Narwastu.id – Baru-baru ini, tokoh gereja yang cukup dikenal di kalangan nasional dan internasional, Pdt. Dr. SAE Nababan, LID, telah meluncurkan bukunya berjudul “Selagi Hari Masih Siang” dan sub judul “Catatan Perjalanan Hidup Pdt. Dr. SAE Nababan, LID.” Buku ini mendapat apresiasi dari banyak kalangan, bahkan sejumlah tokoh nasional, pemimpin gereja dan cendekiawan pun ikut mengomentari buku yang diluncurkan plus dibedah secara virtual (YouTube) itu. Salah satu cendekiawan terkemuka dan mantan menteri di era Gus Dur yang membedah buku itu adalah, Prof. Dr. A.S. Hikam. Dalam pandangan pakar politik yang dulu dekat dengan Gus Dur ini, Pdt. SAE Nababan adalah tokoh besar di tengah Indonesia yang dulu bersama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ikut melawan kekuasaan Orde Baru yang otoriter.
Tokoh seperti Pdt. SAE Nababan, kata Prof. Hikam, merupakan figur pemimpin yang menginspirasi, seperti peduli memperjuangkan perdamaian, kemiskinan dan ketidakadilan di negeri ini. Juga salah satu anggota keluarga Gus Dur mengakui Pdt. SAE Nababan seorang figur yang dekat dengan tokoh lintas agama dan NU, serta ikut mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa Orde Baru yang otoriter bersama Gus Dur.
Pdt. Dr. Henriette Tabita Lebang, mantan Ketua Umum PGI juga mengakui Pdt. Nababan seorang figur pemimpin yang menginspirasi dalam perjalanan gereja-gereja di Indonesia. Termasuk dari Mgr. Suharyo, tokoh Katolik mengakui Pdt. Nababan seorang pemimpin yang peduli pada perjalanan masyarakat dan bangsa ini.
Pdt. SAE Nababan yang merupakan Ephorus Emeritus Sinode HKBP, pernah menjadi Ketua Umum PGI, juga pernah dipercaya menjabat sebagai Presiden CCA (Persekutuan Gereja-gereja Se-Asia) dan Moderator Dewan Gereja-gereja Se-Dunia. Buku “Selagi Hari Masih Siang” ini diharapkan bisa memotivasi dan menginspirasi kaum muda di negeri ini supaya pemuda semakin peduli pada persoalan bangsanya, dan bisa menjalin kerjasama dengan sesama anak bangsa dari lintas agama.
Dalam sejumlah tayangan YouTube yang menampilkan pemikiran-pemikiran Pdt. SAE Nababan, ada sejumlah pemikirannya yang menarik disimak, yakni bahwa sekarang di era industri ini tak ada lagi guna titel seseorang, namun yang dibutuhkan saat ini adalah kompetensi. Sekarang, imbuhnya, yang dibutuhkan dari para pemimpin, termasuk pemimpin gereja, yaitu kemampuan dalam memimpin, manajemen dan kompetensi. Pemimpin itu mesti tahu perkembangan zaman, takut akan Tuhan, dikuasai Roh Allah dan tidak menerima suap. “Ada banyak tantangan yang dihadapi bangsa kita saat ini, sehingga para pemimpin jangan bersungut-sungut dan tidak menyerah terhadap keadaan,” tegasnya.
Terkait dengan keberadaan pendeta di Sinode HKBP dan sumber daya manusia (SDM) di gereja, kata Pdt. SAE Nababan, pendeta jangan menyerah dengan keadaan harus mau terus mengubah diri supaya keadaan semakin baik. Dan kembali Pdt. SAE Nababan menerangkan, pemimpin itu mesti bisa dipercaya, mampu memimpin, takut Tuhan, cerdas dan mau berkolaborasi dengan orang lain. Kita, imbuhnya, tak bisa bekerja sendiri, mesti melibatkan orang lain dan mau berkolaborasi. DF