (Baca: tokoh) yang bersentuhan dengan berbagai peristiwa menarik di tengah gereja, masyarakat dan bangsa ini.
Dan seperti tahun-tahun lalu, pada akhir 2017 ini, NARWASTU yang kita cintai ini menampilkan kembali 21 tokoh Kristiani “pembuat berita” (news maker). Dan ada tiga kriteria dari tim redaksi NARWASTU untuk memilih seseorang agar disebut tokoh pembuat berita. Pertama, si tokoh mesti populer dalam arti positif di bidangnya. Kedua, si tokoh mesti peduli pada persoalan gereja, masyarakat dan nasionalis (Pancasilais). Ketiga, si tokoh kerap jadi perbincangan dan muncul di media massa (terutama di NARWASTU), baik karena pemikiran-pemikirannya yang inovatif, aktivitas atau ide-idenya kontroversial. Si tokoh pun jadi figur inspirator dan motivator di tengah jemaat atau masyarakat.
Bagi tim NARWASTU, tak mudah untuk memilih seseorang agar jadi “tokoh Kristiani.” Lantaran kiprahnya harus kami ikuti pula lewat media massa, khususnya media Kristen, termasuk mencermati track record-nya. Pada akhir 2017 ini, kami pilih lagi “21 Tokoh Kristiani 2017.” Seperti tahun lalu, ada berlatarbelakang advokat, politisi, jenderal, tokoh lintas agama, pengusaha, aktivis HAM, pemimpin gereja, aktivis gereja, jurnalis, pimpinan ormas, dan aktivis LSM.
Dari hasil seleksi tim NARWASTU sejak awal September 2017 lalu, dari 100-an nama yang terkumpul, berikut kami tampilkan 21 tokoh, yakni: (1) Prof. Thomas Pentury, M.Si (2) Drs. Steven Kandouw, (3) Dr. Ayub Titu Eky, (4) dr. Gilbert Simanjuntak, (5) Dennis Firmansjah, (6) Piter Siringoringo, S.H., (7) Pdt. Dr. Robinson Butarbutar, (8) Laksma TNI (Purn.) Paruntungan Girsang, M.Sc, (9) Dr. dr. Ampera Mattipanna, (10) Pdt. Osil Totongan, S.Th, M.Min, (11) Pdt. R.T. Lukas Kacaribu, S.Sos, M.M., S.H., M.H., (12) Pdt. M. Tomana, M.Th, (13) Pdt. Gunawan Iskandar, S.E., M.M., (14) Jemmy Mongan, (15) Pdt. William Wairata, (16) Ir. Fajar Seto Hardono, M.M., (17) Esra Manurung, (18) dr. Aris Tambing, MARS, (19) Heben Heser Ginting, S.E., AM.d, (20) Pdt. Halomoan Simanjuntak, S.Th dan (21) Jefri Kadang.
“Kepada Bapak/Ibu dan saudara yang terpilih masuk dalam 21 tokoh Kristiani tahun ini, kami sampaikan, inilah hadiah Natal terindah atau apresiasi dari Majalah NARWASTU sebagai insan media kepada Bapak/Ibu dan saudara. Bapak/Ibu dan saudara selama ini kami nilai pula telah ikut membentuk karakter bangsa ini, selain bisa menginspirasi dan memotivasi banyak orang. Akhirnya, kami ucapkan: Selamat Natal 2017 dan Tahun Baru 2018, kiranya Tuhan Yesus Yang Maha Rahmat senantiasa memberkati kita sekalian, amin. Syalom,” tulis Redaksi Majalah NARWASTU pada akhir tahun 2017 itu di Majalah NARWASTU Edisi Desember 2017-Januari 2018 lalu.
Nah, sekarang kita soroti salah satu tokoh terpilih, yakni Pdt. Dr. Robinson Butarbutar. Menjadi pendeta tak saja hanya butuh dedikasi, waktu dan pendidikan mumpuni. Tapi juga berkarakter imam dan pelayan. Pdt. Dr. Robinson Butarbutar yang lahir pada 1 Januari 1961 di Bah Jambi, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, adalah satu dari banyak hamba Tuhan yang patut diacungi jempol. Mantan Calon Ephorus HKBP ini sudah dipercaya sebagai Ketua Rapat Pendeta HKBP. Sekolah dasar hingga SMP dilewati Pdt. Butarbutar di Bah Jambi, dan Pendidikan Guru Agama di Pematang Siantar. Lalu menamatkan Sarjana Muda Teologi tahun 1985, dilanjutkan Sarjana Teologi tahun 1987 di STT HKBP Pematang Siantar. Kemudian Master of Arts dalam bidang Penafsiran Alkitab tahun 1990 di London Bible College, Inggris, dan Doktor Teologi tahun 1999 di Trinity Theological College, Singapura, dengan Tyndale House Cambridge, Inggris, sebagai tempat penelitian lanjut.
Kehidupan di masa kecil membebat mentalnya. Setiap hari berjalan kaki berkilo-kilo meter, sesekali naik sepeda ke Nagojor untuk menggarap sawah di lahan milik orangtuanya. Di sela-sela membantu orangtua di sawah, ia sedari kecil sudah biasa ke gereja bersekolah minggu. “Saya selalu memperhadapkan keyakinan iman saya sebagai anak petani. Saya sering berdoa di sawah, memohon agar Tuhan menjagai padi kami dari serangan hama, dari serangan tikus, dan dari serangan burung. Tak selalu doa saya kelihatan terjawab,” akunya.
Bahkan, pernah ketika melihat suatu pagi, padi yang siap dipanen, habis dimakan hama wereng. “Habis dibabat tikus, dan ludes dimakan ribuan burung,” ujar suami Srimiaty Rayani Simatupang, M.Hum ini. Sebagai teolog yang sudah mendalami Firman Tuhan ia menyadari kuasa Tuhan itu bisa dirasakan melalui doa. Hal itu makin kuat saat ia belajar di STT HKBP. Tak ada yang kebetulan, pembimbing rohaninya Pdt. Dr. David Leslie Baker yang kemudian memintanya membantu mengajar mahasiswa Pendidikan Agama Kristen di STT HKBP di bidang Pengetahuan Isi Alkitab.
Penulis buku Paul and Conflict Resolution yang diterbitkan Paternoster Press, Inggris, pada 2007 ini merasakan pembinaan rohani yang signifikan dari Dr. Baker. Dia sampai pada pemahaman bahwa kejahatan marak karena orang baik tak aktif memperjuangkan yang baik. Dari Dr. Baker ia merasakan pembinaan rohani, yang menyebabkan ia selalu membiasakan diri membaca Alkitab dan berdoa sungguh-sungguh. Hal itu bukan saja ketika mahasiswa, bahkan sampai sekarang itu jadi habitusnya. “Hubungan pribadi itu harus terus terjalan pada Sang Sumber Hidup,” katanya.
Sejak mahasiswa kemampuan akademiknya di atas rata-rata. Saat menyelesaikan kuliah, ia menghadapi meja hijau dengan skripsi “Rencana Allah Menurut Roma 9-11.” Salah satu pengujinya tokoh sekaliber Pdt. Dr. SAE Nababan, yang merasa terkesan dengan hasil ujian meja hijaunya yang memuaskan. Selanjutnya ia kuliah di Cambridge. Selesai kuliah di Inggris pada Oktober 1990, ia ditempatkan di HKBP Lumbanbaringin, Sipoholon, Tapanuli Utara, Sumut. Pada Januari 1992 ia menerima penugasan dari pimpinan HKBP jadi staf kantor pusat untuk bidang oikoumene.
Kemudian ia menerima pentahbisan kependetaan pada 9 Mei 1993 di HKBP Tangerang Kota. Tiga tahun kemudian ia diberangkatkan mengikuti program studi S3 di Singapura, diselesaikannya kurang dari tiga tahun. Selanjutnya, ia dipercaya untuk urusan organisasi gereja di luar negeri. Dia bekerja siang malam untuk membangun hubungan itu, yang keberhasilannya ditandai dengan kesediaan beberapa pimpinan gerakan oikoumene internasional mengunjungi HKBP, yaitu Sekjen Dewan Gereja se-Dunia, Pdt. Dr. Konrad Raiser, Sekjen Dewan Gereja Lutheran se-Dunia (LWF), Pdt. Dr. Ishmael Noko, dan Ketua Gereja-gereja Protestan di Jerman, Praeses Manfred Koch bersama beberapa Bishop lainnya seperti Bishop Koppe.
Sebagai pendeta berjubel pengetahuannya tentang Alkitab terkhusus Perjanjian Baru, lalu Pdt. Robinson didaulat menjadi dosen Perjanjian Baru di Universitas Silliman, Dumaguete, Philipina (2000-2002). Pdt. Robinson menyadari keberhasilannya bukan karena kepintarannya. Ia sadar jika menjiwai panggilan sebagai pelayan, niscaya diberiNya kekuatan. Dia pun punya reputasi internasional memimpin kantor UEM Regional Asia (2003-2008). Sebelumnya berkantor di Philipina. Tapi oleh keputusan Council UEM kantor itu dipindahkan ke Medan, karena lebih banyak anggota UEM di Indonesia.
Dia kemudian dipromosikan oleh Council UEM yang baru, yaitu memimpin Departemen Internasional untuk Pelatihan dan Pemberdayaan para pemimpin gereja anggota UEM, para pemuda dan perempuan melalui pelatihan dan beasiswa serta pertukaran pemuda. Itu sebabnya, ia pindah ke Wuppertal, Jerman, pada awal Januari 2009. Dari sana ia mengorganisir pelatihan lebih dari 1.000 orang pemimpin gereja di Asia, Afrika dan Eropa. Tugas itu memberi kesempatan baginya untuk mengunjungi gereja-gereja di Rwanda, Kongo, Bostwana, Namibia, Tansania dan Kamerun selama hampir lima tahun (2009-2013). Dia kembali ke Indonesia pada akhir Agustus 2013.
Sejak September 2013, ia dipercayakan mengajar Studi Perjanjian Baru di STT HKBP Pematang Siantar oleh Ephorus HKBP (saat itu) Pdt. WTP Simarmata, M.A. Pengetahuannya yang luas di bidang teologi mendorong Ephorus HKBP mempercayakan tugas tambahan kepadanya, yaitu memimpin Komisi Teologi HKBP sejak Februari 2014. Teman-temannya para Doktor Teologi salut melihat komitmennya membangun teologi reformis.
Sejak awal 2014, ia kembali didorong oleh para pendeta muda dan senior untuk mencalonkan diri sebagai Ephorus HKBP. Ia tak langsung menerima, melainkan membawanya di dalam doa selama 10 bulan untuk bertanya pada Tuhan. Pada Februari 2016 ia mendeklarasikan diri sebagai calon ephorus di Sinode Agung ke-63 HKBP di Seminarium Sipoholon, Tapanuli Utara, Sumut, pada 12-18 September 2016. Dia bertekad merealisasikan visi HKBP menjadi berkat bagi dunia. Dan ternyata kehendak Tuhan lain. Pdt. Robinson ternyata dikehendakiNya menjadi Ketua Rapat Pendeta HKBP.