Narwastu.id – Dampak komunikasi pada setiap perubahan yang terjadi di dalam diri penerima, karena menerima pesan-pesan yang masuk dari orang lain melalui gadget (Handphone atau ponsel). Perubahan ini meliputi perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku. Wilbur Schramm dalam bukunya “How Communication Work?” menyatakan, mempelajari proses komunikasi itu mendapatkan efek. Jadi dapat dikatakan bahwa bagaimana proses komunikasi itu mendapatkan rangsangan umpan balik melalui respon cepat melalui gadget, sehingga mata hanya tertuju pada layar gadget dan jemari kita hanya fokus dengan huruf demi huruf yang kita ketik. Tidak hanya unsur pesan yang dimanipulasi guna menciptakan kondisi bagi suksesnya komunikasi itu, melainkan juga unsur-unsur yang lain, seperti unsur sumber, saluran komunikasi dan penerimaan. Malam itu commuter line sangat ramai. Ada yang duduk, dan ada yang berdiri. Penuh sesak. Nyaris tak ada celah atau ruang sedikitpun untuk sekadar menggerakkan badan saja. Dekat pintu keluar berdiri segerombol wanita. Semua kepala mereka menunduk. Rupanya mereka larut dalam peralatan komunikasi masing-masing. Termasuk seorang wanita, sebut saja Rani (36 tahun). Sejak awal naik commuter line, jari-jemarinya tak henti-hentinya memencet layar gadget tersebut. Sesekali pula jemarinya menggeser-geser layar, ke kiri kanan dan atas bawah.
Tak sekalipun dia menoleh, atau memperhatikan keadaan sekitar. Kondisi itu sudah berlangsung sejak dia naik dari Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Commuter line pun terus bergerak mengikuti relnya. Perlahan namun pasti bergerak, dan sesekali berhenti di stasiun-stasiun. Rani terus asyik dengan gadgetnya. Tanpa terasa commuter line sudah sampai di stasiun Bojong Gede, Depok. Barulah Rani tersadar, stasiun Citayam, tempat tujuannya telah terlewatkan. Karena commuter line keburu berjalan kembali, terpaksa dia berhenti di Cilebut. Sembari menggerutu, dia pun melewati pintu keluar stasiun dan mencari kendaraan grab.
“Waduh, kok, tidak ada yang memberi tahu, iya, kalau Citayam tadi sudah dekat, jadi keluar biaya lagi deh buat pulang. Mana jalan macet lagi,” ujarnya. Sejurus kemudian, dia juga memeriksa tasnya. Untungnya dompet dan isinya masih tersedia. Sebab, bukan tidak mungkin pula saat dia asyik bergadget ria, ada tangan-tangan jahil yang menyilet atau menggerayangi tasnya. Banyak lagi kasus yang terjadi akibat penggunaann gadget secara berlebihan. Seorang ibu yang sedang asyik main gadget, sampai lupa menjaga anak yang sedang berenang di kolam permainan bola plastik. Si anak sempat tercebur ke kolam dan untungnya sang ibu sadar sebelum anaknya mati tenggelam.
Dia pun mematikan gadgetnya dan berupaya menolong si anak yang untungnya dapat terselamatkan. Di luar negeri, tak sedikit pula pemberitaan, orang yang menyeberang tertabrak kendaraan akibat sibuk bermain gadget. Sebaliknya, ada pula pengendara yang menabrak kendaraan lain bahkan pejalan kaki juga karena bermain gadget sembari mengemudi. Gadget telah membuat manusia menjadi semakin individualis. Tidak lagi berinteraksi dengan sesamanya, atau bahkan tidak lagi mempedulikan keselamatan dan keamanan dirinya.
Pendiri Pendidikan Karakter Education Consulting, Doni Koesoema saat diminta komentarnya mengenai hal ini, mengingatkan adanya bahaya individualisme yang mulai muncul akibat kemajuan teknologi khususnya pemakaian gadget di masyarakat. Dia menilai gadget kini membuat manusia abai terhadap kehadiran orang lain. Termasuk yang ada di sekitar mereka. Teknologi memang bagai pedang bermata dua. Di satu sisi, mampu membuat segala proses pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. Namun di sisi lain dapat pula menjadikan kita tertutup dan tidak peduli terhadap kondisi di sekitar kita. Karena itu pergunakanlah gadget secara bijak dan bertanggung jawab. Minimal dalam sehari luangkanlah waktu bersama orang-orang sekitar dan dengan tidak kecanduan gadget pula kita akan mampu mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada kita.
* Penulis adalah dosen ilmu komunikasi, praktisi pendidikan dan pengamat sosial kemasyarakatan.