Narwastu.id – Saya Jhon S.E. Panggabean S.H., M.H. lahir di kota Tarutung, Sumatera Utara, 13 September 1964 dari ayah alm. St. P. Panggabean dan ibu A. boru Aritonang. Saya mempunyai istri tercinta bernama Hartaty Tiurma boru Pakpahan dan mempunyai tiga orang anak bernama Samuel Panggabean, S.Th., Clara Panggabean, S.H., dan Gracia Panggabean, S.H. Dalam perjalanan hidup saya sejak SMP saya sudah hidup dalam okultisme (kuasa kegelapan), yaitu memegang jimatdan hidup tidak teratur, yaitu hidup malam begadang, dan menenggak minuman keras, sehingga saya harus berpindah sekolah dari Tarutung ke Barus sampai ke Medan.
Awalnya jimat yang saya pegang dari om saya, katanya untuk menjaga diri sebagai pertahanan sewaktu saya pindah ke kota Barus. Saya tidak hanya memakai satu dukun, bahkan berganti-ganti. Singkat cerita setelah lulus SMA tahun 1983 saya ikut tes Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan pilihan musikologi dan hukum, namun saya tidak lulus karena saya tidak belajar. Akhirnya kakak saya yang sudah lebih dahulu berada di kota Jakarta menyuruh saya untuk ke Jakarta dan saya tes di Universitas Kristen Indonesia (UKI) Fakultas Hukum dan bersyukur lulus pada gelombang ke dua.
Sejak awal masuk kuliah saya mengajak kawan-kawan untuk menenggak minuman keras, tetapi saat itu seorang teman kuliah yang bernama Perry B. Padayang, orangtuanya tinggal di Jakarta tapi ia justru mengajak saya untuk bersama-sama kos satu kamar. Dia orang yang pintar di sekolah serta guru sekolah minggu, dia saat itu selalu belajar, sedangkan saya selalu minum-minum dan pulang larut malam ke tempat kos.
Saya pulang dia saya temui masih belajar dan dia selalu mengajak saya untuk berdiskusi. Tapi bagaimana aku bisa diskusi karena saya tidak belajar sementara dia menguasai pelajaran, sehingga kalau diajak diskusi saya diam saja, tidak bisa. Suatu ketika, karena malu, saya merenung dia selalu belajar dan memahami pelajaran-pelajaran yang sudah diajarkan dosen di kampus, sehingga saat itu saya bertekad untuk belajar walaupun kehidupan masih belum teratur dan saya coba terus belajar dan ternyata saya bisa mengikuti apa yang diajarkan dosen. Akhirnya saat ujian saya bersama dia selalu lulus di yudisium pertama. Kemudian saya baru menyadari ternyata pergaulan yang baik akan membuat kita baik, hal ini sesuai dengan Firman Tuhan.
Setelah kami tamat kuliah Sarjana Hukum (SH) tahun 1988 kawan saya Perry bekerja di Kementerian Luar Negeri dan dia bertugas di luar negeri. Saat tamat saya berumur 24 tahun, dan satu tahun kemudian saya mendapatkan izin pengacara dan mulai menangani perkara, bahkan sudah mulai banyak yang saya tangani dan saat itu rasanya gampang dapat uang. Uang tersebut saya hambur-hamburkan, hidup di kehidupan malam di bar dan jimat tetap saya pegang. Tetapi suatu ketika saya merasakan, kok, hidup saya hampa sementara adik saya yang bernama Juni yang tinggal bersama saya, saya lihat selalu bersukacita, kalau saya pulang dari kafe/bar jam 5 pagi dia mau berangkat ke gereja dan saya omelin, “Mau kemana sih pagi-pagi?” Dia jawab, ke gereja, Bang, dan dia selalu ceria.
Suatu ketika ada seorang pendeta yang datang ke rumah mencari adik saya Juni. Biasanya kalau pendeta tersebut datang saya tidak suka dan saya pergi, namun ketika itu adik saya karena tidak ada di rumah pendeta tersebut menyatakan, “Bisa masuk sebentar?”, dan saat itu saya persilakan. Kemudian dia menyatakan ke saya, “Kalau Pak Panggabean mau bahagia, buanglah jimat yang dipegang amang (Bapak).” Saat itu, saya hanya diam saja kemudian dia pamit untuk pulang.
Akhirnya saya mulai merasakan, kok, hidup saya hampa padahal uang ada. Saya mulai bosan dan tidak lagi menikmati hidup yang minum-minum dan ingin seperti adik saya Juni yang selalu ceria dan sukacita. Suatu ketika waktu pulang dari bar jam 1 pagi saya menyatakan dalam hati kepada Tuhan, “Kalau memang Engkau ada, tolong saya ingin seperti adik saya Juni, saya mau ke gereja dan berikanlah saya jodoh.” Lalu saya ketiduran, jam 4.30 saya terbangun dan saya berangkat ke gereja (Gembalanya Pdt. DR. Jusuf Roni) yang saat itu ada di UKI Cawang, Jakarta Timur. Selama di gereja saya merasakan di satu sisi ada sukacita, dan di sisi lain ada penolakan karena ilmu yang saya pegang tersebut.
Sewaktu saya pulang gereja di situ saya bertemu dengan seorang perempuan yang kemudian menjadi istri saya. Namun, saat itu hidup saya masih tetap merasa hampa dan selalu teringat kepada perkataan pendeta yang menyuruh saya untuk membuang ilmu saya. Kalimat itu selalu terngiang-ngiang di pikiran saya terus menerus, akhirnya saya datangi pendeta tersebut dan kemudian jimat yang saya pegang dibakar. Setelah dibuang ilmu tersebut saya merasa lega, namun di kemudian hari perasaan saya justru terasa aneh, karena tiba-tiba bisa lemas dan seperti mau terjatuh.
Memang setelah ilmu saya buang saya belum sepenuhnya hidup di dalam Tuhan, sehingga kuasa kegelapan justru menghantam saya sampai 5 tahun sakit, dan hampir semua rumah sakit di Jakarta sudah saya jalani. Bahkan saat itu, saya berpikir jangan-jangan di otak saya ada yang tidak benar (penyakit), sehingga saya scanning otak di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, ternyata hasilnya tidak ada penyakit.
Akhirnya tahun 1994 kami putuskan untuk menikah, dan sewaktu pemberkatan nikah di sebuah gereja di Medan, tiba-tiba tubuh saya merasa lemas hampir mau jatuh. Saya pun tidak bisa bergerak, dalam pikiran saya, saya mati di pelaminan dan akan masuk berita di koran SIB (Sinar Indonesia Baru, koran terbesar di Sumut). Namun saat itu, saya melawan perasaan dengan menyebut nama Tuhan Yesus dan menyatakan, “Tuhan Yesus, tolong saya.” Saya katakan berulang-ulang, lama kelamaan saya ada kekuatan dan untung khotbah pendeta panjang, dan saat disuruh berdiri saya sudah ada kekuatan. Saat itulah saya merasakan bahwa di dalam nama Tuhan Yesus ada kekuatan dan kuasa.
Setelah menikah dan kembali ke Jakarta, ternyata bulan pertama sampai bulan ketiga saya sering tiba-tiba merasa lemas dan kaki saya selalu dingin dan muka saya pucat dan aneh, sehingga berbulan-bulan tidak masuk kantor. Saya rasakan sebelum perasaan lemas, ada sesuatu yang mendatangi saya dan membuat saya sama sekali tidak ada tenaga dan seperti mau copot hidup saya. Suatu ketika hal tersebut sangat kencang saya rasakan di mana sesuatu mau mendatangi saya, dan saya lemas. Saat itu saya berkata kepada istri tolong doakan saya dan ambil Alkitab. Saya bersama istri saya berdoa terus dan akhirnya diberi Tuhan kekuatan dan perasaan yang lemas tersebut hilang.
Keesokan harinya, sekalipun saya sudah bosan ke rumah sakit saya memutuskan untuk memeriksa secara detail keadaan tubuh dan jiwa saya ke rumah sakit. Saya ditangani oleh lebih lima dokter ahli, terakhir neurology dan psikiater ternyata semua menyatakan saya tidak ada penyakit, bahkan dokter neurology menyatakan, “Panggabean kalau tidak sakit jangan ke rumah sakit.” Saya dalam kebingungan saat itu karena secara medis tidak ada didapat penyakit tetapi saya merasakan sakit, maka saya dan istri sepakat untuk selalu berdoa kepada Tuhan Yesus karena itu yang bisa memberi kekuatan dan menghilangkan perasaan-perasaan yang lemas tersebut.
Suatu malam sewaktu berdoa istri saya merasakan sesuatu yang tidak enak dan menyatakan, “Pa, kalau berdoa jangan lama-lama.” Besoknya pada saat pulang dari kerja ternyata istri saya yang sedang hamil 4 bulan rupanya paginya terjatuh dan seharian tidak bisa bergerak kemudian saya membawanya ke rumah sakit. Saat diperiksa, dokter kandungan menyatakan ari-ari dalam kandungan istri saya sudah mau putus dan diopname. Saat itu saya katakan dalam hati saya, “Tuhan, kok, sampai seperti ini, saya sudah menderita beberapa tahun sakit dan sekarang istri dan anak saya di kandungan menderita juga.”
Keesokan harinya saya menjumpai pendeta yang telah membakar ilmu saya. Namun, pendeta tersebut tidak ada di rumahnya tetapi yang ada istri dari pendeta yang juga ternyata seorang pendeta. Dia yang melayani dan mendoakan saya, setelah saya beri tahu keadaan saya, ia membacakan Markus 16:16-17, “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya. Mereka akan mengusir setan-setan demi namaKu…” Saat itu ibu pendeta tersebut menyatakan percaya saja dan justru Pak Panggabean yang akan mengusir setan.
Saya imani isi Firman Tuhan itu dan saya mau hidup baru. Setelah saya kembali ke rumah sakit, saya mengajak istri saya berdoa dan baca Alkitab tiba-tiba istri saya seperti mengaum, berteriak dan secara spontan saya katakana, “Siapa kau?” Karena saya lihat muka istri saya sudah hitam, kemudian saya menelepon mertua saya yang tinggalnya tidak jauh dari rumah sakit untuk datang dan saya beri tahu keadaannya. Kemudian mertua saya datang bersama pendeta yang lain. Sewaktu pendeta tersebut bertanya kepada istri saya, “Kau kenalnya ini?” menunjuk ke saya, istri saya bilang, “Tidak.” Saat itu pendeta bernama Johson menyatakan kepada saya, “Pak Panggabean agar bertobat dan kita usir kuasa kegelapan yang ada pada istrimu.”
Kemudian didoakan dan tidak begitu lama istri saya sadar. Karena hari itu adalah hari minggu, maka setelah mertua saya dan pendeta pulang saya ke gereja kebaktian. Pulang dari kebaktian ke rumah sakit ternyata saya jumpai istri saya masih kesurupan lagi. Saat itu saya pergi ke ibu pendeta yang pernah mendoakan saya dan besoknya pendeta tersebut dan timnya datang ke rumah sakit untuk berdoa. Pada saat lagu pujian dinyanyikan, istri saya berteriak-teriak kemudian keluar kalimat dari istri saya menyatakan, “Jhon, kumatikan kau besok.” Pendeta menjawab, dia sudah anak Tuhan dan tidak akan mati.
Di dalam hati saya berkata, berarti selama ini kuasa kegelapan/roh jahat yang mengganggu saya dan yang membuat saya sakit sehingga saat itu obat yang ada pada saya, saya buang dan menyatakan kepada istri saya yang sedang kerasukan bahwa saya anak Tuhan Yesus saya mengusir engkau. Saat lagi berdoa tersebut, ternyata rombongan saudara saya yang “satu perguruan” dengan saya datang dan menyatakan pesan dari ompung (dukun saya) agar saya kembali karena di dalam tubuh saya dan istri saya tidak ada penyakit hanya kembali saja disuruh untuk mengikutinya (Ompung/Guru).
Saat itu saya katakana, saya tidak mau, apapun yang terjadi saya akan tetap taat kepada Tuhan Yesus. Tiba-tiba salah seorang dari mereka yang datang langsung mengurut dan memijat perut istri saya yang sedang hamil dan yang sudah mau putus ari-ari kandungannya. Saya marah besar kepada yang memijat perut istri, dan saya ancam, “Kalau ada apa-apa atas janin istri saya, saya tuntut kalian” sehingga mereka pulang dengan kecewa. Pendeta yang berdoa untuk istri saya pada saat itu hanya menyatakan, “Mereka tidak tahu apa yang diperbuatnya jadi tidak perlu marah dan berdoa saja.” Saat itu saya seperti putus asa mengingat perut istri saya yang dipijat, dan malam harinya saya mendatangi gereja pendeta tersebut lagi. Dalam keadaan sangat penat saya menangis dan menyatakan, “Tuhan, tolong saya.” Dan saat itu saya ketiduran di gereja tersebut.
Keesokan paginya saya terbangun dan menangis minta tolong kepada Tuhan. Pendeta tersebut menyatakan tidak usah takut, istrimu akan sembuh dan anak dalam kandungannya akan selamat dan teruslah berdoa. Setelah kembali ke rumah sakit bertemu dengan istri saya, istri saya bertanya, “Dari mana, pa?” Dan saya peluk dia dan kami berdua berdoa terus. Dan setelah berjam-jam berdoa dan menyanyikan lagu pujian tiba-tiba istri saya merasakan ada yang loncat dari perutnya suatu hal yang hitam dirasakan keluar, dan dalam pandangannya ada sesuatu yang mengintip untuk masuk lagi, tetapi istri saya mengusirnya di dalam nama Tuhan Yesus, dan saat itu istri saya mengalami kesembuhan. Pada saat itu saya tetap berdoa dan mengangkat puji-pujian, tiba-tiba saya merasakan seperti minyak mengalir dari ujung kepala turun ke seluruh tubuh saya sampai ujung kaki dan saya merasakan kesembuhan total dan perasaan saya sukacita yang sudah beberapa tahun tidak pernah saya rasakan.
Betapa bahagianya kami pada saat itu dan setelah pulang ke rumah setiap hari kami selalu berdoa untuk kandungan istri saya dan ternyata mukjizat terjadi lagi, empat bulan kemudian anak saya yang sudah mau putus ari-arinya lahir normal tanpa cacat sedikit pun. Tuhan itu sangat baik. Dan dokter kandungannya kaget karena ari-ari dalam kandungan istri saya tidak jadi putus, bahkan lahir normal dan dokternya menyatakan ini sungguh luar biasa. Puji Tuhan, anak saya itu saat ini sudah jadi hamba Tuhan (Pendeta).
Sekitar 6 bulan kemudian (tahun 1995), saya membuka kantor advokat sendiri dengan tujuan untuk membantu orang yang tidak mampu agar bisa ikut melayani dalam persekutuan yang saat itu ada Yayasan Persekutuan Injil Advokat Indonesia (YAPIA). Saya selalu bersaksi tentang kebaikan Tuhan di mana-mana, termasuk pelayanan di penjara dan saya menikmati hidup bahagia, sekalipun secara ekonomi habis-habisan dan yang tadinya naik mobil menjadi jalan kaki, tetapi saya setiap hari bersukacita. Sekalipun uang tidak ada saya selalu yakin kepada Tuhan yang akan mencukupkan kebutuhan saya.
Bahkan pernah waktu kebaktian minggu uang saya tinggal Rp 6.000. Selesai main musik saya masukkan ke dalam kantong kolekte uang tersebut, padahal saya bersama istri dan anak saya belum makan siang tetapi uang tersebut saya berikan semua, yang berarti uang saya sama sekali tidak ada lagi. Ternyata Tuhan setia menolong asal kita setia kepada Dia. Dan saya waktu itu keluar dari gedung gereja dan menyatakan, “Tuhan, jangankan untuk ongkos pulang, uang untuk makan siang saja sudah tidak ada.” Dan beberapa menit kemudian saya masuk lagi ke gereja dan ternyata ada seorang ibu mendatangi saya mengatakan, “Pak Panggabean, hati saya digerakkan Tuhan untuk memberikan berkat kepada bapak.” Dan saat itu diberikan uang Rp 400.000. Begitulah Tuhan selalu memberikan mukjizat keuangan kepada saya.
Kami jalani hidup dengan mengandalkan Tuhan. Anak kedua lahir Clara Panggabean berjalan dengan baik. Kemudian anak ketiga Gracia Panggabean, setelah berumur 3,5 tahun sering main sendiri kalau saya panggil sering seperti tidak mendengar kecuali mulut saya dilihat baru direspons. Kami curiga, kami bawa ke dokter di puskesmas untuk konsultasi. Ternyata dokter menyatakan pendengarannya terganggu, tapi karena peralatan di puskesmas tidak lengkap, maka kami disuruh ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Kemudian di RS Cipto anak saya diperiksa secara detail, ternyata kesimpulan dokter gendang telinga anak saya rusak tidak bisa mendengar, dan kalaupun bisa harus dibantu dengan memakai alat pendengar agar bisa mendengar.
Pada saat mendengar keterangan dokter tersebut, saya dan istri sepakat untuk selalu mendoakan anak kami dan kami menemui seorang pendeta, Pak Silalahi yang pernah berkhotbah tentang mukjizat kesembuhan. Kami jumpai pendeta tersebut dan kami disuruh agar tetap yakin dan percaya bahwa telinga anak kami akan normal. Pada saat kami berdoa dengan pendeta tersebut minta pertolongan kepada Tuhan, beberapa saat kemudian setelah selesai berdoa tiba-tiba anak kami Gracia berkata, “Pa, aku dengar.” Mulai saat itu anak saya sembuh telinganya, mendengar secara nyaring dan sampai saat ini pendengaran anak kami Gracia sempurna tidak pernah ada masalah. Luar Biasa Tuhan itu memberikan kesembuhan kepada anak kami.
Tuhan itu sangat baik, saya diangkat, dari kantor kecil satu ruangan ke kantor yang besar bahkan pernah ada seseorang memberikan modal miliaran rupiah kepada saya untuk membuat majalah hukum. Saat itu saya selalu mengandalkan Tuhan, bukan mengandalkan manusia atau kekuatan saya. Kemudian setelah mulai berkembang dari segi profesi dan keadaan ekonomi semakin membaik, yang tadinya saya melayani di penjara dan di mana-mana selalu bersaksi, mulai saya sibuk berorganisasi, sibuk dalam pekerjaan dan mulai lupa untuk melayani dan bahkan meninggalkan pelayanan.
Dengan fasilitas yang ada, justru hidup saya hampir kembali ke kehidupan lama lagi, sering begadang termasuk menjadi produser merekam-rekam lagu-lagu sekuler serta menghamburkan uang sementara pelayanan juga sudah tidak lagi. Ternyata Tuhan yang mengasihi kita tidak suka anak-anaknya lari dari Dia. Beberapa lama kemudian mulai perasaan hampa datang lagi menghampiri saya, dan saya mulai mengalami sakit, yaitu awalnya sakit biasa, sakit asam urat bengkak susah berjalan dan ke rumah sakit diopname. Saya tidak bisa makan obat karena ternyata alergi obat, karena memang sudah lebih 15 tahun tidak pernah memakan obat. Ternyata karena penyakit asam urat saya saat itu sembuh dengan sendirinya kurang lebih 5 hari. Setelah sembuh saya masih hidup dengan pola makan yang tidak benar, yaitu sering makan malam dan begadang dan saya sangat gemuk. Kemudian kambuh lagi sakit asam urat saya dan kembali lagi ke rumah sakit karena kumat.
Karena tidak ada obat yang cocok (alergi), maka atas saran teman, saya makan jamu ternyata jamu tersebut BPOM-nya palsu mengandung doping, yang kemudian dilarang beredar, sehingga saya berhenti mengkonsumsinya. Kemudian saya sakit kembali dan masuk ke rumah sakit UKI Jakarta lagi, dan kemudian dirujuk ke rumah sakit lain yang ada seorang profesor ahli di bidang asam urat. Saya diberikan obat yang cocok (tidak alergi) namun ternyata membuat lambung saya terkikis dan saya muntah-muntah selama berbulan-bulan. Pendek cerita saya sakit terus-menerus sampai 10 kali masuk rumah sakit, dan berat badan saya turun sampai 29 kilogram hingga berat badan saya hanya tinggal 47 kilogram.
Keadaan saya semakin parah sampai saya tidak bisa berjalan, terbaring di tempat tidur meriang terus menerus. Hasil laboratorium menyatakan tulang di tubuh saya juga keropos (osteoporosis) tidak bisa jalan atau berdiri (kurang lebih 1 bulan pakai kursi roda). Mata saya juga kabur, tidak bisa melihat dalam jarak 10 meter dan saya juga disebut mengidap penyakit gejala lupus. Saya sangat menderita sekali keluar masuk rumah sakit sampai ke RS Pantai Hospital, Penang, Malaysia. Saat itu dalam hati dan pikiran saya selalu ada suara yang mengatakan bahwa saya akan mati dan masuk neraka, karena pengampunan sudah tidak ada bagi saya. Saat itu saya terus berdoa meminta ampun kepada Tuhan dan mengatakan, “Tuhan tolong jangan ambil nyawa saya, kalau Tuhan berkenan panjangkanlah umur saya dan beri kesempatan kepada saya lagi untuk berubah.”
Dan suatu ketika saya berdoa, “Tuhan, kalaupun Tuhan mengambil saya jangan masuk neraka.” Ternyata perasaan mau mati dan masuk neraka adalah tuduhan iblis kepada saya saat itu, karena saya memberikan celah di mana kuasa kegelapan sudah dibuang dari saya, dan saya sudah pernah disembuhkan tetapi saya tidak setia di dalam Tuhan.
Saya bersyukur karena istri dan anak-anak saya selalu setia untuk mendampingi dan terus mendoakan saya selama sakit. Selama sakit saya selalu berdoa dan membaca firman serta mendengar lagu-lagu rohani dan khotbah di Youtube melalui handphone itulah yang menguatkan saya. Kemudian waktu diperiksa laboratorium kembali, dokter menyatakan penyakit lupus (autoimun) saya telah hilang, tetapi beberapa bulan berikutnya harus dicek lagi, setelah dicek ternyata masih ada lagi, begitulah berulang-ulang. Karena sudah merasa capek berobat dan makan obat yang bermacam-macam akhirnya saya memutuskan menyatakan kepada istri saya agar terus berdoa dan berserah kepada Tuhan saja dan tidak usah lagi makan obat dan memohon kepada Tuhan agar menyembuhkan secara total.
Ternyata Tuhan sungguh amat baik. Saat ini saya sudah sembuh dan telah beraktivitas kembali. Mukjizat yang diberikan Tuhan kepada saya sebelum mengalami sakit yang panjang tersebut, yang merupakan peringatan kepada saya sebelumnya sudah ada, yakni kecelakaan mobil yang saya alami di jalan tol (Pada Juli 2016), kala itu mobil yang saya kemudikan dengan kecepatan tinggi pecah ban dan berputar-putar, saya berteriak, “Tuhan Yesus, tolong saya.” Saat itu Tuhan memberikan mukjizat kepada saya, dan tubuh saya berputar mengikuti perputaran mobil tersebut hingga mobil tersebut menabrak pembatas jalan dan sampai empat separator tol putus serta mobil saya rusak berat, namun saya sama sekali tidak ada terbentur atau luka/lecet.
Saya sungguh berterima kasih kepada Tuhan yang sangat baik, karena melalui peristiwa yang panjang ini saya memahami bahwa apapun yang saya alami beberapa waktu lalu, kurang lebih dua tahun sakit, di baliknya ternyata ada suatu kebaikan Tuhan, yakni agar saya kembali selalu di dalam Tuhan. Tuhan telah memberikan mukjizat kepada saya berkali-kali dan saya mengatakan kepada istri dan anak-anak untuk selalu mendoakan saya. Sekalipun saya sepertinya harus memulai lagi dari awal sebagai seorang lawyer, saya tetap bersyukur. Salah satu yang saya syukuri di saat saya sakit dan hampir tidak mampu mengelola kantor saat itu, ternyata Tuhan masih memberikan sesuatu yang membahagiakan, yakni ketiga anak saya, Samuel Panggabean, S.Th., Clara Panggabean, S.H., dan Gracia Panggabean, S.H. telah menyelesaikan kuliahnya dengan cepat dan baik.
Perjuangan hidup kita masih tetap berlangsung, tetapi saya yakin Tuhan akan selalu menolong kita sepanjang kita mau setia dan datang kepadaNya. Dengan pengalaman hidup saya ini, saya menyarankan kepada saudara-saudaraku yang mengalami penderitaan apapun agar datang dan berdoa kepada Tuhan, Tuhan pasti akan memberikan jalan keluar, yang susah akan dihibur, yang lemah dikuatkan, yang sakit akan disembuhkan, yang kekurangan akan dicukupkan.
Satu hal lagi yang sangat penting berdasarkan pengalaman saya ini bagi saudara-saudaraku yang sudah bertobat dan telah diberikan berkat oleh Tuhan, janganlah sekali-kali kembali ke kehidupan yang lama, sekalipun telah sibuk tetaplah memberikan waktu yang terbaik kepada Tuhan dalam pelayanan. Tuhan Yesus Kristus memberkati kita. HF