Berani Tapi Bijaksana

* Oleh: Dr. Tema Adiputra Harefa, M.A.

104

Narwastu.id – Saat ini, kita ibarat berada dalam satu area “pertempuran/peperangan.” Ya, kita sedang menghadapi musuh bersama, dan kita melawannya bersama-sama. Yakni, pandemi Covid-19. Yang namanya peperangan itu menuntut sikap/mental. Berani atau takutkah menghadapi masalah? Namun tidak cukup sampai di situ. Perlu satu hal lagi yaitu, bijaksana. Bijaksana itu artinya:

selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya); pandai dan hati-hati (cermat, teliti) apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya.

Seorang teman pelayanan saya, belakangan ini sudah mulai “alergi” bila ada anggota di grup WA yang mengirimkan informasi tentang pandemi Covid-19. Salah satu alasannya, hal itu dapat melemahkan iman. Dapat mendatangkan ketakutan terus menerus sehingga hidup pun menjadi tak bergairah menyebabkan imun tubuh menurun. Pula, menyebabkan ketidakberanian untuk keluar rumah, beraktivitas, dan bergiat di area pelayanan. Pokoknya, teman pelayanan saya itu maunya “jalan terus” kegiatan hidup. Dan bila perlu sering-sering kumpul dengan tetap taat pada protokol kesehatan.

Di sisi lain, ada beberapa orang yang saya kenal dekat malah memiliki prinsip yang sangat berbeda dengan contoh fakta di paragraf kedua di atas. Seorang ibu dan suaminya (mereka lansia, banyak cucu) telah bertekad untuk di rumah saja sampai nanti vaksin Covid-19 sudah ditemukan dan dipakaikan ke masyarakat. Pasangan lansia ini dengan senang hati menikmati di rumah saja terus, demi tidak terpapar virus. Juga, ini fakta lagi, satu keluarga Kristiani yang di rumahnya ada kakek yang berusia 80-an tahun, meminta pada anggota keluarganya yang berusia di atas 50 tahun untuk tidak sering-sering keluar rumah, khawatir nanti mereka membawa oleh-oleh virus ke rumah.

Nah, lain lagi kasus ini, bebeberapa ibu yang pada masa sebelum pandemi Covid-19 sangat menikmati kegiatan pelayanan rohani di luar rumah, di WA grupnya dengan jujur menuliskan: maaf ya, saya takut menghadiri undangan makan bersama di tempat yang ber-AC. Pun ada yang menuliskan: saya tidak berani keluar rumah dan makan bersama di area luar dari restoran itu.

Nah, maksud saya mengangkat contoh fakta di atas adalah, jangan remehkan dan lecehkan keinginan orang lain untuk melindungi dirinya, keluarganya dari serangan Covid-19. Mereka juga pastilah meminta perlindungan Tuhan. Dan mereka berhak memilih cara untuk melindungi dirinya dan keluarganya. Bukankah sudah sangat banyak contoh dari orang-orang yang sudah sembuh dari Covid-19 dengan seragam mengatakan: virus ini ada, menyerang siapa saja, kapan saja, maka waspadalah setiap saat.

Benar, firman Tuhan berkata diĀ  Kitab Roma 8:31b, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” Hal ini sangat meneguhkan hati kita. Harus dipegang dan diimani. Namun, satu hal yang sangat perlu diingat adalah, Tuhan juga memberikan kita akal budi untuk bertindak berani tapi bijaksana. Masih ingat bagaimana Nabi Natan memperingatkan/menegur Raja Daud atas dosa perzinahan yang dibuatnya? Ketika itu sang Nabi tidak langsung/”to the point” mengatakan dosa-dosa Raja Daud. Dia memilih cara yang bijaksana dengan terlebih dulu memberikan perumpamaan. Sampai akhirnya Raja Daud mengaku dan bertobat. Satu masalah besar yang penuh risiko besar (dapat membawa kematian bagi sang Nabi bila Raja Daud emosional) dihadapi/diselesaikan oleh sang Nabi dengan bijaksana. Nah, hidup harus terus dijalani. Jalani dengan tenang bukan dengan emosional. Tuhan memberi pertolongan bagi anak-anakNya dengan cara yang berbeda. Kita, dengan pertolongan Tuhan akan berani bersikap dan bertindak menghadapi masalah sebesar apa pun, tentu juga dengan bijaksana.

 

* Penulis adalah akademisi, jurnalis senior, rohaniwan, kolomnis Majalah NARWASTU dan anggota FORKOM NARWASTU.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here