Jamida Pasaribu Ketua Umum FORJUBA, Jurnalis Senior dan Pemuka Marga Pasaribu

354
Jamida Pasaribu.

Narwastu.id – Sering disebut jurnalis itu profesi mulia, dan dinilai sebagai kekuatan moral yang mampu menggerakan kekuatan masyarakat. Tentunya wartawan itu memberikan informasi kepada masyarakat atas sebuah peristiwa yang berlandaskan fakta dan data. Makanya jurnalis yang hebat mesti hormat pada fakta dan data. Bukan membuat berita atas opini atau imajinasi liar. Selain fungsinya mengedukasi, jurnalis pun mencari dan mengemukakan kebenaran (karya jurnalis tertua adalah menulis), lalu menuliskan dalam bentuk berita yang kemudian disajikan ke pembaca. Tentu, orang yang memilih bekerja dengan panggilan jiwa di jurnalis memang tak gampang. Perlu kesetiaan dan kegigihan untuk bertahan di profesi ini. Semua diuji waktu. Salah satu figur yang teruji waktu dan setia dengan profesinya adalah Jamida Pasaribu, 67 tahun.

Lelaki kelahiran Samosir, Sumatera Utara, 5 Oktober 1952 ini mengawali karier jurnalis (wartawan) di harian umum terkemuka di Sumut, “Sinar Indonesia Baru (SIB)” sejak 46 tahun silam. Jamida adalah suami tercinta dari Rohani boru Sitanggang, M.Pd (pensiunan guru atau mantan kepala sekolah). Dan dia ayah dua anak, satu perempuan dan satu laki laki. Putrinya mengikuti jejak istrinya menjadi seorang guru, walau awalnya mengambil bidang broadcast.

Jamida adalah anak pertama dari delapan bersaudara. Dan saat ini tinggal di Kota Depok, Jawa Barat. Selain menghidupi panggilan hidup sebagai jurnalis dia juga menyempatkan diri berbagi waktu mengikuti adat budaya Batak. Dan dia dipercaya sebagai Ketua Umum Parsadaan Pasaribu Dohot Boruna (PPDB) Se-Jabodetabek periode 2018 sampai dengan sekarang. Walau dulu ia hanya melamar sebagai jurnalis lulusan SMA, namun penerimaannya jadi wartawan di Medan waktu itu, diseleksi sangat ketat, bahkan mengikuti beberapa kali ujian. Kemudian ia baru diterima dan dilatih jadi calon wartawan untuk level madya. Dirinya pernah menjadi Kepala Perwakilan SIB di Jakarta, tapi itu tak membuatnya jumawa sebagai jurnalis senior. Dia terus bergelut dengan panggilan jiwanya sebagai jurnalis, walau sebenarnya usianya sudah tak muda lagi alias sudah mesti pensiun. Tapi dia tetap antusias menjalankan profesinya. Sehari-hari dia mangkal di DPR/MPR-RI, dan bergaul dengan para jurnalis muda atau kaum melenial. Sebelum di kantor DPR/MPR-RI dia ditempatkan SIB berpos di Polda Metro Jaya, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Olahraga.

Jamida Pasaribu dan pengurus FORJUBA saat bertandang ke kantor Majalah NARWASTU, dan diterima Jonro I. Munthe, S.Sos (Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi NARWASTU).

Saat ditanya Majalah NARWASTU, mengapa ia tertarik jurnalis? Dia menceritakan awalnya ia hanya mencari kerja. Tetapi, setelah beberapa tahun bekerja, merasa semakin tertarik. Dia merasakan fungsinya sebagai jurnalis. “Di samping bermanfaat bagi masyarakat luas, juga bisa bisa mengkritisi pemerintah, untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, banyak teman, mulai dari tingkat bawah masyarakat, dan pimpinan tinggi negara,” ujarnya. Menurutnya, pers adalah pilar keempat dalam negara demokrasi. Ketiga pilar lainnya Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.

Sebagai jurnalis suka dan duka selalu saja mewarnai perjalanan profesinya. Ada pengalaman yang paling mengesankan dan yang sangat memilukan. “Paling mengesankan, mengunjungi banyak daerah, bahkan banyak negara saya datangi di dunia difasilitasi orang lain. Paling memilukan, kalau nara sumber sudah janji ketemu, tapi tiba-tiba dibatalkan, padahal sudah menunggu lama atau waktu janji sudah dekat,” ujar Ketua Umum Forum Jurnalis Batak (FORJUBA) ini. Pada awal Juni 2020 lalu, Jamida menerima penghargaan dari pimpinan SIB atas pengabdiannya di SIB selama 46 tahun. Penghargaan itu berupa pin dan uang. Penghargaan itu diberikan terkait atas HUT ke-50 SIB.

Jamida Pasaribu setia pada panggilan hidupnya.

Sebagai jurnalis senior yang sudah mengecap asam garam di dunia media, pesannya ke jurnalis muda, pertama, rajin, tekun dan banyak membaca dan mendengar. Kedua, jangan mata duitan. Ketiga, tempatkan narasumber sebagai raja, siapapun dia dan apapun posisi dan jabatannya. Keempat, hargai profesi jurnalis yang mulia itu. Dan terakhir, imbuhnya, jangan lupa berdoa sesuai keyakinan masing-masing, tambah anggota jemaat Gereja HKBP Depok, Jawa Barat ini.

Melihat reputasinya, Jamida adalah seorang sukses, setia atas panggilannya. Tentu, selama ini definisi sukses yang kita tahu meraih hasil terbaik dalam karier dan hidup terutama materi. Tetapi mesti diredefenisi ulang, bahwa sukses adalah respons terhadap panggilan Tuhan untuk memperbaharui sesuatu dengan cara mengajak, mempengaruhi dengan keberanian dan kesetiaan. Maka sukses sejati adalah kesetiaan melakukan panggilan dan talenta yang diberi Tuhan kepada masing-masing orang, dan itulah yang dilakukan Jamida Pasaribu, setia akan panggilan profesinya jadi jurnalis.

Bersama Hotman Lumban Gaol, S.Th (Pemred suaratapian.com dan anggota Redaksi Majalah NARWASTU) dan kawan-kawan, ia kini berjuang membentuk FORJUBA. Menurutnya, menghimpun wartawan Batak itu ternyata tak mudah. Dan ia ingin memberdayakan wartawan Batak lewat FORJUBA agar bisa menunjukkan kebersamaan, kasih dan prestasi di tengah masyarakat dan bangsa ini. Bersama pengurus FORJUBA, Jamida sudah mendatangi sejumlah pemuka Batak berpengaruh, seperti Edwin P. Situmorang, S.H., M.H. (Mantan Jamintel Kejagung RI dan kini Ketua Umum HIMABA) untuk meminta masukan atas berdirinya FORJUBA. Selain itu, sudah didatangi mereka pula Jonro I. Munthe, S.Sos (Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah Kristiani NARWASTU) untuk meminta masukan, karena Jonro mereka anggap figur jurnalis Batak yang mampu memotivasi dan menginspirasi. HM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here