Narwastu.id-Pesta demokrasi di Indonesia telah memasuki tahap akhir. Pasalnya, pada 14 Februari 2024 lalu sekitar 203.056.748 pemilih yang berada di Tanah Air telah memberikan hak suaranya untuk memilih Presiden-Wakil Presiden RI untuk periode 2024-2029. Selain itu, pemilu serentak tahun 2024 juga diikuti pemilihan anggota legislatif mulai dari DPR-RI, DPD-RI, DPRD Tingkat Provinsi, dan DPRD Tingkat Kabupaten/Kota. Kesemarakan pesta demokrasi kali ini benar-benar terlihat ketika hari pemilihan itu tiba, masyarakat berbondong-bondong datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan hak suaranya. Bahkan, ketika TPS telah ditutup antusiasme masyarakat tetap tinggi, mereka ingin melihat proses perhitungan suara di masing-masing TPS. Lembaga-lembaga survei juga tidak ingin ketinggalan dalam menyajikan data perhitungan suara secara cepat dan real time, yang kita kenal dengan quick count (hitung cepat). Penghitungan cepat ini menggunakan sampel hasil pemungutan dari sejumlah tempat pemungutan suara (TPS), yang sudah ditentukan dengan kata lain hasil quick count bukanlah resmi dari KPU yang merupakan penyelenggara pemilu. Pada Pemilu 2024 ada sekitar 820.161 tempat pemungutan suara yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pelaksanaan quick count telah diatur dalam Pasal 449 ayat 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Mengacu pada pasal tersebut maka hitung cepat atau quick count boleh dilakukan paling cepat 2 jam setelah pemungutan suara. Melalui hasil hitung cepat sementara, yang dikeluarkan oleh lembaga survei, pasangan Prabowo-Gibran unggul telak dengan rata-rata suara di angka 58%, kemudian diikuti oleh pasangan Anies-Muhaimin 25% dan Ganjar Mahfud di 17%. Dengan perolehan suara yang cukup besar berdasarkan hasil quick count tentu semakin menambah rasa percaya diri dari pasangan Prabowo-Gibran, apalagi proses perhitungan suara secara real count oleh KPU sedang berlangsung dan dapat dilihat di website KPU.
Banyak pengamat politik yang berpandangan terkait besarnya perolehan suara pasangan Prabowo-Gibran karena adanya istilah “silent majority.” Pemilih itu selama ini bersikap diam dan memberikan pembuktian saat pemungutan suara. Adanya silent majority juga tak lepas dari keterlibatan influencer di kubu Prabowo-Gibran yang mampu menggerakkan anak-anak muda dalam menikmati politik sebagai bagian dari entertain. Endorsment atau dukungan dari seorang Joko Widodo terhadap paslon 02 juga mempengaruhi besarnya perolehan suara versi quick count bagi Prabowo-Gibran. Sekalipun tidak pernah memberikan pernyataan langsung atau hadir dalam kampanye-kampanye dari paslon 02, tetapi masyarakat dapat melihat bahwa Jokowi lebih mendukung Prabowo sebagai presiden untuk melanjutkan program-program yang sudah dicanangkannya selama menjabat.
Dengan berakhirnya pemungutan suara, maka berakhir pula pesta demokrasi di Indonesia, mari kita tunggu dan hormati seluruh proses yang sedang berlangsung, mari kita dukung Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bekerja secara maksimal dalam merekapitulasi seluruh suara pada Pemilu 2024 ini. Meskipun kita dengar ada keinginan dari paslon 03 untuk menggugat hasil pemilu kali ini, karena dianggap ada kecurangan, tapi itulah demokrasi. Sebagai warga masyarakat kita juga berperan dalam menciptakan suasana yang kondusif, aman, dan damai pasca pemilu ini serta menghormati seluruh Keputusan sebagai bagian dari demokrasi. Kita berdoa agar Indonesia senantiasa dilindungi Tuhan, dan ke depan masyarakatnya semakin sejahtera.
* Penulis adalah jurnalis Majalah NARWASTU, mantan aktivis mahasiswa dan anggota PERWAMKI.