Narwastu.id – Setiap orang memang berbeda-beda jalan hidupnya, dan jalan hidup seseorang tak ada yang sama dengan lainnya. Menurut Dr. Finsensius Mendrofa, S.H., M.H., CLA, seorang pengacara muda dan pendiri Kantor Hukum Finsensius Mendrofa & Partners (FMP Law Firm), jalan hidup harus diperjuangkan dengan kerja keras sembari berdoa (Ora et labora). Itulah teori yang diyakini putra Nias, Sumatera Utara, yang lahir pada 26 September 1991 ini sehingga ia berhasil. Intinya kerja keras dan jangan lupa melibatkan Tuhan, maka percayalah akan ada dampak luar biasa muncul dari proses itu.
Dan yang membuat Finsensius selalu antusias berjuang sesungguhnya adalah keteladanan orangtuanya. Baginya, orangtua adalah penyemangat dan inspirasi. “Saya tak pernah membantah orangtua. Saya tak pernah berdebat dengan orangtua. Bagi saya, orangtua itu benar-benar wakil Tuhan. Selain oleh karena mereka kita hadir di dunia ini, kita bisa juga tak lain karena orangtua,” ujarnya. “Orang tua saya bukan pejabat negara, hanya seorang petani dan pedagang kecil di Nias. Namun mereka memiliki semangat yang tinggi untuk bisa keluar dari kemiskinan, salah satunya denhan menyekolahkan kami anak-anaknya. Tentu bukan pekerjaan yang mudah menyekolahkan 6 anak, dengan segala keterbatasan yang ada, namun kerja keras orang tua dan iman yang tinggi, maka karya Tuhan dalam keluarga kami luar biasa,” cetusnya.
Misalnya, katanya, saat ia mau kuliah orang tuanya sudah mulai berumur dan daya kerja sudah mulai turun, sehingga saat Finsensius mau kuliah di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, saat itu saudaranya laki-laki pertama, ia sering memanggilnya abang 1, “Karena kultur di keluarga kami tidak boleh menyebut nama. Saat itu abang 1 yang bernama Yustinus Mendrofa, S.E., ATT II beliau berprofesi sebagai pelaut bekerja di kapal besar berlayar di berbagai negara. Nah, pada saat ekonomi atau pendapatan orang tua saya melemah, abang 1 saya ini hadir sebagai pahlawan keluarga dan memberikan sebagian besar pendapatannya untuk membantu biaya perkuliahan saya hingga lulus sarjana hukum di Yogyakarta,” katanya.
Sejak di sekolah menengah pertama Finsensius yang sudah terobsesi menjadi pengacara ini, terpicu karena melihat banyak ketidakadilan di tengah masyarakat. Sejak SD ia sudah menjadi Ketua OSIS di SMAN 3 Gunung Sitoli (Nias). Dan ketika kuliah dia sangat percaya diri, sehingga semester pertama di Fakultas Hukum Atma Jaya, Yogyakarta, ia maksimalkan kuliah dengan mendapatkan Indeks Prestasi (IP) di semester pertama dengan IP 4,00. Sembari kuliah ia juga tak lupa mengasuh diri dalam berbagai organisasi, baik di tingkat fakultas, universitas bahkan tingkat nasional.
Kala mahasiswa ia juga sudah aktif menjadi pembicara di berbagai kampus, termasuk di kampus sebesar UGM Yogyakarta. Nilai akademiknya baik dan organisasi yang diikutinya pun baik, sehingga dia bisa lulus tiga tahun setengah dengan predikat cumlaude. Tentu tak mudah untuk menjalani proses tersebut sampai dapat pekerjaan. Beruntung dirinya sudah berkenalan dengan seorang perempuan Nias kelahiran Bandung dan besar di Kalimantan, Linna Asni Zalukhu. Dia kemudian bersama pacarnya itu, yang kemudian jadi istrinya yang berpendidikan dokter membuka usaha online. Keduanya memutar otak dengan berjualan online, dan menjual buku-buku. Mereka menjual melalui Instagram, yang dijual lebih banyak buku-buku kesehatan dan kedokteran.
Sembari jualan online ia juga melamar jadi pengacara di kantor hukum. Pada saat itu alumni kampusnya tak banyak yang tertarik di profesi advokat. “Saya juga tidak memiliki akses ke senior alumni saat itu, yang banyak tertarik bekerja di perusahaan-perusahaan,” katanya. Walau sudah hampir ratusan lamaran dikirimnya, tidak ada satu kantor pengacara pun yang menerimanya.
Namun karena kegigihannya ia akhirnya bisa bekerja sebagai pengacara, bahkan ia bisa membuka kantor pengacara sendiri. Mendirikan kantor pengacara bukan hal mudah, sangat penuh tantangan apalagi membuka kantor di usia sangat muda. “Di saat kami berproses mengelola kantor pengacara itu, kami sempat pesimis dan berada pada titik nadir terendah, hampir bubar karena tidak ada klien. Kadang kalau ingat masa-masa sulit itu bisa meneteskan air mata. Berkat optimisme dan kerja keras, kami pun perlahan mendapatkan banyak kepercayaan, baik kasus kecil maupun kasus besar. Dan puncak kantor kami mulai stabil hanya dalam waktu 10 bulan,” kenangnya.
Kantor Hukum Finsensius Mendrofa & Partners (FMP Law Firm) pernah menangani kasus-kasus yang menjadi perhatian publik dan berpotensi memiliki risiko yang besar. “Kami juga tangani perkara perusahaan baik nasional maupun perusahaan asing. Tentu ini bukan sesuatu yang mudah dan mau enaknya saja, tapi bagaimana kita bisa meminimalisir risiko dan memperjuangkan kepentingan hukum klien kita,” ujarnya.
Berbagai pengalaman menarik dialaminya sebagai pengacara, dia pernah menggugat pendiri Facebook Mark Elliot Zuckerberg atau yang lebih dikenal dengan Mark Zuckerberg. Dia diminta sebagai kuasa hukum Abu Janda (Permadi Arya). Tentulah ada kebangggaan yang tak kepalang, Facebook merespons somasinya dan mereka minta maaf. Awalnya Facebook menutup laman penggiat media sosial Abu Janda itu. Finsensius atas nama kliennya saat itu menggugat Facebook Rp1 triliun.
Finsensius pun pernah menjadi kuasa hukum korban dari Binomo dan Quotex. “Sehingga pada saat saya diundang di Komisi III DPR RI, saya yang pertama kali mengusulkan kepada legislator Komisi III di dalam RDPU resmi untuk sesegera mungkin dibuat UU Pemberantasan Kejahatan Digital. Karena kejahatan digital ke depan ini semakin masif dan terus bermetamorfosa, maka apabila tak segera dibuat regulasinya Indonesia akan dirongrong pelaku kejahatan digital, bahkan tak hanya orang Indonesia tapi pihak asing,” tukasnya.
Finsensius pun pernah dipercaya menjadi Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Kristen Indonesia 45 (Parkindo 45). “Kita tahu Parkindo 45 ini partai yang bersejarah dan memiliki kontribusi besar bagi negara ini. Masalah hukum Parkindo 45 adalah adanya perubahan nama dan kepengurusan yang ditetapkan oleh Menteri Hukum dan HAM tanpa sepengetahuan kader dan pengurus yang sah berdasarkan Kongres Parkindo 45,” ucapnya. Lulus doktor pada adalah hal biasa bagi orang yang sudah berusia di atas 45 tahun, tetapi nilai unggul dari Finsensius Mendrofa ini ia mampu meraih gelar doktor bidang hukum di usia sangat muda, 29 tahun dan lulus hanya dalam waktu 2 tahun 6 bulan. “Dari semua teman-teman angkatan, bahkan sejak ada program doktor ilmu hukum di Universitas Trisakti, saya mahasiswa doktor ilmu hukum yang pertama kali diuji oleh seorang menteri. Saat itu, puji Tuhan, saya diuji oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat Bapak Dr. (HC) Ir. H. Mochamad Basoeki Hadimoeljono, M.Sc., Ph.D. itu kebanggaan bagi saya,” ujarnya.
Finsensius kala itu lulus Doktor Ilmu Hukum dengan judul disertasi “Optimalisasi Tanggungjawab Hukum Melalui Instrumen Kontrak Kerjasama Penyediaan Infrastruktur Dalam Skema Public Private Partnership.”
Di atas semua pencapaian dan pengalaman yang dicapainya itu, ia akui itu pemberian Tuhan semata. Dia mengutip sebagaimana seorang tokoh Oswald menyebut, kuasa Tuhan itu dalam masing-masing orang berbeda, hanya bagaimana kita mengimani. Ia kini dipercaya juga jadi Wakil Ketua Komite Tetap Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi Bidang PUPR dan Infrastruktur Indonesian Chamber of Commerce and Industry (KADIN), yang saat ini Ketua Umum Kadin Indonesia adalah Arsjad Rasjid.
Sekadar tahu, pada, 27 November 2020 lalu, Finsensius Fitarius Mendrofa menikah dengan Dokter Linna Asni Zalukhu, dan mereka diberkati di Gereja Katedral Jakarta. Dan pada 5 Agustus 2021 lalu, Tuhan menganugerahkan kepada pasangan ini seorang anak laki-laki, yang diberi nama Carlsen Marshall Fitarius Mendrofa.