Dr. Sigit Triyono, M.M. Termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2014 Pilihan NARWASTU”

454
Dr. Sigit Triyono, M.M.

Narwastu.id – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan PT Gramedia Pustaka Utama, ada ditulis, seseorang disebut Tokoh: kalau ia pemimpin yang baik, yang dapat dijadikan contoh, dan dapat diteladani sifat-sifat baiknya. Begitu juga figur-figur Kristiani yang ditampilkan dalam 21 tokoh edisi kali ini, kami anggap sosok yang patut dijadikan contoh dan punya sifat-sifat baik yang patut diteladani. Dan seperti tokoh-tokoh pilihan tahun yang lalu, mereka adalah sosok yang mampu mengispirasi dan mampu memotivasi sesuai dengan bidang yang ditekuni.

Pembaca yang budiman, sepanjang tahun 2014 ini, kita saksikan bersama ada banyak peristiwa mengejutkan plus menarik dalam perjalanan gereja dan bangsa ini. Apakah itu di bidang sosial, politik, hukum, HAM, kemasyarakatan, ekonomi, budaya dan pendidikan yang patut dicermati dan direkam. Berbarengan dengan itulah muncul sejumlah figur pejuang (Baca: tokoh) yang bersentuhan dengan peristiwa itu, termasuk figur-figur dari kalangan Kristen atau Katolik. Dilatarbelakangi itulah, seperti tahun-tahun lalu, pada akhir 2014 ini, Majalah NARWASTU yang kita cintai ini kembali menampilkan tokoh-tokoh Kristiani “pembuat berita” (news maker).

Sama seperti tahun-tahun lalu, ada tiga kriteria yang dibuat tim redaksi NARWASTU untuk memilih seseorang agar disebut tokoh pembuat berita. Pertama, si tokoh mesti populer dalam arti yang positif di bidangnya. Kedua, si tokoh mesti peduli pada persoalan gereja, masyarakat dan nasionalis (Pancasilais). Ketiga, si tokoh kerap jadi perbincangan dan muncul di media massa (terutama di NARWASTU), baik karena pemikiran-pemikirannya yang inovatif, aktivitasnya atau ide-idenya kontroversial. Si tokoh pun jadi figur inspirator dan motivator di tengah jemaat atau masyarakat.

Bagi tim NARWASTU, tak mudah untuk memilih seseorang agar menjadi “tokoh Kristiani”. Soalnya, kiprahnya harus kami ikuti pula lewat media massa, khususnya media Kristen, termasuk mencermati aktivitas dan track record-nya. Pada akhir 2014 ini, kami pilih lagi “21 Tokoh Kristiani Pembuat Berita Sepanjang 2014.” Figur yang dipilih ini, seperti tahun lalu, ada berlatarbelakang advokat, politisi, jenderal, tokoh lintas agama, pengusaha, aktivis HAM, pemimpin gereja, aktivis gereja, pimpinan ormas, dan aktivis LSM.

Setelah diseleksi tim NARWASTU secara ketat dari 112 nama yang terkumpul, berikut kami tampilkan 21 tokoh, yakni Pdt. DR. Bambang H. Widjaja, Ir. Sahat P. Pasaribu, M.Pdk, Pdt. DR. Benny B. Nenoharan, Pdt. Naomi Purayaw Suatan, St. Sahala R.H. Panggabean, MBA, Said Damanik, S.H., M.H., Pdt. Dr. Jaharianson Saragih, Drs. S. Laoli, M.M., Drs. Nikson Nababan, Anton Anatona Zagota, DR. Tema Adiputra Harefa, M.A., B. Halomoan Sianturi, S.H., Pdt. Mulyadi Sulaeman, Dr. Sigit Triyono, M.M., Pdt. Marihot Siahaan, S.Th,  Pdt. Wilfred Soplantila, Pdt. Lusiana Harianja Pella, M.Th, DR. Lukman Astanto, Pdt. Jefri Tambayong, S.Th, Jimmy Simanjuntak, S.H., M.H., dan Y. Deddy A. Madong, S.H., M.A.

Mencerdaskan dan Memotivasi Lewat Gagasan Genial  

Tokoh-tokoh Kristiani pilihan Majalah NARWASTU hadir saat acara pemberian penghargaan di Jakarta.

Kalau Anda pembaca setia NARWASTU, majalah kesayangan kita ini, pasti setiap edisi selalu menyimak pemikiran-pemikiran Dr. Sigit Triyono, M.M., pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 20 Januari 1963 yang selalu menulis di rubrik Usaha dan Motivasi. Banyak pembaca majalah ini yang menyukai tulisan-tulisan pria berdarah Jawa yang dulu aktif sebagai aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) ini. Pasalnya, tulisan-tulisan anggota jemaat GKI ini terasa mencerdaskan dan mampu memotivasi para pembacanya.

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah NARWASTU, Jonro I. Munthe, S.Sos diwawancarai wartawan TV, media cetak dan online di sebuah acara pemberian penghargaan kepada tokoh-tokoh Kristiani pilihan NARWASTU di Jakarta.

Sigit Triyono selama ini tak hanya produktif menulis. Namun ia pun sering diundang berbicara di berbagai diskusi dan aktif memberikan training atau motivasi terhadap gereja-gereja, lembaga Kristen, organisasi pemuda Kristen, politisi muda, bahkan perusahaan-perusahaan terkemuka di negeri ini. Ia tak hanya diundang berbicara dari satu kota ke kota lainnya, namun sejumlah negara sudah ia kunjungi untuk memberikan gagasan-gagasannya yang cerdas dan sarat nilai-nilai Kristen.

Saat ini Sigit menjabat sebagai Managing Director PT. Sukses Holistik Indonesia, dan aktif dalam bidang pelatihan untuk institusi keagamaan, serta konsultan HRD dan Marketing. Ia pun sudah menulis buku berjudul “Sukses Terpadu Bisnis Ritel: Dari Merchandising Sampai Shrinkage.” Selain membentuk Sukses Holistik Indonesia, ia pendiri Rasfles Foundation, dan School of Parliament Jakarta. Dengan pengalaman di Dale Carnegie Training, Matahari Putra Prima, Tbk., peneliti di LPEM-FEUI, associate LPPM, dan MarkPlus & Co Partner, ia sudah melanglang buana dan belajar hingga ke Jepang, Malaysia, Australia, Taiwan, Taiwan, dan China.

Di sebuah tulisannya di majalah ini, Sigit yang giat juga mengasuh media pelayanan saat mahasiswa pernah menulis, “Ada seorang sahabat pembaca NARWASTU yang memberikan opininya kepada penulis. Dia bilang, ’Tulisan Pak Sigit, kok, nggak ada uraian soal kekristenannya? Tulisan itu sangat umum, bahkan kalau dimuat di majalah non-Kristen juga relevan. Lalu, di mana ciri Kristennya? Kan ini majalah Kristen!’…Saya kira cukup relevan bila hasil diskusi saya dengan sahabat di atas, saya tuliskan di rubrik ini. Setidaknya agar pembaca lain ikut mendapatkan inspirasi berbisnis dengan nilai-nilai Kristen.”

Hemat saya, tulisnya, ide dan aktivitas bisnis adalah netral. Sama seperti ide dan aktivitas membangun rumah. Siapa saja bisa melakukannya tanpa memandang latar belakang kepercayaan dan agama. Ilmu membangun bisnis dan membangun rumah memang bukan bagian dari ilmu teologia. Membangun dan mengelola bisnis sudah menjadi bagian dari ilmu ekonomi, sementara membangun rumah menjadi bagian dari ilmu teknik. Sedangkan Kristen sebagai ilmu, masuk dalam disiplin ilmu teologia. Nah, bila mencari kaitan antara bisnis dan kekristenan, ini dia yang harus kita pergumulkan terus menerus. Tidak ada kalimat final dalam hal mengaitkan antara bisnis dan kekristenan. Bila kita bahas secara keilmuan, kita harus masuk ke ilmu filsafat yang merupakan induk dari segala ilmu. Tapi, kan, jadi berat dan sangat akademis. Baiklah, kita masuk ke hal-hal yang lebih praktis saja, supaya bisa langsung diimplementasikan.

Bisnis yang baik adalah bisnis yang menghasilkan keuntungan, terutama bagi pemilik sahamnya. Tapi, dalam era good governance sekarang ini, bisnis juga dituntut memberikan manfaat kepada stakeholder lain. Yaitu, jajaran manajemen, karyawan, supplier, konsumen, masyarakat pada umumnya dan bagi negara di mana bisnis itu berdomisili. Lebih jauh lagi diharapkan juga bermanfaat bagi lingkungan hidup secara umum, bukan malah menimbulkan kerusakan.

Bisnis yang dapat memenuhi tuntutan para stakeholder-nya adalah bisnis yang sangat Kristiani. Kenapa? Karena di sana nama Tuhan dipermuliakan. Menurut saya, tidak terlalu perlu dan harus memakai nama yang berkonotasi Alkitab, Timur Tengah atau istilah-istilah “rohani” lain untuk menunjukkan praktik bisnis yang Kristiani. Apa gunanya lembaga bisnis bernama “PT. Gloria Haleluya” tapi terus merugi, karyawannya mogok  dan sisa produksinya menimbulkan pencemaran lingkungan yang parah? Apa gunanya lembaga bisnis berlabel “PT. Damai Sejahtera”, tapi para direksi dan manajernya korupsi, nyogok sana nyogok sini dan menekan supplier sampai bangkrut?

Tidak dipungkiri ada banyak para pelaku bisnis yang ingin mendapatkan dorongan spiritual dari nama-nama yang dia pilih yang dekat dengan Alkitab, tempat-tempat di Timur Tengah dan “momen-momen pertobatannya”. Bila itu memang dapat memberikan dorongan semangat untuk mempraktikkan bisnis yang profesional dan good governance, itu sangat bagus. Artinya, bukan sekadar nempel nama “Kristen” dan praktiknya tidak ada etika Kristennya. Itu namanya munafik. Dan Tuhan paling  tidak suka dengan orang munafik.

”Sebaliknya banyak nama lembaga bisnis yang tidak ada hubungan dengan Alkitab, nama-nama Timur Tengah atau istilah-istilah ’rohani’ lain, tapi dia sangat memperhatikan etika yang memuliakan nama Tuhan, baik terhadap karyawan, memuaskan konsumennya, bermanfaat bagi lingkungan dan menghasilkan keuntungan financial yang cukup. Menurut saya, itu juga bisnis yang Kristiani. Sekarang jadi lebih mudah untuk  menjelaskan bagaimana kaitan bisnis dengan kekristenan. Sejauh bisnis dibangun dan dikelola dengan semangat yang dilandasi iman, pengharapan dan kasih dari Tuhan, meski harus terus mengupayakan keuntungan financial, maka bisnis itu sudah Kristiani,” tulis Sigit yang pernah menjadi penatua di GKI Kwitang (1997-2000) dan Ketua Bidang Organisasi dan Kepemimpinan BPC GMKI Yogyakarta.

Menurutnya, kriteria bisnis yang baik, salah satunya menghasilkan keuntungan uang. Namun, banyak kisah sukses pebisnis yang mulanya bukan semata-mata keuangan. Bila hanya semangat uang terus tanpa memperhatikan aspek lain, maka bisnis bisa tidak menimbulkan kesejahteraan. ”Karena kesejahteraan bukan hanya diukur dari uang. Saya ingat pada waktu presentasi di sebuah seminar di Manado ada satu peserta yang bertanya, ’Pak, bagaimana agar saya tetap berbisnis tanpa harus meninggalkan Tuhan?’ Saya jawab, ’Bila Anda berbisnis dalam rangka mengimplementasikan iman Kristen Anda, maka bisnis Anda tidak akan membuat Anda jauh dari Tuhan. Sebaliknya Anda akan semakin dekat dengan Tuhan, karena di setiap langkah pengelolaan bisnis Anda selalu bersandar kepada Tuhan’,” tulis pria berpenampilan sejuk dan tenang ini. KL

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here