Narwastu.id – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan PT Gramedia Pustaka Utama, ada ditulis, seseorang disebut Tokoh: kalau ia pemimpin yang baik, yang dapat dijadikan contoh, dan dapat diteladani sifat-sifat baiknya. Begitu juga figur-figur Kristiani yang ditampilkan dalam 21 tokoh edisi kali ini, kami anggap sosok yang patut dijadikan contoh dan punya sifat-sifat baik yang patut diteladani. Dan seperti tokoh-tokoh pilihan tahun yang lalu, mereka adalah sosok yang mampu mengispirasi dan mampu memotivasi sesuai dengan bidang yang ditekuni.
Pembaca yang budiman, sepanjang tahun 2014 ini, kita saksikan bersama ada banyak peristiwa mengejutkan plus menarik dalam perjalanan gereja dan bangsa ini. Apakah itu di bidang sosial, politik, hukum, HAM, kemasyarakatan, ekonomi, budaya dan pendidikan yang patut dicermati dan direkam. Berbarengan dengan itulah muncul sejumlah figur pejuang (Baca: tokoh) yang bersentuhan dengan peristiwa itu, termasuk figur-figur dari kalangan Kristen atau Katolik. Dilatarbelakangi itulah, seperti tahun-tahun lalu, pada akhir 2014 ini, Majalah NARWASTU yang kita cintai ini kembali menampilkan tokoh-tokoh Kristiani “pembuat berita” (news maker).
Sama seperti tahun-tahun lalu, ada tiga kriteria yang dibuat tim redaksi NARWASTU untuk memilih seseorang agar disebut tokoh pembuat berita. Pertama, si tokoh mesti populer dalam arti yang positif di bidangnya. Kedua, si tokoh mesti peduli pada persoalan gereja, masyarakat dan nasionalis (Pancasilais). Ketiga, si tokoh kerap jadi perbincangan dan muncul di media massa (terutama di NARWASTU), baik karena pemikiran-pemikirannya yang inovatif, aktivitasnya atau ide-idenya kontroversial. Si tokoh pun jadi figur inspirator dan motivator di tengah jemaat atau masyarakat.
Bagi tim NARWASTU, tak mudah untuk memilih seseorang agar menjadi “tokoh Kristiani”. Soalnya, kiprahnya harus kami ikuti pula lewat media massa, khususnya media Kristen, termasuk mencermati aktivitas dan track record-nya. Pada akhir 2014 ini, kami pilih lagi “21 Tokoh Kristiani Pembuat Berita Sepanjang 2014.” Figur yang dipilih ini, seperti tahun lalu, ada berlatarbelakang advokat, politisi, jenderal, tokoh lintas agama, pengusaha, aktivis HAM, pemimpin gereja, aktivis gereja, pimpinan ormas, dan aktivis LSM.
Setelah diseleksi tim NARWASTU secara ketat dari 112 nama yang terkumpul, berikut kami tampilkan 21 tokoh, yakni Pdt. DR. Bambang H. Widjaja, Ir. Sahat P. Pasaribu, M.Pdk, Pdt. DR. Benny B. Nenoharan, Pdt. Naomi Purayaw Suatan, St. Sahala R.H. Panggabean, MBA, Said Damanik, S.H., M.H., Pdt. Dr. Jaharianson Saragih, Drs. S. Laoli, M.M., Drs. Nikson Nababan, Anton Anatona Zagota, DR. Tema Adiputra Harefa, M.A., B. Halomoan Sianturi, S.H., M.H., Pdt. Mulyadi Sulaeman, Drs. Sigit Triyono, M.M., Pdt. Marihot Siahaan, S.Th, Pdt. Wilfred Soplantila, Pdt. Lusiana Harianja Pella, M.Th, DR. Lukman Astanto, Pdt. Jefri Tambayong, S.Th, Jimmy Simanjuntak, S.H., M.H., dan Y. Deddy A. Madong, S.H.
Kami menampilkan profil singkat ke-21 tokoh di NARWASTU Edisi Khusus Desember 2014-Januari 2015 ini sebagai apresiasi (penghargaan) media ini atas perjuangan mereka selama ini di tengah gereja, masyarakat dan bangsa. Harapan dan doa kami, kiranya kiprah mereka selama ini bisa memberikan inspirasi, motivasi, pencerahan dan pencerdasan untuk kebaikan gereja, masyarakat dan bangsa ini.
Bapak/Ibu/Saudara yang terkasih, kami sudah berupaya objektif untuk memilih ke-21 tokoh ini. Dan amat manusiawi kalau tokoh-tokoh ini punya kekurangan, karena mereka bukan orang suci atau malaikat. Sekadar tahu, di tengah tim majalah ini tak jarang ada perdebatan mengenai figur seseorang saat namanya dimunculkan. Dalam pemilihan ini, perlu dicatat kami menghindari agar dalam 21 tokoh ini tak ada “orang dalam” dari NARWASTU, seperti pembina/penasihat.
Melalui tulisan ini, kiranya kita bisa melihat sisi positif atau nilai-nilai juang dari ke-21 tokoh ini. Kepada mereka yang termasuk dalam 21 tokoh ini, kami sampaikan pula bahwa inilah hadiah Natal terindah dari NARWASTU sebagai insan media Kristiani kepada Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang telah berupaya ikut membentuk karakter bangsa ini. Akhirnya, kami sampaikan, selamat Hari Natal 2014 dan Tahun Baru 2015. Kiranya, Tuhan selalu memberkati kita semua, syalom.
Advokat yang Peduli Melayani Profesional Lewat Persekutuan Doa
Pria Batak ini dikenal Kristen yang taat dan advokat yang lurus dan “moralis”. Ia mengidolakan Yesus Kristus. Dulu ia mengidolakan seorang advokat senior yang tergolong hebat. “Saya dulu bercita-cita ingin seperti dia menjadi advokat, karena kemampuan hukumnya di atas rata-rata dan punya pengaruh, dan punya idealisme yang tinggi. Namun dalam perjalanan selanjutnya ia turut mengaminkan organisasi tandingan PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) dengan argumentasi dan alasan yang tentunya tidak dapat saya terima, dan mau menjadi kuasa hukum sejumlah koruptor,” ujar B. Halomoan Sianturi, S.H.
“Ini tentu membuat saya kecewa, karena ini mencederai idealisme dan integritas diri, brand beliau, meskipun jika dilihat dari ketentuan peraturan dan perundang-undangan tidak ada yang salah. Sejak itu saya tak mengidolakan dia lagi. Idola saya hanya Yesus. Yesus ternyata guru advokat atau pembela hebat lho. Kita baca saja dialog-dialog Yesus, seperti ditulis di Perjanjian Baru atau Kitab Injil. Kalau Yesus berbicara dengan para Imam dan orang Farisi, jawaban-jawaban Yesus lebih hebat dari jawaban advokat hebat,” cetusnya.
Misalnya, katanya, saat Yesus membela seorang pelacur yang nyaris dirajam dengan batu, juga saat Yesus ditanya soal Hari Sabat, jawaban Yesus lebih hebat dari jawaban advokat hebat, yang lebih hebat adalah jawaban Tuhan Yesus saat Pilatus mengajukan pertanyaan kepadaNya di gedung pengadilan. Halomoan Sianturi yang juga anggota Tim Pembela Kebebasan Beragama (TPKB) bersama Saor Siagian, S.H., M.Hum, menerangkan, sebagai seorang pengacara atau advokat ia selalu mensyukuri apa yang sudah ia terima dari Tuhan saat ini.
“Dalam segi kekayaan harta, saya tak mau membanding-bandingkan diri dengan pengacara-pengacara yang kaya raya, karena nanti saya jadi stres memikirkan itu. Saya nikmati dan bersyukur saja apa yang sudah diberikan Tuhan kepada saya. Begini saja saya sudah heran, kok, dan saya merasa semua ini karena kemurahanNya, bukan karena kehebatan saya. Dalam hidup ini saya hanya bergantung pada kasih Tuhan, bukan bergantung pada backing-backing yang hebat, misalnya di bidang hukum, dalam mendampingi klien. Tapi jujur saja, sebenarnya saya juga punya backing yang tanpa tanding, yaitu Yesus,” tukas suami tercinta Evie Setyati dan ayah Natan Nicholas Sianturi (15 tahun) ini. Halo pun pernah duduk sebagai pengurus bidang hukum di Forum Komunikasi Kerukunan Umat Kristen Depok (FKKUKD) di Kota Depok, Jawa Barat.
“Saya pun di bidang hukum bekerja dengan argumentasi hukum dan bekerja profesional, maksimal, jujur dan selalu awali dengan doa,” terang Halomoan yang pernah menjadi salah satu Ketua DPC Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Kota Depok. Pria yang awalnya bercita-cita menjadi insinyur pertanian, namun kemudian menjadi kepala bagian hukum di sebuah bank swasta dan berkiprah di perbankan lebih dari 10 tahun, di perusahaan finance lebih dari dua tahun, di perusahaan sekuritas lebih dari dua tahun, dan di perusahaan-perusahaan investasi dan otomotif.
Halo, begitu ia akrab dipanggil, juga seorang advokat yang peduli pada aktivitas rohani. Buktinya, ia kini memimpin sebuah Persekutuan Doa Bellagio di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Acara ibadahnya diadakan setiap Jumat siang bagi karyawan, pengusaha atau professional yang berkantor di kawasan elite Jakarta itu. Menurutnya, bersekutu bersama sesama saudara seiman itu sangat penting, agar saling mengasihi, dan bisa memuji Tuhan bersama di tengah kesibukan berkarier.
Halo pernah berdebat sengit dan mengkritik seorang pengacara senior terkenal, tentang penghapusan remisi bagi terpidana korupsi, terorisme dan narkoba di acara Indonesian Lawyers Club (ILC) di TV One beberapa tahun lalu. Saat berbicara soal politik, ia pernah menuturkan, “Bapak saya dahulu salah satu tokoh PNI (Partai Nasional Indonesia) di Muncar, Banyuwangi, dalam memperjuangkan idealismenya beliau menghabiskan uangnya tanpa menuntut kembali (kick back) dari partai tersebut.”
“Kalaupun nantinya saya mau aktif di partai politik, paling banter saya hanya mau duduk sampai sekjen saja dan tetap tidak akan mencalonkan diri jadi caleg ha…ha. Kerinduan saya hanya untuk dapat turut menentukan hitam putihnya sebuah parpol, dan dapat menentukan persyaratan caleg yang akan bertanding,” terang Halo yang beribadah di GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) Pelita Hidup, Kota Depok.
Menurut Halo yang duduk sebagai salah satu pengurus Jaringan Kristen Depok (JKD) ini, ada orang masuk ke sebuah parpol atau ingin jadi caleg orientasinya ingin mencari jaringan bisnis atau berdagang. “Jadi orientasinya bukan berjuang bagi kepentingan rakyat, bangsa dan negara, memang unsur kebanggaan bagi dirinya jika terpilih tetap harus ada, yang penting jangan hanya berpikir sebagai mata pencaharian. Apabila ada orang terjun jadi caleg dengan motivasi yang salah, maka jika tidak terpilih pasti stres berat,” ujar lulusan Fakultas Hukum UKI, Jakarta, yang kini memimpin Kantor Hukum HSP Law Firm (Law Firm Halomoan Sianturi & Partners).
Anggota Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) dan anggota DPC PERADI Jakarta Selatan yang lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 15 Mei 1960 ini menuturkan, seharusnya seseorang itu sebelum terjun berpolitik atau jadi caleg harus punya pandangan setidaknya bahwa ia ingin berjuang bagi kepentingan rakyat. Misalnya, kalau ia Kristen harus punya pemikiran untuk memperjuangkan kebebasan beribadah bagi umat Kristen dan berjuang bagi kesejahteraan rakyat dan harus berani menghadapi kelompok besar yang ada, dan siap dengan risiko kehilangan kursi atau jabatan yang sudah diduduki tersebut. JH