Narwastu.id – Tragedi terbunuhnya personil polisi Brigadir Josua Hutabarat terus bergulir dan menemukan titik terang. Irjen Pol. Ferdy Sambo (Kadiv Propam Polri yang sudah dicopot Kapolri) telah diteapkan sebagai tersangka dan dalang pembunuhan berencana yang dibantu oleh para kaki tangannya hingga meloloskan aksinya tersebut. Alhasil, 31 anggota kepolisian ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Sambo dan ada kemungkinan akan bertambah. Kasus yang menyita perhatian masyarakat Indonesia ini memang sangat mengagetkan dan tragis. Terutama dari tindak kejahatan yang diduga dilakukan Sambo tak hanya menghabiskan nyawa Josua secara sadis, tetapi juga diduga terlibat dalam beberapa bisnis gelap, seperti diungkapkan kuasa hukum orangtua Josua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak, S.H. di Metro TV.
Salah satu alasan kuat Sambo menghabiskan nyawa Josua, karena tersulut emosi ketika mendengar kabar dari istrinya, Putri Candrawati yang mengalami tindakan pelecehan seksual, dan itu dinilai telah melukai harkat dan martabat keluarganya. Menurut kuasa hukum jenderal bintang dua, Arman Havis, apa yang dilakukan Sambo semata-mata karena tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dalam menjaga dan melindungi marwah serta kehormatan keluarganya. Ironisnya, justru Sambo yang juga mantan Kepala Satgassus Polri diduga terlibat cinta terlarang dengan seorang polwan muda dan cantik.
Kasus yang akhirnya terbuka secara terang benderang itu tak bisa dilepaskan dari peran Bharada E yang berani membuka persoalan tersebut. Menurut kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara (Kini sudah diganti), saat itu ia mengajak kliennya untuk berdoa dan menyanyikan lagu rohani hingga akhirnya hati Bharada E dijamah Roh Kudus dan memutuskan untuk berkata jujur tentang kasus tersebut. Tentu saja peristiwa itu menjadi pukulan telak bagi korps Polisi di tengah kepercayaan publik pada lembaga ini. Dan bisa saja ini menurunkan reputasinya. Makanya berulang kali Presiden RI Joko Widodo menegaskan agar kasus pembunuhan Josua Hutabarat ini diungkap tuntas dan dibuka seterang-terangnya.
Tak hanya itu, Menkopolhukam RI Prof. Mahfud M.D., S.H. menegaskan untuk membersihkan dan mengangkat kembali nama baik Polri, kasus janggal itu harus diungkap ke publik. Apalagi Mahfud pun menerima banyak laporan atas kasus ini.
Sebagai pimpinan Polri, Jenderal Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si harus bekerja keras untuk membuktikan bahwa kesatuannya dapat mengungkap kasus tersebut dengan transparan dan tegas, serta menindak siapa saja yang terlibat di dalamnya. Makanya Kapolri pun membentuk tim khusus guna mengungkap kasus ini dengan personil beberapa jenderal bintang tiga yang dimotori Wakil Kepala Polri dan Kabareskrim Polri.
Jika menelisik perjalanan karier Ferdy Sambo, jenderal bintang dua asal Sulawesi Selatan, itu tidak main-main. Ia berprestasi dan kariernya begitu cemerlang. Ada banyak kasus besar yang ditanganinya, terutama saat ia bekerja sebagai serse di Polda Metro Jaya, dan ia pun pernah menjadi Direktur Tindak Pidana Kriminal Umum Bareskrim Polri. Diberitakan Majalah Tempo, ia pun seorang jenderal yang pintar dan suka melakukan survei, dan hasil surveinya diberikan kepada pimpinan Polri. Selain itu, kasus terorisme, intoleran, termasuk menangani kasus jenderal Polri yang melawan hukum pernah ditanganinya.
Dikabarkan pula, Sambo merupakan “anak emas” seorang mantan Kapolri yang berpengaruh. Ia pun pintar menjalin komunikasi dengan pimpinannya, sehingga kariernya segera melejit. Secara kecerdasan Sambo disebut-sebut di atas rata-rata, karena prestasinya itu membuat kariernya berjalan mulus hingga berhasil duduk sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri di usia 49 tahun. Rupanya kecerdasan secara intelektual tak menjamin juga cerdas secara emosi. Kejahatan kerah putih justru lebih berbahaya ketimbang kejahatan yang dilakukan oleh seorang maling ayam. Walaupun dalam hal ini tak ada kata tolerir untuk sebuah tindak kejahatan. Dari kejahatan kerah putih, entah sudah berapa banyak kerugian yang diderita oleh negara.
Tidak heran, Indonesia agak sulit untuk maju karena banyak lini strategis diduduki oleh pemimpin dengan mental preman. Ada ungkapan yang populer: Kalau hukum di negeri ini masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Dan rasanya memang itu sulit untuk ditampik. Maka pada akhirnya masyarakat akan mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintah berikut para aparatnya. Revolusi mental yang digembar-gemborkan oleh Jokowi rupanya belum bisa diikuti banyak aparat. Maklumlah, program tersebut selain tidak mudah, perlu waktu yang panjang dan butuh kerjasama semua pihak. Sebab, belum tentu yang namanya program kebaikan disetujui dan disukai oleh semua orang. Terutama oleh mereka yang terbiasa dengan pola kerja ABS (Asal bapak senang) atau menyenangi budaya suap menyuap agar proses birokrasinya lancar sehingga mendapat obyekan di luar gaji dan tunjangan jabatan.
Sebagai saudara seiman, apa yang dilakukan Sambo dan beberapa tersangka lain memang sangat disayangkan. Selain mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, karena adanya tindak kekerasan yang dialami Brigadir J hingga akhirnya tewas ditembak, juga menciptakan skenario kejahatan termasuk melakukan kebohongan publik. Dengan kata lain, orang yang memiliki otak encer dan cakap dalam bidangnya, jika tidak memiliki integritas maka akan membawa petaka bagi dirinya termasuk keluarga. Jadi jelas, orang yang berhikmat bukan mereka yang bergelimang harta, pintar secara akademis ditambah lagi skill yang mumpuni. Semua faktor tersebut menjadi paket yang lengkap jika dibarengi dengan roh takut akan Tuhan. Seperti yang tertulis di dalam Kitab Amsal 1:7, ”Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.”
Jadi sesukses atau sepintar apapun seseorang jika tidak memiliki roh takut akan Tuhan, maka sia-sialah semuanya itu. Demikian esensialnya sehingga menjadi hal yang mutlak untuk dimiliki oleh orang percaya. Seperti kita ketahui, selama hidup di bumi ini maka godaan iblis itu tak akan berhenti, dan itu dianalogikan sebagai singa yang mengaum-ngaum dan tekun menunggu kesempatan dalam setiap kelengahan kita. Satu-satunya tindakan preventif untuk terhindar dari semua itu adalah milikilah relasi dengan Tuhan. Seperti yang tertulis dalam Kitab Injil Matius 26:41, ”Berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.”
* Penulis adalah jurnalis Majalah NARWASTU, lulusan Fakultas Komunikasi IISIP Jakarta dan anggota PERWAMKI.