Kekuasaan Untuk Melayani

* Oleh: Sigit Triyono, M.M.

73

Narwastu.id – Saat saya berdiskusi dengan Bishop Kameeta (Pemimpin Gereja Lutheran di Namibia) di sela-sela saya membawakan pelatihan Strategic Management & Leadership pada Maret 2012 lalu, ungkapan beliau yang masih terus terngiang di telinga saya adalah, “Satu-satunya persoalan di banyak organisasi yang tidak efektif menjalankan fungsinya adalah salah konsep tentang kepemimpinan. Kepemimpinan tidak digunakan untuk melayani pemangku kepentingan, tapi untuk dinikmati dan mendapatkan pelayanan bagi dirinya.”

Di organisasi manapun pemimpin sangat dibutuhkan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan jalannya organisasi dalam mencapai target, cita-cita dan atau visinya. Namun di sisi lain, pemimpin dapat juga mematikan organisasinya bila mereka tidak menjalankan fungsi yang semestinya, bahkan bisa saja sengaja melakukan “pembusukan” organisasi.

Pemimpin besar di dunia ini adalah pemimpin yang melayani, bukan pemimpin yang dilayani! Memang dia butuh dilayani oleh para pembantunya agar semua tugasnya dapat berjalan lancar. Namun semua keluaran dari aktivitasnya adalah untuk melayani seluruh pemangku kepentingan organisasi. Ada setidaknya 9 atribut yang harus disandang oleh pemimpin yang dapat menjalankan fungsi melayani organisasi dan pemangku kepentingannya seperti gambar berikut.

Atribut pertama yang sangat menentukan adalah visi. Pemimpin yang melayani harus tergerak oleh visi organisasi dan dia sendiri memiliki visi yang jelas dan menggairahkan semua pemangku kepentingan yang dilayaninya. Tanpa memiliki visi, seorang pemimpin hanya akan sekadar menjalani aktivitas seremoni yang tidak membawa organisasi mencapai cita-citanya.

Atribut kedua adalah kejujuran. Betapa mewahnya atribut ini! Jujur adalah mengatakan apa yang dilakukan. Sejarah telah membuktikan bahwa kebohongan pasti akan terbongkar karena satu kebohongan membutuhkan kebohongan berikutnya untuk menutupi kebohongan pertama. Pemimpin yang jujur, meski harga yang harus dibayar sangatlah mahal, namun hasilnya tidak mengecewakan. Atribut ketiga adalah integritas, melakukan apa yang dikatakan. Tepat janji dan konsisten menjalankan apa yang dikatakannya. Satunya kata dan perbuatan.

Atribut keempat adalah dapat dipercaya. Percaya diri, percaya orang lain dan percaya kepada Tuhan adalah bagian dari atribut ini. Pemimpin yang dapat dipercaya adalah pemimpin yang memiliki karakter positif dan kompetensi profesional. Atribut kelima adalah semangat melayani itu sendiri. Slogan-slogan “melayani dengan hati”, “melayani dengan setulus hati”, “melayani atau mati” sangatlah relevan untuk membangkitkan semangat melayani dari dalam diri (inside) bagi para pemimpin.

Atribut keenam adalah menjadi teladan. Contoh hidup dalam keseharian. Mahatma Gandhi, Mother Theresa, Nelson Mandela dan Martin Luther King Junior adalah nama-nama yang sangat tersohor dalam hal menjadi teladan di dalam kepemimpinannya. Dan betapa efektifnya mereka “menarik” pemangku kepentingannya untuk berarak-arakan mencapai visi organisasi.

Atribut ketujuh adalah menjadi pionir. Pemimpin semestinya di depan, bukan di belakang. Menjadi pionir memerlukan jiwa inovatif dan keberanian untuk mencoba. Atribut kedelapan adalah respek atau rasa hormat. Respek pada diri sendiri, pada orang lain dan kepada Sang Pencipta adalah kegenapan respek yang sempurna. Selalu menghargai dan mengormati semua pihak adalah ekspresi respek yang konkret.

Atribut terakhir adalah pemberdayaan. Pemimpin yang sudah mampu mencapai level pemberdayaan adalah pemimpin yang sungguh sangat terbukti mampu menjalankan kepemimpinannya dengan efektif. Dia tidak lagi memikirkan kepentingan dirinya, tapi sungguh memikirkan masa depan organisasinya.

 

* Penulis adalah Sekretaris Umum LAI, www.alkitab.or.id IG: lembagaalkitabindonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here