Narwastu.id – Pada Sabtu, 29 Juni 2024 telah sukses digelar sebuah kegiatan seminar yang dilaksanakan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular, Jakarta. Seminar Nasional Fakultas Hukum Mpu Tantular kali ini mengangkat tema “Pelestarian Budaya Dalam Era Globalisasi.” Seminar ini berlangsung di Ruang Hiobaja, Kampus Universitas Mpu Tantular, Jakarta Timur. Peserta yang hadir kurang lebih 250 orang, dan dihadiri oleh peserta umum dari berbagai SMA atau sederajat dan sejumlah mahasiswa dari universitas lain. Seminar ini dibuka Rektor Universitas Mpu Tantular, Prof. Dr. Ratlan Pardede yang diwakili oleh Wakil Rektor Non Akademik Universitas Mpu Tantular, Ir. Rodeyar S. Pasaribu, M.M. Dikatakan, kita mesti belajar dari Steven Covey, yang terus berbuat untuk kebaikan. Para generasi milenial diajak untuk peduli pada budaya-budaya kebaikan, khususnya mahasiswa untuk tetap berkarya. Pada kesempatan ini pihak pimpinan Mpu Tantular memberi apresiasi kepada panitia, dan menerima penghargaan sebagai Duta Budaya di Universitas Mpu Tantular.
Acara dipandu oleh master ceremony (MC) Lili P.I. Kawatu, M.Th, dan dimoderatori Dr. dr. Dicky Yulius, MARS, FISQua. Seminar ini mengundang empat pemateri, yakni Berti Deliani (Analis Kebijakan Ahli Muda/PIC Pengembang Wisata Budaya). Pemateri kedua AKBP Jajang Hasan Basri, S.Ag., M.Si (Kasubditbinpolmas Ditbinmas Polda Metro Jaya), pemateri ketiga Assoc Prof. Dr. Suyud Margono (Dekan Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular dan Ahli Hak Kekayaan Intelektual Nasional).
Pemateri keempat Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom., dosen Universitas Mpu Tantular serta praktisi komunikasi, media dan pendidikan. Di acara ini ada pula hiburan tarian, ice breaking, kuis dengan gift voucher kuliah di Universitas Mpu Tantular dan ragam musik budaya. Berti Deliani menyampaikan materi seputar pengembangan wisata cultural heritage, yang bertugas untuk memanfaatkan warisan budaya yang ada, untuk dijadikan potensi daya tarik wisata. Kemudian bisa dikemas mulai dari produk wisata, promosi, sampai pemasarannya. Daya Tarik wisata cultural heritage memiliki 3A yang kurang memadai, contohnya, tidak adanya atraksi menarik yang dapat memberikan wisatawan pengalaman lebih, aksesibilitas menuju ke daya tarik wisata yang tidak memadai, kebersihan yang kurang.
Juga dikatakan, produktif naratif yang kurang kekinian dan perlu adanya pembaharuan dengan menyesuaikan target pasar wisata cultural heritage. Juga penataan display maupun tata ruang yang menarik, dan digitalisasi terutama untuk promosi ke wisatawan asing. Jajang Hasan Basri dalam paparannya menuturkan, pentingnya budaya di tengah arus globalisasi yang dapat mempengaruhi budaya lokal di Indonesia. Ada beberapa contoh problematika budaya yang terjadi di negara kita, misalnya, yang terjadi di lingkungan masyarakat adalah tawuran, geng motor/begal, dan bullying. Dan ada pula budaya yang terjadi di lingkup pejabat negara, misalnya, korupsi, kolusi, dan pungli. Nilai-nilai Pancasila, imbuhnya, merupakan salah satu solusi atas terdegradasinya budaya bangsa kita.
Suyud Margono dalam pembukaannya, menerangkan, Indonesia memiliki Kekayaan sumber hayati yang berlimpah. Selain itu, sejak lama ini menjadi resources, baik tradisi yang berkembang baik digunakan bagi masyarakat secara komunal yang harus dijaga kelestariannya. Inilah heritage yang harus dijaga, karena budaya bukan hanya pelestarian ataupun sebagai pembeda dengan negara maju. Alih-alih Indonesia sebagai negara berkembang yang belum berbasis sains dan teknologi, namun budaya di dalamnya terdapat knowledge dan wisdom menjadi value. Yang pasti menjadi daya saing di era global, pungkasnya. Sedangkan Serepina bicara tentang budaya yang dapat mempengaruhi mental. Ukuran kecerdasan, ujar kolomnis di Majalah NARWASTU ini, tidak bisa dijadikan kebijakan sebagai alat ukur dalam pencapaian kesuksesan seseorang.
“Sebab kecerdasan intelektual memiliki keterbatasan. Jika memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, dan tidak diimbangi kecerdasan emosional dan spiritual, maka ia akan berpotensi untuk mengalami kegagalan, bahkan akan menjadi fatal untuk dirinya sendiri. Maka kita harus bisa menyeimbangkan itu semua,” ujar perempuan Batak yang juga pemerhati sosial dan kemasyarakatan ini. Seminar ini sesungguhnya mengajak para generasi milenial agar bisa menjaga kebudayaan. Dan melestarikan budaya adalah sebuah keharusan agar budaya yang ditinggalkan nenek moyang kita terus bermanfaat di dalam kehidupan. Semoga kita bisa menjaga, mengingat, dan terus melestarikan budaya bangsa yang hampir hilang karena modernisasi.
Terkait dengan seminar ini, turut hadir mendukung acara ini David Sihombing, S.H. (Ka.Biro Administrasi dan Umum), Dr. (comm) Iwan Armawan, S.E., M.E. (Direktur Marketing, Humas dan Kerjasama), Retno Indriyati Kusuma, S.T., M.M. (Dekan Fakultas Teknik), para dosen dan staf Universitas Mpu Tantular. Acara ini berjalan baik atas kerjasama atau kolaborasi yang baik antara dosen dan mahasiswa, di bawah penanggungjawab Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom, dibantu Koordinator Pelaksana Anton Irawan Pasaribu, A.Md., Bns. Usai acara, Serepina menyampaikan, ini adalah perdana mata kuliah Antropologi yang dijadikan strategi pembelajaran project based learning bagi mahasiswa semester dua Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular. Jasatua Butarbutar, Psi., CIRP, CHCCP, CHRM, KNK Pratama, Madya, Utama, POP, Accesor LSP BNSP Indonesia, salah satu panitia menyampaikan, seminar ini merupakan pembelajaran yang berharga. Dan dengan materi yang disampaikan para narasumber akan menjadi pengetahuan buat para peserta. Bangga bisa menjadi bagian panitia, ujarnya, sesuai motto panitia “Together we can, together we Success.” “Bangga terhadap mahasiswa yang mengambil andil dalam kegiatan ini, dan ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak pendukung acara dari PT. Nemangkawi, Kencana Reka Solusi LPPPPI, Waanal BAN, Telkomsel dan Majalah NARWASTU,” pungkas Serepina. STH