Berkolaborasi dengan yang Tak Kelihatan

* Oleh: Pdt. DR. Tjepy Jones B., M.Sc

189

Narwastu.id – 2 Korintus 4:18, “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.”

Apa yang dimaksud dengan “yang kelihatan” di dalam ayat di atas adalah fakta yang kita hadapi sehari-hari yang senantiasa berubah-ubah. Fakta ini yang membuat kita ada di dalam saat-saat senang tapi juga ada saatnya bersedih. Di lain waktu kita merasa damai tetapi ada juga saatnya kita ketakutan, ada saat kita berkecukupan, tetapi ada saat kita berkekurangan. Mengenai fakta kehidupan ini telah ditulis oleh Salomo di dalam Kitab Pengkhotbah, yang di dalam kitab ini disebut sebagai hidup di bawah matahari, yaitu kehidupan yang umum terjadi sehari-hari selama kita berada di dalam dunia ini. Tentu saja Allah tidak ingin kita anak-anakNya larut di dalam kehidupan yang seperti ini, sehingga Dia memberikan pengharapan akan hidup yang berkemenangan di dalam kemuliaanNya, yaitu Yesus Kritus yang adalah Pengharapan akan kemuliaan (Kolose 1:27).

Dan itulah sebabnya mengapa Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk berdoa “Jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga.” Maka yang dimaksud dengan “yang tak kelihatan” di dalam kutipan ayat di atas, yaitu kehidupan Kristus yang adalah Firman, Roh Iman yang membuat kita berkata-kata Firman, dan juga manusia batiniah, seperti yang telah disebutkan di dalam ayat-ayat sebelumnya, di mana semua itu adalah kodrat illahi yang kita miliki yang berasal dari Allah. Di sinilah terjadinya kesulitan bagi banyak pengikut Kristus untuk mempercayai bahwa di dalam dirinya ada kodrat illahi yang sangat berperan di dalam keberhasilan hidup, ditambah lagi dengan kurang pengetahuan sehingga menjadi enggan untuk berusaha mengambil bagian dalam kodrat illahi yang sudah tersedia ini, seperti yang tertulis didalam 2 Petrus 1:4, “Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia.”

Bagi sebagian kita untuk mempercayai bahwa Roh Allah ada bersemayam di sorga dan pada waktu yang bersamaan juga ada di dalam kita di dunia ini tentu hal yang tidak terlalu sulit. Tetapi mengapa untuk mempercayai bahwa kita ada di dalam dunia ini dan pada waktu yang bersamaan kita juga tersembunyi bersama Roh Allah di dalam Kristus Yesus di sorga menjadi hal yang sulit kita percayai? Padahal mengenai semua itu ada tertulis di dalam Efesus 2 ayat 6, dan juga Kolose 3 ayat 3 di dalam Alkitab. Hal inilah yang membuat banyak anak-anak Tuhan menjadi bias di dalam pengertian akan keberhasilan dalam hidup. Ada banyak definisi sukses di dalam dunia ini, tergantung dari siapa yang mendefinisikannya, padahal hanya satu definisi sukses yang diberikan oleh Alkitab di dalam Kitab Kejadian 39:2a, ”Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya.”

Ini artinya bahwa penyertaan Allahlah yang akan membuat kita menjadi selalu berhasil di dalam segala hal. Yesus Kristus yang tinggal di dalam kita adalah Allah Imanuel yang selalu beserta kita untuk membawa kita ke dalam kehidupan yang selalu berhasil. Kata berhasil yang dipakai di sini dalam teks Ibrani juga mengandung arti memiliki pertumbuhan serta berkembang yang bertambah besar. Tuhan Yesus sendiri dengan terang-terangan mau mengindentifikasi diriNya yang ada di sorga dengan gerejaNya yang ada di muka bumi. Kita lihat pada waktu gereja mula-mula mengalami penganiayaan dan seseorang yang bernama Saulus dengan sangat bernafsu ingin menghabisi semua jemaat Tuhan, bahkan meminta surat kuasa dari Imam Besar pada waktu itu untuk menangkapi umat Tuhan yang ada di Damsyik. Tetapi Alkitab mencatat dalam Kisah Rasul 9:3- 5, ”Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: “Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?”

Jawab Saulus: “Siapakah Engkau, Tuhan?” Kata-Nya: “Akulah Yesus yang kau aniaya itu.” Dari kisah ini kita melihat bagaimana Tuhan Yesus mengindentifikasikan diriNya dengan umatNya, sehingga apa yang dilakukan oleh Paulus itu terhadap umatNya diperhitungkan sebagai perlakuan yang sama terhadap diriNya. Maka sebaliknya Allah juga ingin kita umatNya mengindentifikasikan diri kita dengan Kristus Yesus di sorga, karena barangsiapa yang mengikatkan dirinya dengan Tuhan menjadi satu Roh dengan Dia (1 Korintus 6:17).

Ada suatu kisah yang dapat menjadi contoh bagi kita bagaimana campur tangan Allah yang tidak kelihatan yang membuat keberhasilan. Dalam Keluaran 17:8-15,  tertulis kisah peperangan antara bangsa Israel beberapa saat setelah meninggalkan tanah perbudakan di Mesir, melawan bangsa Amalek. Itulah peperangan pertama yang dialami oleh bangsa Israel sejak keluar dari tanah Mesir. Dalam peperangan itu, bangsa Israel memakai strategi yang unik, yaitu membaginya menjadi dua tim. Tim yang pertama hanya terdiri dari tiga orang, yaitu Musa, Harun dan Hur. Sedangkan tim yang kedua adalah Yosua dan segenap bangsa itu yang berhadapan langsung dengan bangsa Amalek di medan pertempuran. Keluaran 17:10-13, ”Lalu Yosua melakukan seperti yang dikatakan Musa kepadanya dan berperang melawan orang Amalek; tetapi Musa, Harun dan Hur telah naik ke puncak bukit. Dan terjadilah, apabila Musa mengangkat tangannya, lebih kuatlah Israel, tetapi apabila ia menurunkan tangannya, lebih kuatlah Amalek. Maka penatlah tangan Musa, sebab itu mereka mengambil sebuah batu, diletakkanlah di bawahnya, supaya ia duduk di atasnya; Harun dan Hur menopang kedua belah tangannya, seorang di sisi yang satu, seorang di sisi yang lain, sehingga tangannya tidak bergerak sampai matahari terbenam.

Demikianlah Yosua mengalahkan Amalek dan rakyatnya dengan mata pedang.” Dalam kisah ini jelas sekali digambarkan bahwa kemenangan Yosua beserta bangsa Isarel didapat karena Musa yang berdiri teguh yang dibantu oleh Harun dan Hur untuk mengangkat tangannya di hadapan Allah sampai peperangan selesai dengan kemenangan di pihak bangsa Israel. Dalam peperangan itu Musa memimpin seluruh bangsa Israel untuk melakukannya di dalam dua dimensi yang berjalan bersamaan. Dimensi pertama adalah Musa yang berurusan dengan yang tidak kelihatan, sedangkan dimensi yang kedua adalah Yosua dan segenap bangsa Israel yang berhadapan langsung dengan peperangan menghadapi bangsa Amalek.

Ketika Musa menurunkan tangannya karena kelelahan, maka kejadian ini berdampak langsung kepada peperangan yang dihadapi oleh Yosua dan bangsa Israel. Sebaliknya Yosua beserta bangsa Israel akan menjadi kuat jika Musa dapat mengatasi kelelahannya dalam mengangkat tangan dengan dibantu oleh Harun dan Hur. Dengan kata lain, situasi perang yang adalah fakta yang dapat berubah-ubah ternyata sepenuhnya dikendalikan oleh yang tidak kelihatan, yaitu tangan Musa yang terangkat.  Setelah kemenangan diraih oleh Yosua beserta segenap bangsa Israel, maka Tuhan berfirman, Keluaran 17:14, “Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda peringatan, dan ingatkanlah ke telinga Yosua, bahwa Aku akan menghapuskan sama sekali ingatan kepada Amalek dari kolong langit.”

Mengapa harus dituliskan dalam sebuah kitab? Tentu agar dibaca oleh umatNya bahwa bukan kekuatan mereka yang membuat mereka berhasil tetapi Tuhanlah yang membuat semuanya menjadi kemenangan bagi bangsa Isarel. Selanjutnya Musa mendirikan sebuah mezbah dan menamainya, “Tuhanlah panji-panjiku!” yang merupakan salah satu nama Allah di Perjanjian Lama, yaitu Yehova Nissi. Panji-panji itu adalah semacam spanduk yang bertuliskan pesan atau indentifikasi dari sesuatu. Allah inginkan supaya diriNya yang adalah juga Firman hidup itu menjadi panji-panji yang ada di pikiran dan di hati anak-anakNya yang mengenal Dia. Dalam klausal atau butir-butir Perjanjian Baru di mana kita hidup saat ini, ada tertulis, Ibrani  8:10, “Maka inilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman Tuhan. Aku akan menaruh hukum-Ku dalam akal budi mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.”

Jadi di dalam akal budi dan di dalam hati kitalah seharusnya kita menaruh perkataan Allah, atau hukum-hukum Allah, juga segala perintah dan nama-nama Allah yang adalah Roh Kehidupan itu. Karena itu, kita yang sudah dibangkitkan bersama dengan Kristus, kita harus memikirkan dan mencari perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah, dan bukan hanya yang di bumi saja. Seperti juga tertulis didalam kitab Filipi 4:8-9, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu”. Begitulah cara praktis untuk setiap kita berkolaborasi dengan yang tak kelihatan, dan karena yang tak kelihatan itu adalah Firman Allah yang hidup, maka kehidupan kita akan dipulihkan di dalam segala hal dan pada akhirnya akan membawa kemuliaan, pujian dan hormat bagi Allah kita. Amin.

 

* Penulis adalah Gembala Cibubur City Blessing dan anggota Forum Komunikasi Tokoh-tokoh Kristiani Pilihan Majalah NARWASTU (FORKOM NARWASTU).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here