Refleksi Proklamasi 17 Agustus 2021: Vaksinasi untuk Mengisi Kemerdekaan

* Oleh: Drs. Alidin Sitanggang, M.M., M.Th.

73

Narwastu.id – Memperbincangkan masalah Covid-19 nampaknya tidak akan habis minimal sampai dengan tahun 2022. Sejak menjadi pandemi ke seluruh dunia pada awal 2020 tiada jam tanpa berita yang menyeramkan, karena selalu ada info meninggal dunia. Semua fasilitas komunikasi mulai dari perseorangan, media sosial, dan media massa diramaikan oleh kekejaman pembunuh ini. Anak-anak hingga orang dewasa, pejabat atau pemanjat, hartawan atau kerja semrawutan, dan semua strata lapisan masyarakat tidak bosan mengikuti berita terkininya. Mengapa tidak? Jutaan orang telah dibantai si korona. Setiap saat mengancam nyawa. Bertambah pula kawan-kawannya. Tidak tahu kapan akan berakhir.

Dana pemerintah, institusi, perusahaan, dan perorangan telah habis triliunan rupiah. Petugas medis dan operasional lapangan semakin berkurang hingga memanfaatkan tenaga relawan yang gratis. Mengikuti kabar pandemi Covid-19 juga menunjukkan bahwa masyarakat sangat peduli dengan lingkungan dan bangsanya.

Namun dalam perkembangan akhir-akhir ini dunia digemparkan lagi dengan munculnya varian-varian baru. Daya penyerangannya lebih sadis daripada bom di Hiroshima dan Nagasaki Jepang pada Perang Dunia II tahun 1945. Bulan Juni 2021 varian terbaru Delta dari India setelah dari Inggris, Afrika Selatan, dan Brazil. Tidak tertutup kemungkinan beberapa negara akan “memproduksi” jenis baru, yang kekuatan bunuhnya lebih halus tetapi tiba-tiba nafas sudah habis.

Vaksinasi Antara Solusi dan Beban

Awal obat penawar Covid-19 ditemukan dapat menghembuskan semilir angin kelegaan dalam masyarakat yang sedang bimbang dan kebingungan. Berbagai ramuan, racikan, bahan nabati, buah-buahan, terapi uap air panas, olah raga, dan lainnya bermunculan dari segala arah. Saking paniknya, dikonsumsi saja dengan harapan dapat membantu membunuh hantaman virus korona. Ternyata virus maut ini tidak bisa dipatahkan sengatnya dengan mudah. Daya tahan tubuh atau imunitas sebenarnya adalah musuh utama benda super halus ini dan membentengi organ tubuh manusia. Yang menjadi masalah adalah bahwa kualitas daya tahan tubuh berada di bawah musuh. Perlengkapan senjata dan amunisi yang tersedia kalah jitu, maka dilakukan vaksinasi. Vaksinasi adalah penanaman bibit penyakit (misalnya cacar) yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh manusia atau binatang (dengan cara menggoreskan atau menusukkan jarum) agar orang atau binatang itu menjadi kebal terhadap penyakit tersebut (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Tentu setelah melalui tahapan proses penelitian, laboratorium, dan aktivitas ilmiah yang dilakulan oleh para ahli dari berbagai displin ilmu pengetahuan serta dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Tindakan para ahli dan hasilnya juga memperoleh validasi dan persetujuan tingkat tinggi dari berbagai lembaga dunia.

Saat Presiden RI Joko Widodo menerima vaksinasi.

Penemuan vaksin anti-Covid-19 juga telah meningkatkan psikologis sosiologis dunia. Lihat saja, saat penyambutan di bandara seperti kedatangan tamu besar negara. Pemrosesan hingga pendistribusian diawasi amat ketat oleh lembaga-lembaga terkait dan aparat. Kedatangan bahan vaksin serta merta menghidupkan suasana dan menggairahkan bisnis, keuangan, dan investasi di tanah air. Dalam rangka mengimplementasikan tujuan proklamasi kemerdekaan sebagaimana termaksud dalam Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, maka pemerintah mengambil peran dan tanggung jawab utama dengan memberikan vaksin secara cuma-cuma.

Vaksinasi dilaksanakan dengan skala prioritas pada segmen tertentu. Menurut data Satuan Tugas Penanganan (Satgas) Covid-19 seperti dikutip dari Antara, hingga Selasa, 22 Juni 2021, jumlah warga Indonesia yang sudah tuntas menjalani vaksinasi Covid-19 adalah sebanyak 12,5 juta orang. Diharapkan nantinya secara bertahap penduduk sekitar 250-an juta jiwa akan dapat merasakan vaksinasi. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa saat ini upaya vaksinasi nasional merupakan solusi terbaik untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan nasional. Vaksinasi besar-besaran membantu kualitas daya tahan tubuh setiap orang yang tentu harus dibarengi dengan upaya kesehatan pribadi lepas pribadi.

Sementara solusi diberikan, masih ada juga segelintir masyarakat yang menolak, menantang, hingga mengharam-haramkankan upaya gratis nasional/internasional ini. Berbagai dalil antara bahasa langit dan awang-awang dilontarkan untuk mengganggu niat baik pemerintah.

Vaksinasi massal ditanggung oleh Pemerintah. Keuangan negara terkuras sejak pengadaan hingga pelaksanaan vaksinasi di seluruh pelosok negeri. Bukti kerja ini membutuhkan sumber daya dan pengorbanan yang luar biasa. Ada suatu rasa kekhawatiran bahwa membengkaknya pengeluaran negara disebabkan biaya penanganan pandemi termasuk vaksinasi. Beban APBN bertambah berat. Hanya dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun keuangan Pemerintah mulai “mengenaskan.” Belum lagi jika vaksinasi nasional harus diulang. Demi penanganan kesehatan, anggaran sektor lain harus mengencangkan ikat pinggang. Kondisi keuangan yang semakin “menakutkan” tercermin dari membumbungnya hutara. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, utang pemerintah mencapai Rp 6.527,29 triliun pada April 2021, naik Rp 82,22 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 6.445,07 triliun.

Di sisi lain, penerimaan mengalami pertumbuhan yang minus. Penarikan pajak menjadi alternatif. Sebagian besar warga yang masih ngos-ngosan atau belum masuk ke pintu free financial akan semakin merintih. Laporan instansi tertentu yang kelihatan “manis” bisa saja hanya di atas kertas dan guna menenangkan psikologis sosial nasional. Syukur-syukur tidak banyak uang negara yang disalahgunakan, diselewengkan, apalagi dikorupsi. Pemerintah sedang berbeban berat dan rakyat berletih lesu, oknum-oknum berazas manfaat. Bejat sekali. Seiring berjalannya waktu, zaman akan mengabarkan ulah memperkaya diri dan komunitasnya di hari mendatang.

Perjuangan Kemerdekaan

Sejarah mencatat bahwa untuk mencapai hari kemerdekaan 17 Agustus 1945, setelah mengalami 3,5 abad dijajah Belanda (Si bottar mata) dan 3,5 tahun oleh Jepang (Si ocop mudar), rakyat dan para pahlawan melakukan peperangan dengan manusia yang tidak beradab. Jutaan nyawa hilang melayang, harta benda dirampas, masa depan dipadamkan, pun wanita diperkosa, dan lain pengorbanan. Hasilnya kita sudah tidak dijajah bangsa dan negara lain lagi.

Perbedaannya, bahwa sekarang kita bergumul/menggencarkan perjuangan, bukannya dengan manusia, melainkan dengan segala penguasa dan kuasa, dan penghulu dunia yang memerintahkan kegelapan, dan segala kuasa roh yang jahat di udara. Musuh ada di mana-mana dan tidak kasat mata kelihatan tetapi mematikan tanpa bisa minta ampun. Jika Covid-19 dicap sebagai alat Si Iblis, ia berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Halus nan mengerikan. Kalau penjajah membinasakan dengan cara devide et impera dan jarak jauh, musuh saat ini membunuh lewat penularan jarak dekat, berpapasan.

Perbedaan lain yang signifikan adalah perjuangan melawan/mengalahkan diri sendiri. Setiap orang dipaksa atau terpaksa harus membatasi diri sendiri, mematuhi prokes, lebih dekat dengan keluarga, dan peduli orang lain. Kesadaran akan harta, status jabatan sosial, dan kekuasaan luluh berhadapan dengan Covid-19. Hidup adalah seperti uap dan bunga di padang, yang sekejap lenyap selamanya. Semasa perjuangan kemerdekaan para pendahulu kita secara bersama-sama mengobarkan semangat heroik seperasaan, sependeritaan, dan sepenanggungan, serta seperjuangan mengusir penjajah. Berhasil. Merdeka! Hal yang sama juga sangat relevan untuk diterapkan (menghidupkan semangat) gotong royong, kebersamaan, dan nasionalisme dalam perjuangan untuk mencegah, memutus penyebaran/penularan hingga mengusir musuh terkejam saat ini, yakni Covid-19 dan semua variannya. Tidak terkecuali, latar belakang SARA apapun, semua penghuni rumah NKRI harus menjadi patriot agar merdeka dari Covid-19. Tidak perlu berjuang 3,5 tahun apalagi 3,5 abad. Pasti bisa! Ora et Labora.

Generasi muda harus divaksinasi agar Indonesia sehat dan tangguh

Mengisi Kemerdekaan

Sebenarnya tidak ada garansi bahwa setelah vaksinasi, virus Covid-19 dan varian tidak sanggup membuat terpapar. Otomatis daya tahan tubuh menjadi perkasa. Semua kembali lagi tergantung pada cara hidup individu itu sendiri dan sekitarnya. Akan tetapi Pemerintah telah mewujudnyatakan upaya dan solusi terindah saat ini. Warga yang sudah divaksin pun tidak boleh sombong dan merasa kuat sehingga sembrono menjaga kesehatan. Seyogianya dihargai vaksin yang diberikan. Pemerintah mengharapkan rakyat sehat. Dengan kesehatan bersama yang mumpuni akan dapat dengan leluasa beraktivitas melanjutkan dan meningkatkan pembangunan di segala bidang dalam upaya mengisi kemerdekaan.

Dengan solusi pemberian vaksin didambakan warga mampu melakukan aktivitas keseharian. Pergerakan dan keaktifan manusia merupakan kunci hidupnya perekonomian, industri, perdagangan, pariwisata, dan lain sektor. Dalam mengisi kemerdekaan di tengah “air bah” pandemi Covid-19, pemerintah telah, sedang, dan akan melakukan upaya untuk memulihkan perekonomian. Data menggambarkan bahwa pemerintah dengan serius membangkitkan ekonomi nasional diwakili fokus berikut.

Secara garis besar data di atas dapat dibaca bahwa Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 219,65 triliun pada 11 Juni 2021. Jumlah itu baru mencapai 31,4% dari total anggarannya yang sebesar Rp 688,43 triliun. Artinya, masih besar amunisi, peluang, dan potensi pertumbuhan yang tersedia untuk prospektus perekonomian yang menjanjikan. Asal saja dikelola secara tepat guna dan daya guna dengan integritas tinggi serta semua bermuara pada pertanggungjawaban kepada Tuhan dan sesama.

Aplikasi Riil

Setiap insan yang tinggal di NKRI dan warga negara di mana pun berdiam harus secara bersama-sama menjaga dan meningkatkan kesehatan bersama dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, dan masyarakat luas. Kesehatan tubuh/raga, jiwa (pikiran, perasaan, kehendak), dan batin (hati, spiritual, rohani) terpelihara baik untuk mewujudkan negeri yang damai dan bangsa yang maju sesuai cita-cita Proklamasi.

Meskipun nampaknya seolah-olah pandemi Covid-19 sulit usai, akan tetapi jiwa yang patriotik harus tetap berjuang dan menggelorakan keyakinan/optimistis. Sebagai ciptaan dengan sadar tulus merendahkan diri di hadapan sang Khalik (Elohim Yahwe)  dan memposisikanNya dengan patut dan benar di dalam dirinya. “Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorang pun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku” (Wahyu 3:8).

Atas vaksinasi yang diterima, setiap individu tetap menyadari dan berjaga-jaga karena Covid-19 dan semua variannya dengan mudah muncul di mana-mana dan akan menghantam tubuh berimunitas lemah. Memutus penyebaran virus dengan mematuhi protokol kesehatan yang disiplin. Selain meningkatkan imunitas tubuh jasmani, imunitas tubuh batin pun harus tinggi untuk melawan dia, yakni dengan keberimanan yang teguh, sebab kita tahu, bahwa semua saudara di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.

Meningkatkan kualitas kesehatan yang komprehensif berarti menghargai solusi vaksinasi beban APBN. Kerja sama semua pihak sangat mutlak guna akselarasi kesehatan dan pembangunan nasional. Dalam takaran kekuatan imunitas lahiriah dan rohaniah, secara bersama-sama kita akan merdeka dari neoimperialisme covid 19 beserta semua variannya.

Sementara masih pandemi, pasca vaksinasi, dan mengisi kemerdekaan, digencarkan terus  revolusi mental guna mencapai pembaharuan budi dan karakter. Mengembangkan perspektif (sudut pandang) yang seimbang lahiriah dan batiniah. Sehingga, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,  kita dapat membedakan manakah kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna. Salam sehat. Merdeka lahir dan Batin. Imanuel.

 

* Penulis adalah Wakil Ketua Umum Partai Indonesia Damai (PID), Founder Yayasan Ayo Bangkit Generasi Muda, Partnership Relations Director of Kantor Akuntan Publik Griselda WA. Juga mantan Bankir BUMN, pemerhati masalah sosial, politik, keagamaan, perekonomian, marketing, dan manajemen. Tinggal di Jakarta. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here