Mereka Bicara Tentang Tahun 2023 yang Diramalkan Gelap

223

Narwastu.id – Tahun 2023 diramalkan dunia akan memasuki masa “kegelapan.” Harga-harga yang meningkat akibat inflasi telah memicu krisis biaya hidup di berbagai negara. Selain itu, ketatnya suku bunga acuan di berbagai negara dan perang yang tak kunjung usai membuat tekanan semakin besar bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Inflasi global diperkirakan melonjak hingga 8,8% pada 2022 dan 6,5% pada 2023. Saat ditanya bagaimana gereja-gereja dapat mengambil peran dalam menghadapi persoalan ini ke depan khususnya di momen Natal ini, berikut tanggapan beberapa Hamba Tuhan dari beberapa gereja.

Natal adalah peristiwa solidaritas Allah yang hadir di tengah realitas sosial manusia yang beragam (gembala, majus, pasangan yang bertunangan dsb). Interupsi Allah bagi mereka yang terpinggirkan, seperti kaum gembala diawali dengan kalimat, “Jangan takut…” (Lukas 2) ketika perubahan yang signifikan berlangsung di padang gembalaan yang awalnya gelap di malam hari berubah menjadi terang benderang ketika malaikat datang dan kemuliaan Allah menyinari tempat itu. Perubahan adalah segala bentuknya tetap sebuah realitas yang mengejutkan, bahkan mendatangkan kecemasan dan ketakutan.

Merayakan Natal adalah merayakan interupsi Allah di tengah realitas yang berubah cepat. Dan mengingat kalimatNya “jangan takut…” Peristiwa Natal yang direkam oleh Injil Lukas adalah momen perubahan yang direspons dengan antusias: Membangun spirit positif, adaptif dan inovatif. Sehingga gereja perlu mendampingi warganya untuk tetap berpikir positif, adaptif dan inovatif dalam menghadapi krisis ekonomi global yang berdampak bagi banyak negara (termasuk Indonesia). Natal mendorong warganya untuk memasuki Tahun Baru 2023 bukan dengan sikap kecemasan atau ketakutan yang berlebihan, tetap antusias untuk menemukan dan mengembangkan potensi yang tersedia di setiap konteks hidupnya, sehingga survive di tahun 2023 dalam anugerahNya (Pdt. Margie DeWanna/GPIB Zebaoth, Bogor).

Sebagaimana dalam peristiwa Natal, Allah menyatakan kasihNya kepada dunia, maka dalam semangat itu pula kita diundang untuk menghayati Natal sebagai momen untuk mewujudnyatakan kasih kepada sesama lewat karya nyata. Berbagi berkat kehidupan, berbela rasa pada sesama, dan merayakan Natal dalam kesederhanaan adalah contoh yang dapat kita lakukan dalam menghayati dan merayakan Natal (Pdt. Nicko Agusta/Gereja Presbyterian Indonesia Jemaat Sola Gratia, Jakarta).

Kelahiran Kristus dalam palungan hati umatNya telah mengubah kutuk menjadi berkat sehingga kegelapan pun (resesi ekonomi) tidak dapat menguasai sendi kehidupan umatNya. Justru sebaliknya umat Tuhan menjadi pioner saluran berkat untuk memberkati bangsa ini (Pdt. Martha Manuputty/Gereja Misi Injili Indonesia, Balikpapan).

Gereja terus memotivasi, menguatkan, menopang dan menolong anggota jemaatnya dengan melakukan apa yang dapat mereka kerjakan dengan pekerjaan mereka. Pintu berkat selalu tersedia bagi orang yang takut akan Tuhan dan tidak berdiam diri. Hidup kita tidak ditentukan oleh seberapa banyak yang kita miliki tetapi mengucap syukur untuk segalanya di hari ini (Pdt. Marhinus Haurissa/GKO Jemaat Depok 1).

Yesus datang utk menyelamatkan, dan dalam karya pelayananNya, Yesus selalu prohidup. Jadi peristiwa Natal yang memberitakan Yesus yang lahir harus teraplikasi dalam “aksi pro hidup.” Maksudnya sekarang ini di satu gereja mengajak umat untuk tidak pernah meragukan kuasa Allah, dan selalu percaya kepada Allah. Di sisi lain harus ada juga aksi nyata yang dilakukan. Tidak sekadar hanya rasa simpati atau berempati tapi harus ada aksi. Seperti meningkatkan pelayan diagonal/aktivitas pemberdayaan selain penguatan spiritual agar umat bisa bertahan (Pdt. Elles Tatipikalawan/GPM Jemaat Palungan Kasih, Tawiri, Ambon).

Natal adalah peristiwa memperingati kerelaan Tuhan menjadi manusia (Yohanes 1:1-14), untuk menanggung hukuman dosa manusia (1 Petrus 2:24), sehingga manusia bebas dari penghukuman dosa (Roma 8:1), dan dibebaskan dari kuasa kegelapan, masuk Kerajaan Allah (Kolose 1:13). Setiap memperingati peristiwa Natal, setiap umat Kristen hendaknya mempersembahkan ucapan syukur kepada Tuhan untuk membalas kebaikan Tuhan dengan cara menolong sesama yang hidup dalam kesusahan (Matius 25:31-40). Sikap menolong sesama yang susah, harus menjadi gaya hidup setiap umat Kristen. Itulah gaya hidup Kristus, seperti disebut di Matius 11:28-29 (Pdt. Jozef Ririmasse/GBI Rumah Kasih, Jakarta).

Natal adalah kisah nyata kasih Allah kepada ciptaanNya, yang memuncak pada penyerahan Anak Allah dalam menjalankan misi Allah (Missio Dei). Misi Allah itu harus dijalankan dengan mengorbankan diri untuk menebus dosa manusia. Maka penyerahan Anak Allah dalam misi ini menjadi hakekat kemanusiaan yang beradab, yang memberikan teladan kasih kepada dunia. Karena tanpa ada pengorbanan tidak ada penebusan. Maka, dalam situasi dunia masa kini, kita justru diingatkan kembali lewat Natal, bahwa tantangan hidup yang mencekam sekalipun tidak dapat mengubah misi Allah yang membawa damai sejahtera. Dalam situasi yang gelap, atau apapun istilah yang dipakai untuk menggambarkan keadaan dunia masa kini, sebagai orang-orang percaya kita tidak boleh takut atau cemas. Ingatlah bahwa Natal adalah kisah nyata Allah yang membawa pengharapan pada dunia. Dunia butuh semangat pengharapan, bukan ketakutan dengan segala metode pemikiran yang justru memperburuk kehidupan manusia (Pdt. Rahmat Basukendra/GKI Pamulang, Tangerang Selatan).

Gereja dapat menolong jemaat menghadapinya dengan meningkatkan pembinaan keluarga lewat penyerahan hidup yang total kepada Tuhan lewat menghidupkan kembali persekutuan keluarga dan ambil bagian dalam bentuk-bentuk pelayanan gereja. Selain itu, jemaat diingatkan untuk hidup sederhana (ugahari) dan tidak berfoya-foya apalagi di saat merayakan Natal. Jemaat juga perlu didorong untuk kembali mengolah lahan kosong untuk dijadikan penghasil bahan makanan jika krisis pangan nanti terjadi (Pdt. Eirene Parera (GPM Jemaat Seri, Ambon). RR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here