Narwastu.id – Setelah Yesus mati, Ia di-lay down (dibaringkan) di dalam kubur, kemudian kubur itu di-lockdown (dikunci/ditutup) dengan batu besar. Tetapi pada hari yang ketiga Ia bangkit dari kematian. Allah sendirilah yang membangkitkan Dia. Allah sendiri yang mengakhiri lockdown melalui malaikatNya. Sebagaimana diceritakan, “Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya” (Matius 28: 2). Jika sekarang kita dirumahkan atau di-lockdown akibat wabah Corona adalah demi keselamatan kita. Itupun hanya disuruh istirahat di rumah. Jadi belum apa-apa bila dibanding dengan lockdown yang dialami Yesus yang dialamiNya oleh arogansi kekuasaan dan bukan untuk diriNya.
Namun kematian yang mencekam dan mengerikan itu dikalahkan dan diakhiri Allah sendiri. Ya, Allah sendiri yang membangkitkan, Allah sendiri yang mengguncangkan bumi dan Allah sendiri yang membuka batu penutup kuburan itu. Itu semua di luar nalar dan rencana manusia. Dan nyatalah bahwa dalam kematian Yesus sebagai manusia, ke-Allah-an-Nya tidak mati. Di sana Allah tetap hidup. Justru melalui kematian Yesus, Allah dibawa semakin dekat kepada dunia. KematianNya adalah penggenapan Imanuel, Allah menyertai kita, Allah dekat dan menyertai seluru ciptaanNya.
Dan dalam kebangkitan nyata bahwa Allah berkuasa atas kematian. Dosa dan kematian tidak mampu menahan Yesus dalam kubur serta tidak mampu membatalkan rencana Allah akan keselamatan. Sebaliknya, Allah telah mengalahkan dan melucuti kematian. Yesus bangkit dan menang. Kemenangan itu menjadi pengharapan dan penghiburan bagi seluruh dunia, terlebih orang yang percaya. Makanya dengan gembira Paulus berkata, “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu?” (1 Korintus 15:55). Inilah kekuatan orang percaya, ia yakin bahwa kematian “in control” oleh Allah. Allah berkuasa atasnya.Jika Yesus tidak gentar menghadapi penderitaan dan kematian, sudah seharusnya anak-anak Tuhan dan murid-murid Yesus juga tidak gentar menghadapi pergumulan hidup. Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah anak Allah yang hidup dan murid Yesus yang menang. Dengan demikian kita menjadi penabur harapan dan optimisme.
Pemberi semangat dan penghiburan kepada orang-orang yang letih dalam hidupnya. Dan ketika kita tidak bisa beribadah di gereja sekarang janganlah iman kita langsung ciut dan berkata di manakah Allah. Ada yang karena kecewa langsung berkata, “Masakan Allah kalah sama Corona?” Kita janganlah begitu. Karena dalam kematian Yesuspun, Allah kita tetap ada dan hidup. Dan di dalam segala keadaan Allah tidak tidur. Ia mengetahui dan mengatur segalanya.
* Penulis adalah pendeta di Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB) Pulomas, Jakarta Timur, mantan Sekjen Sinode GPKB, mantan Sekretaris Majelis Pertimbangan PGI Wilayah DKI Jakarta dan anggota Forum Komunikasi Tokoh-tokoh Kristiani Pilihan Majalah NARWASTU (FORKOM NARWASTU).