Narwastu.id – “Naung moru do muse sataon huhut lam suda bohalhi. Beha do au na sai laon ture do pangalahongki. Lam ganda haporseaonku nang holongni rohangku pe di Jesus dohot Debatangku nang di donganhu sasude” (Buku End No. 64 HKBP). Sinode lain mungkin mempunyai lagu yang maknanya mirip atau sama dengan kutipan syair di atas. Terjemahan langsung: Sudah berkurang ternyata satu tahun, sekaligus semakin habis tenagaku. Bagaimana aku selama ini, baikkah tingkah lakuku. Semakin berlipat kepercayaanku dan kasih sayang hatiku kepada Yesus dan Allah-ku juga kepada temanku semua.
Lagu ini dinyanyikan tanggal 31 Desember setelah jam 00, hanya beberapa kali selama setahun, dan pada acara tertentu. Lalu disimpan nyaris tidak dikumandangkan lagi. Sejujurnya penulis salut dan berterima kasih kepada pengarang lirik tersebut yang telah meninggalkan karya dahsyat dan memorial. Hikmat Tuhan diterimanya untuk memilih kata-kata yang berbobot dan up to date. Rangkaian kalimat “bertanya” membawa makna tiga jaman (yang lalu, kini, dan akan datang). Tidak banyak insan Kristen yang menggali dan memperkarakan kandungan hikmatnya yang sangat aplikatif. Mungkin juga ada anggapan sekadar nyanyian formalitas rutinitas liturgis. Kata demi kata telah digoreskan oleh penyair dengan pandangan eskatologis dalam realitas.
Lagu sekali setahun ini mengingatkan orang yang menyanyikan suatu kesadaran bahwa ternyata sudah berkurang satu tahun umurnya. Lawan dari “panjang umurnya” (lagu ulang tahun). Nominal memang bertambah tetapi pada hakekatnya berkurang lagi. Pdt. Dr. Erastus Sabdono (Rektor STT Ekumene, Jakarta) sering menjelaskan bahwa setiap saat kita menjelang hari kematian, berkurang waktu di bumi. Tragis dan mengerikan karena tidak seorang pun mengetahui kapan akan menutup mata dan mulut, dibaringkan dalam peti mati, berpisah dari keluarga, handai tolan, jemaat, dan semua anasir bumi. Sasaran antara ini tidak menghargai umur, jabatan, gelar, harta, profesi/pelayanan, dan status sosial lainnya di negara, masyarakat, pun gereja/sinode.
Yang mengidunglan sedang mengobok-obok diri sendiri bahwa tenaga, kemampuan, dan daya semakin habis sekaligus bersamaaan dengan berkurangnya umur. Meski fisik kelihatan gagah dan berwibawa, di dalamnya bagaimana. Secara alamiah memang tergerus sekalipun dilakukan berbagai upaya maintanance. Jika pelantun sedang sakit, ia lebih merasakan penderitaan semakin memberatkan dan bertambah gundah gulana apakah masih sanggup eksis di tahun baru.
Lalu flasback perjalanan tahun lama dan sebelumnya, apakah yang dilakukan sudah memenuhi kualifikasi disebut baik dan benar, yang berkenan, dan yang sempurna. Semakin bertanya pada jiwa seorang dan belum mengurus orang lain. Goresan sejarah dicatatkan dalam buku kehidupan yang tidak bisa di-tipp ex dengan apapun dan oleh siapapun. Sikap hati/batin, pola pikiran, perasaan, ekselusi kehendak bebas, dan tingkah laku direkam komplit dalam video track record setiap manusia. Semua bukti akan dibuka secara transparan di tahta pengadilan Anak Domba Allah. Tidak ada lagi momen untuk pembenaran, pembelaan, atau penonjolan perbuatan. “Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Matius 7:23). Telah sekian lama menjadi orang Kristen, aktivis, dan pejabat/pimpinan gereja dan sinode, menyelenggarakan KKR dan kesembuhan, bahkan mengorbankan waktu, tenaga, dan materi dalam pelayanan, apakah menambah iman percaya kepada Yesus dan Allah Bapa, menjadi bahan perenungan yang mendalam. Aktivitas kerohanian dan perbuatan baik didasari oleh cinta kasih kepada Tuhan Allah (Matius 12:22, Markus 22:30) atau sebagai mata pencaharian memenuhi kebutuhan dasar, rasa aman, jaminan sosial, aktualisasi diri (kehormatan, prestise), dan self esteem (versi Abraham Maslow dalam Needs Pyramid).
Kedua kerangka berpikir tersebut berbeda tipis dan hanya pribadi sendiri yang mengetahui. Sikap batin mengkhianati ego dari percintaan dengan dunia guna mengasihi Allah sesuai standar Kristus. Mustahil memercayai Tuhan tanpa mengasihi Dia. Menaruh kasih dan kepercayaan yang berlipat ganda kepada Yesus dan Allah Bapa (the only One) menentukan kasih-kasih yang lain.
Kalimat sederhana dalam teks koding ini menghantar para pelagu untuk memutar waktu dan menggelar perkara atas praktik kasih. Pepatah lama mengatakan, “Jangan tanya apa yang negara berikan kepadamu, tetapi tanyalah apa yang telah kamu lakukan.” Diri sendiri dipaksa untuk merinci data dan informasi tanda mengasihi. Hukum yang kedua yang sama dengan hukum yang terutama dan pertama ialah kasihilah sesamamu manusia seperti diri sendir. Sabda Yesus dalam Matius 22:38,39. Tindakan baik terhadap sesama dan negara pun harus dikonfrontasikan dengan motivasi interest yang membalutnya.
Check and recheck apakah itu sekadar kegiatan kemanusiaan, aksi membawa-bawa nama Tuhan Yesus atau untuk memperoleh pengakuan dan pujian penghargaan. Kemurnian kasih diimplementasikan karena satu hal saja: bukti kasih pada Tuhan Allah. Bukan dengan amal supaya selamat, namun karena sudah diselamatkan. Niat dasar mendemonstrasikan kasih itu ditegaskan Yesus, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga” Matius 5:16. Tidak ada agenda pribadi sama sekali. Pamrih hanya dicatatkan dalam buku kehidupan Anak Domba, Yesus Juruselamat semua manusia.
Refleksi pada realita (past) membantu introspeksi diri atas pertumbuhan, stagnasi, atau penurunan kasih terhadap Tuhan dan sesama. Kesadaran yang radikal bahwa masa dinas di dunia sesungguhnya berkurang. Kini saat yang tepat sebelum nafas terahir tiba, untuk segera move on dari keterpurukan kepada perubahan dan pertobatan serta memperbaharui budi dan karakter dengan menghidupi kehidupan Kristus dalam kehidupan setiap tarikan nafas. Pdt. Dr. Samuel Simanjuntak (Rektor STT Permata Bangsa Barito, Tangerang) dalam suatu kesempatan pernah mengatakan bahwa orang percaya dalam perjalanan hidupnya, harus bisa memimpin diri sendiri, tetapi dengan meneladani gaya kepemimpinan Yesus dan memegang teguh akuntabilitas dalam segala hal.
“Maka sebab itu ajarkan apalah akan kami untuk membilang segala hari kami, supaya kami beroleh hati yang berbudi” demikian firman Tuhan dalam Mazmur 90:12 (terjemahan lama). Masa lalu seburuk apapun bukanlah menjadi batu sandungan untuk menjalani kehidupan hari yang akan datang sepanjang saat ini meletakkan basis pikiran di langit baru bumi baru. Sementara dalam proses perjuangan senantiasa memelihara kekudusan hidup dan mengoptimalkan segala potensi untuk memperoleh kekayaan (kecerdasan rohani, jiwani, dan ragani) bagi kemuliaan Allah.
Hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Pandemi Covid-19 dengan segala dampak buruknya (termasuk resesi ekonomi) belum diketahui kapan berakhir. Jika pandemi, wabah lain resesi, krisis bermunculan serta “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku” Habakuk 3:17,18.
Hidup ini rapuh, menyeramkan dan rawan sewaktu-waktu meninggal. Umur 70 sampai 80 tahun pun bisa menjadi barang mewah yang sukar mencapainya. Dalam situasi dan kondisi yang menakutkan itu, berkemas-kemas pulang ke rumah Bapa adalah solusi terbaik dengan takut dan gentar tetaplah mengerjakan keselamatan (Filipi 2:11). Selagi masih ada kesempatan, maka hidup jangan disia-siakan. Mengambil pelajaran dari masa lalu untuk new normal life saat ini sebagai warga sorgawi menuju keabadian hidup bersama Tuhan Yesus Kristus. Sebab Dia hidup ada hari esok, ku tak gentar. Karena kutahu/kupercaya Dia pegang hari esok, maka hidup jadi berarti. Hidup yang sungguh berarti, anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Hidup bermakna bagi sesama. Imanuel. Selamat Tahun Baru 2021.
* Penulis: Drs. Alidin Sitanggang M.M., M.Th. (Founder Yayasan Ayo Bangkit Generasi Muda, Ketua DPP PID Bidang Perekonomian, mantan bankir BUMN). Alyssa Maulina Al Jonak Sitanggang, kini mahasiswi Ilmu Komunikasi Universiras Pelita Harapan, Kota Tangerang, berminat memerhati masalah pembinaan generasi muda, dan Sekretaris Yayasan Ayo Bangkit Generasi Muda. Tinggal di Jakarta.