Narwastu.id – Rohaniwan kelahiran 14 November 1967 ini adalah sosok Pancasilais dan cendekiawan. Ia kini selain dikenal melayani sebagai pastur Bantuan TNI/Polri Keuskupan TNI/Polri, juga pernah jadi Pastur Pendamping umat Katolik di lingkungan TNI/Polri seluruh Indonesia pada Ordinariat Militer Indonesia (April 2015-April 2020). Selain itu, Romo Rofinus, begitu ia akrab disapa juga Pembina Yayasan Bina Talenta Flores, Pembina Gerak Pembumian Pancasila Ende Flores, salah satu pendiri Indonesia Peace and Conflict Resolution Association (IPCRA) dan Moderator Nasional Vox Point Indonesia. Ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Agung Ende (2010-2012) ini juga dosen tetap Sekolah Tinggi Pertanian Flores Bajawa. Berikut ini wawancara Majalah NARWASTU dengan Romo Rofinus seputar perayaan Natal, Tahun Baru 2021 dan komentarnya soal Majalah NARWASTU.
Apa pendapat Anda tentang perayaan Natal dan Tahun Baru 2021 ini, di saat kita menghadapi wabah Covid-19 dan resesi ekonomi?
Perayaan Natal sebagai perayaan keimanan umat Kristiani untuk menghayati kelahiran Sang Juruselamat kita Yesus Kristus memang sejatinya mesti dirayakan dengan penuh sukacita dan damai sejahtera sebagaimana makna dan spirit Natal yang dihadirkan oleh Tuhan Yesus Kristus. Namun khusus perayaan Natal tahun 2020 ini kita harus menyesuaikannya dengan situasi pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi yang tengah dihadapi dunia pada umumnya, termasuk kita masyarakat dan bangsa Indonesia. Karena itu, perayaan Natal dan Tahun Baru 2021 hendaknya dirayakan dengan sederhana dan mentaati penerapan protokol kesehatan dengan ketat, di antaranya dengan pembatasan jumlah umat yang hadir dalam perayaan tersebut sesuai penetapan Gugus Tugas penanganan pandemi Covid-19, menghindari kerumunan umat dalam jumlah besar, memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, serta penggunaan handsanitiser.
Bagaimana kebiasaan Anda dan keluarga dalam merayakan Natal dan tahun baru? Tolong diceritakan.
Yang saya ceritakan ini adalah kebiasaan pada situasi normal seperti pada tahun-tahun terdahulu sebelum badai Covid-19 melanda kita saat ini.
Sebagai seorang Pastor Katolik (Latin: gembala) saya tidak berkeluarga karena menghayati kehidupan Selibat atau tidak menikah. Maka saya tentu akan berkisah seputar kebiasaan dalam peran pelayanan saya di hari-hari seputar perayaan Natal dan tahun baru bersama umat yang saya layani, baik di pelayanan teritorial parokial, yakni gereja-gereja Paroki dan Keuskupan maupun pelayanan kategorial di komunitas-komunitas kategorial Katolik yang dipercayakan pelayanannya pada saya. Didahului dengan persiapan selama empat Minggu Masa Adven mempersiapkan secara spiritual kedatangan Juruselamat yang akan dirayakan secara liturgis pada malam Natal yang kudus dan Hari Raya Natal yang meriah nan agung.
Persiapan selama masa Adven biasanya diisi dengan kegiatan rekoleksi atau retreat penyegaran rohani, penerimaan Sakramen Tobat dan Rekonsiliasi, mendampingi umat dalam latihan paduan suara/koor, bakti sosial pembersihan dan dekorasi gereja dan area sekitarnya, serta gladi bersih persiapan acara liturgisnya. Pada malam Natal saya memimpin dan membawakan khotbah/Homili pada Misa Kudus Vigili Kelahiran Yesus Kristus, juga besok pada Hari Raya Natal saya memimpin dan berkhotbah/homili pada misa kudus Hari Raya Natal. Sesudah itu saya memimpin dan berkhotbah pada Misa Syukur Penutupan Tahun pada tanggal 31 Desember, dan dilanjutkan dengan memimpin dan berkhotbah pada misa tahun baru pada tanggal 1 Januari untuk bersama umat mengawali tahun baru di dalam nama dan kuat kuasa Tuhan Yesus serta memohon berkat dan penyertaan Tuhan untuk hari-hari hidup kita sepanjang tahun yang baru.
Bagi Anda sendiri apa makna Natal itu?
Makna Natal, bagi saya, terinspirasi oleh ayat suci Firman Tuhan sendiri. Alkitab khususnya Injil Lukas 2:14 bersaksi: Pada malam Natal yang kudus, ketika Yesus Kristus lahir di Betlehem-Holy Land, para malaikat bernyanyi, “Gloria in excelsis Deo et in terra pax hominibus bonae voluntatis” atau “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadaNya.”
Peristiwa Natal selalu digambarkan sebagai “peristiwa terang”, yakni hadirnya terang harapan dan sukacita, damai sejahtera dan kebahagiaan bagi dunia yang diliputi kegelapan. Kegelapan adalah simbol atau gambaran situasi hidup yang dikuasai penderitaan, ketakutan dan kegelisahan akibat diterpa badai pandemi Covid-19, dukacita, hilangnya harapan, padamnya cinta kasih, matinya keyakinan, redupnya semangat hidup, sirnanya kebahagiaan dan hancurnya martabat manusia.
Ketika kita merayakan Natal dalam hari-hari ke depan ini, kita diajak untuk merenungkan makna Natal bagi kehidupan kita sebagai pribadi, keluarga, satu komunitas, satu masyarakat, bangsa dan negara dalam wadah NKRI yang sama-sama kita cintai ini. Natal adalah kesempatan kita merayakan kelahiran Seorang Anak di kandang domba. Suatu wujud kesederhanaan dan empati kemanusiaan yang paling dasar. Inilah pesan Natal yang universal dan tidak dibatasi waktu. Ya, benar, setiap perayaan Natal, kita merayakan kelahiran Seorang Anak di kandang domba. Tetapi melalui kerendahan hati (humble) dan pengorbanan, kehidupan yang dituntun oleh iman dan kebaikan terhadap sesama, Yesus Kristus mengajarkan tentang belas kasih dan amal baik.
Di dalam Dia kita melihat contoh hidup, bahwa kita harus mencintai sesama, alam, juga bangsa dan negara, tidak hanya dengan kata, tetapi terutama melalui perbuatan nyata. Satunya kata dan perbuatan atau berintegritas handal. Bagi kita di NKRI yang super majemuk ini, hikmah Natal merupakan hal penting berupa pesan imperatif untuk membangun solidaritas antarumat beragama di Indonesia. Jika masyarakat bersatu, solid dan saling solider satu sama lain, maka upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bersama (bonum Commune) akan lebih mudah. Natal adalah momentum untuk tetap menjaga kedamaian tanpa memandang suku, agama, ras dan latar belakang (SARA). Natal adalah kesempatan untuk memperbaharui diri sambil tetap menjaga semangat toleransi antarsesama.
Natal adalah peluang untuk menebarkan kebaikan, perdamaian, dan persatuan umat manusia yang jauh dari permusuhan, saling curiga, dan pemaksaan kehendak. Toleransi dan penghormatan kepada agama lain tidak berarti bahwa kita harus meninggalkan agama dan kepercayaan, tradisi, dan kebudayaan kita. Dalam tradisi Kristen, Natal adalah waktu untuk berharap akan adanya pembaharuan.
Dalam konteks kebangsaan, Natal menghembuskan semangat cinta tanah air dan kesetiaan kepada negara yang seyogianya kian berkobar. Semangat cinta tanah air, bela negara atau patriotisme itu tidak hanya cukup dikumandangkan dalam orasi dengan kata-kata yang melangit, melainkan terutama mesti dibumikan atau dikonkretkan dalam praksis nyata, perbuatan dan tindakan dalam keseharian. Memupuk solidaritas nasional dan memperkuat semangat cinta bangsa merupakan salah satu poin penting dalam renungan makna Natal kita. Karena spirit Natal mendorong kita untuk lebih peka, peduli dan bertanggung jawab pada kehidupan bersama, baik sebagai komunitas kecil berupa keluarga, maupun komunitas masyarakat, bangsa dan negara, bahkan dalam kemanusiaan universal.
Apa harapan Anda kepada warga gereja dan pimpinan gereja dalam merayakan Natal?
Harapan saya untuk warga gereja dan pimpinan gereja adalah, sungguh-sungguh merayakan Natal tahun ini dalam suasana keprihatinan karena situasi kondisi khusus menghadapi wabah Covid-19 dan resesi ekonomi yang tengah dialami bangsa kita dan seluruh dunia. Kita terus memantapkan solidaritas, kesetiakawanan sosial dan sikap belarasa bersama segenap elemen anak bangsa saat ini.
Anda termasuk sebagai Tokoh Kristiani 2020 Pilihan NARWASTU. Apa yang Anda pikirkan dan rasakan ketika menjadi tokoh Kristiani dari perspektif seorang pastor yang bergerak memajukan nilai-nilai kebangsaan, apa harapannya ke depan?
Majalah NARWASTU terbitan Edisi Maret 2020 lalu menurunkan tulisan wawancara dengan saya berjudul “Dr. Rofinus Neto Wuli, Pr., S.Fil., M.Si (Han) atau Romo Ronny BICARA KEROHANIAN DAN SITUASI BANGSA SAAT INI” dalam durasi halaman yang cukup signifikan. Dalam tulisan dengan judul beraras kerohanian dan spirit kebangsaan yang kuat tersebut sesungguhnya sudah terangkum apa yang saya pikirkan dan rasakan sebagai salah seorang tokoh Kristiani pilihan NARWASTU. Harapan saya, setiap upaya untuk meningkatkan spiritualitas atau kerohanian dan spirit kebangsaan di tengah situasi bangsa saat ini amatlah penting untuk terus merajut ke-Indonesia-an kita. Indonesia ini majemuk, plural dan multikultural. Dalam diri setiap kita anak-anak Tuhan, warga Kristiani di negeri ini melekat dua status sekaligus, yaitu status sebagai warga gereja/warga Kristiani dan sekaligus warga negara dalam NKRI tercinta ini. Karena itu, kita hendaknya semakin menjadi “100% Kristiani 100% Indonesia.”
Apa harapan dan pendapat Anda soal Majalah NARWASTU yang selama ini setiap akhir tahun selalu memilih tokoh-tokoh Kristiani?
Hemat saya Majalah NARWASTU sebagai satu-satunya majalah Kristen yang membuat pemilihan tokoh Kristiani hendaklah tetap konsisten dan setia melangkah dalam segmen pelayanan yang khas dan khusus ini. Pantang surut melangkah. Mesti tetap teguh bertahan atas dasar iman akan Tuhan Yesus Kristus walau diterpa berbagai goncangan badai seperti Covid-19 seperti saat ini.
Saya bersyukur kepada Tuhan yang oleh penyelenggaraan IlahiNya (Providentia Dei) telah memakai Majalah NARWASTU menjadi alat saluran berkatNya bagi banyak orang, baik bagi gereja maupun bagi masyarakat, bangsa dan NKRI ini. Salut saya pada Manajemen Majalah NARWASTU yang tetap setia pada spirit pelayanan dengan kepemimpinan yang melayani (servant leadership) mengikuti teladan Sang Guru Agung kita yang datang ke tengah dunia ini bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang (Matius 20:25-28). Profisiat dan selamat sukses Majalah NARWASTU. JK