Buku Perdana dari Ephorus GKPS Pdt. Dr. Jaharianson Saragih

621

Narwastu.id – Buku berjudul Kebaktian Kesembuhan Meditatif (KKM) dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Fisik, Sosial, Psikis dan Spiritual Jemaat, ini adalah buku perdana karya Hamba Tuhan yang cerdas Pdt. Dr. Jaharianson Saragih, yang dikenal Ephorus Sinode Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Buku ini cukup menarik disimak, karena di dalamnya ada diungkapkan pengalaman iman pendeta yang termasuk dalam 21 Tokoh Kristiani 2012 Pilihan NARWASTU ini. Juga ada dipaparkan hasil survei Pdt. Jaharianson Saragih yang giat mencermati fenomena kehidupan warga gereja di pedesaan, terutama di Sumatera Utara (Sumut).

Sekadar tahu, Pdt. Jaharianson adalah alumni STT Jakarta (S.Th) 1989, Asian Social Intitute (ASI/M.Sc), Manila 1998 dan De La Salle University (Ph.D), Manila, 2003. Pernah melayani sebagai Ketua STT Abdi Sabda, Medan (2004-2007) dan Direktur Pascasarjana STT Abdi Medan (2007-2010). Ia menekuni bidang Healing, Spiritualitas, Kepribadian dan Pelayanan Pelepasan (Deliverance Ministry). Berkeluarga dengan Dearliany Purba, S.H. dan dikarunia dua orang anak, Yare Gracia Saragih dan Jasopino Gracias Saragih.

Ia pun dipercaya sebagai Ketua Asosiasi Pastoral Indonesia (API) wilayah Sumatera Utara, Aceh dan Sumatera Bagian Barat dan melayani di GKPS sebagai Ephorus. Berdomisili di Pematang Siantar, Sumatera Utara (revjaharianson@mailcity.com). Ditulis di pengantar buku bersampul ungu ini, mengapa buku Kebaktian Kesembuhan Mediatif dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Fisik, Sosial, Psikis dan Spiritual Jemaat perlu dituliskan. Sering muncul pertanyaan tentang ibadah kesembuhan seperti ini: Adakah yang sembuh? Ternyata Pdt. Jaharianson pernah meneliti kesembuhan sebagaimana dialami jemaat Gereja Bethany Kemah Daud, Medan, sewaktu ia Master di Asian Social Institute, Manila, pada tahun 1995-1998. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan phenomenology atau pendekatan kesaksian dan temuannya adalah sesuai pengakuan jemaat bahwa ada yang sembuh.

Lalu bermodalkan penelitian di atas ia terdorong untuk melakukan penelitian ilmiah tentang kesembuhan, bukan lagi dengan pendekatan phenomenology, tapi dengan pendekatan survei partisipatif. Kalau dahulu meneliti apa yang orang lain lakukan, tapi lewat buku ini Pdt. Jaharianson meneliti dampak dari apa yang ia dan tim lakukan dengan menggunakan metode survei partisipatif dengan pertanyaan terbuka. Yang dimaksud dengan survei partisipatif adalah penulis melakukan survei atas hasil dari apa yang ia dan timnya lakukan kepada jemaat lewat kebaktian kesembuhan.

Dengan kata lain, intervensi dalam bentuk kebaktian dilakukan secara langsung oleh penulis dan tim, lalu dampak disurvei. Jadi Pdt. Jaharianson dan tim bukan sebagai peneliti yang meneliti apa yang orang lain lakukan, melainkan meneliti apa yang dilakukan sendiri. Itulah yang dimaksud dengan survei partisipatif dalam buku ini.

Selama ini kebaktian yang dikenal di mana kesembuhan sering diklaim terjadi adalah Kebaktian Penyegaran Rohani (KPR), Kebaktian Penyegaran Iman (KPI), atau Kebaktian Penyegaran Iman (KKI). Lihat saja buku-buku di rak toko-toko buku semua didominasi oleh tulisan-tulisan tentang kesembuhan melalui kebaktian-kebaktian yang sudah disebutkan tadi.

Hal yang sama juga ditemukan melalui pencarian informasi lewat google semuanya didominasi oleh kebaktian kesembuhan model diatas. Salah satu kekurangan buku-buku di atas adalah menggunakan metode fenomenologi lewat interview yang mendalam atau lewat kesaksian, tidak ada yang menggunakan metode survey partisipatif seperti yang dilakukan penulis. Di benak Pdt. Jaharianson muncul pertanyaan seperti ini: Tidak adakah opsi atau alternatif lain? Hanya itukah satu-satunya model atau alternatif yang ada? Tidak adakah kebaktian yang lebih tenang, teduh, tidak ribut dan tidak ramai tapi bermuara ke arah yang sama, yaitu kesembuhan.

Pada waktu retreat tahunan pribadi selama dua minggu di tahun 2006 di Bukit Kubu, Berastagi lewat perenungan tentang pengalaman rohani di balik lagu-lagu yang sering dinyanyikan, penulis mengalami pencerahan. Pencerahan di atas menginspirasi Pdt. Jaharianson untuk membuat kebaktian yang introvert, tenang, teduh dan tidak ramai, belajar dari pengalaman rohani di balik lagu-lagu yang rohani yang dinyanyikan, tapi muaranya serupa, yakni pada kesembuhan. Lalu lahirlah yang disebut Pdt. Jaharianson kebaktian kesembuhan meditatif (KKM).

Hamba Tuhan sebenarnya sudah banyak yang melakukan kebaktian kesembuhan lewat kebaktian-kebaktian out door, seperti di stadion-stadion lewat Kebaktian Penyegaran Iman (KPI), Kebaktian Kebangunan Iman (KKI) dan Kebaktian Penyegaran Rohani (KPR), tapi mungkin masih sangat sedikit yang melakukan Kebaktian Kesembuhan Mediatif.  “Mungkin ada banyak hamba Tuhan yang melakukan ibadah mediatif,  tapi mungkin masih sangat langka yang meneliti langsung dampak dari kebaktian yang mereka lakukan,” tulis Pdt. Jaharianson.

Hadirnya buku ini, tulisnya lagi, di samping unutk menjawab kelangkaan di atas, sekaligus menjawab pertanyaan, adakah yang sembuh? Buku ini hadir sekaligus untuk menjawab bahwa ada opsi lain untuk ibadah kesembuhan dan efikasinyapun sudah diteliti. “Doa saya kiranya buku ini sungguh menjadi berkat bagi pembaca, khususnya bagi para hamba Tuhan yang tertarik dengan kebaktian meditatif dan ingin meneliti dampaknya kepada jemaat,” tulisnya. Buku ini bisa menolong para majelis, sintua (penatua) atau pendeta untuk melayani jemaatnya. Tidak rugi untuk menyimak buku ini. FD/KKH

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here