Eloy Zalukhu Motivator Tangguh yang Selalu Mengandalkan Tuhan

1106
Eloy Zalukhu. Baginya Tuhan yang utama.

Tak satu pun manusia bisa menebak takdir hidup seseorang. Demikian kisah anak pedalaman Nias (Sumatera Utara) dari Desa Ononamolo, Eloy Zalukhu, ia bisa terangkat tinggi, sekolah di luar negeri oleh belas kasih orang lain. Anak bungsu dari keluarga besar ini dulunya hidup memprihatinkan di pedalaman Nias, jauh dari fasilitas pendidikan yang memadai. Keadaan yang demikian membuat seperti tak ada harapan masa depannya. Apalagi masih kanak-kanak, ayahnya meninggal, dan ibunya hanya petani yang tak mampu membiayai sekolahnya. Beruntung Eloy, si bungsu itu bukan hanya bisa menikmati sekolah yang terbaik di Jakarta namun justru kuliah di Melbourne, Australia. Dibiayai seorang pengusaha asal Amerika.

Demikian juga kisah Eloy, setelah mendapat kemudahan, disekolahkan hingga ke luar negeri tak membuat Eloy mawas diri. Kehidupan yang nyaman itu justru membawanya terjatuh. Di Australia ia sempat jadi pecandu narkoba. Hingga di titik nadir ia pernah berencana bunuh diri. “Saya ingin bunuh diri dengan kater,” ujarnya. Tatkala hendak memotong urat nadi, Eloy seperti ketakutan. Tangannya dingin. Tersadar cara yang dilakukannya bukan jalan keluar.

Eloy Zalukhu lahir dengan nama Elifati Zalukhu. Sejak mengalami lahir baru ia menata hidup dari nol. Ia berkomitmen untuk meninggalkan masa lalu. Dari pengalaman itu muncul ungkapan dari gagasannya, “Masa lalu bukan keselaluan, hidup bisa berubah.” Sejak membuat komitmen ingin berubah, di Australia Eloy menemukan talenta, jadi pembicara. Dia berpikir barangkali profesi yang tepat menjadi pendeta. Itu sebabnya sepulang dari Australia dia mendaftarkan diri ke Sekolah Tinggi Teologia di Batu Malang, Jawa Timur. Namun pihak sekolah menyampaikan, justru melihat panggilan pelayanannya bukan jadi pendeta, tetapi melayani di market place. Teringat masih di Australia dia sempat meneguhkan diri ingin menjadi motivator. Konon cita-cita menjadi motivator itu muncul saat dirinya mengikuti sebuah seminar di Australia.

“Suatu hari di Melbourne saya mengikuti suatu seminar yang diadakan selama tiga hari tiga malam. Waktu itu, saya melihat pembicaranya hebat. Saya terpesona ingin seperti mereka,” kisahnya. Entah mengapa saat itu ada ketertarikan, membawanya ingin menjadi pembicara atau motivator. Sejak itulah, ia ingin jadi motivator, dan membangun reputasi diri di bidang yang menjadi panggilan jiwanya dengan berguru pada pesohor motivator di Tanah Air. Eloy sempat jadi asisten Andri Wongso, bahkan sempat bergabung dengan Handi Irawan pendiri Majalah “Marketing.”

Tak mau terus dibayang-bayangi nama-nama besar, tahun 2004 Eloy membangun sendiri perusahaannya. Puji Tuhan, usahanya berhasil. Kini dia menjadi salah satu motivator di Indonesia yang cukup diperhitungkan. Tentu, tak berhenti di sana, satu cita-cita terbesarnya adalah ingin menjadi motivator dan business trainer 10 orang terbaik di Asia. Sejak tahun 2005 ia telah diundang jadi pembicara di ratusan perusahaan, bahkan diundang berbicara di Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok dan Hong Kong.

Lelaki kelahiran Januari 1977 ini menyelesaikan pendidikan SMA di Jakarta. Melanjutkan kuliah bidang Marketing and Management di Deakin University, Melbourne, Australia, selesai tahun 2001. Kemudian menyelesaikan program MBA di IPMl International Business School, Jakarta. Ia pun pernah bekerja di sebuah perusahaan Marketing Research and Consultant. Sejak menjejaki karier sebagai motivator, seiring waktu makin melambungkan namanya melalui siaran di radio dan televisi. Juga mengasuh acara talkshow yang penuh inspirasi dan tips untuk hidup lebih baik, dalam program “SMART MOTIVATION and DIRECTOR’S UPDATE” di radio SmartFm dan Sonora networks, setiap Senin pagi yang disiarkan di 21 kota besar di Indonesia. Selain itu, program serupa sama tayang di KTV (28UHF) setiap hari Senin malam, dan setiap Kamis pagi di Kompas TV.

Eloy juga menulis buku-buku yang laris manis di antaranya “Life Success Triangle”, “Sales Warrior using RAVE Sales Principles” dan “I’m A Leader-Drive Change and Improve Performance.” Eloy mengatakan, pesan penting yang hilang dari para pembicara hanya berpusat pada diri. Atas semacam kegundahan dalam batinnya untuk menemukan porma apa yang digunakan, satu waktu Eloy bergumul untuk mencari tema yang bisa merogoh hati dan menyentuh kedalaman batin hingga kemudian dia menemukan Theocentic Motivator. Baginya, perlu memahami theocentic, sebab jika hanya fokus anthropocentric tak akan pernah menemukan esensi kedalaman hidup. “Di sinilah peran Theocentric Motivator mengajak menyadari kuasa Tuhan. Kita manusia berdosa. Tak bisa menolong diri sendiri. Kita butuh Tuhan,” cetusnya.

Baginya, pembicara theocentric terpanggil merangkul kedua perihal, kuasa Tuhan dan potensi manusia dalam proporsi yang tepat. Di satu sisi manusia sadar kelemahannya, maka butuh Tuhan. Sisi lain manusia harus berusaha maksimal sebab memang diberikan potensi. Tentu dampaknya, pertama, pengenalan akan tujuan hidup dan talenta atau bakat khusus yang Tuhan percayakan kepadanya yang mana hal itu akan melahirkan passion, yaitu semacam keinginan atau kesukaan dalam mengerjakan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kedua, seseorang belajar dan berlatih 10 kali lebih tekun dan lebih baik dibandingkan manusia rata-rata.

Mengapa demikian? Karena sisi spiritual atau theocentric itu terdapat dalam wilayah pewahyuan khusus, sehingga, bersifat sebuah panggilan khusus dari Tuhan. Karena itu, katanya, untuk mengerti butuh intervensi dari yang memanggil, yaitu Tuhan. “Tuhan harus terlebih dahulu secara khusus bekerja dalam diri orang yang dipanggilNya, sampai orang tersebut berubah fokus. Dari apa yang tadinya dianggap lebih penting daripada theocentric, misalnya uang dan ketenaran, sekarang melalui penyingkapan atau pewahyuan tadi, orang tersebut justru melihat kebanggaannya dulu menjadi tak berarti lagi, karena kini, baginya fokus terpenting dan pusat segala sesuatu adalah Tuhan,” katanya.

Bagi pendengung Theocentic Motivator ini, uang dapat memberi kita sebuah istana yang megah. Uang juga dapat memenuhi rumah kita dengan perabot terbaik dan garasi rumah dipenuhi dengan mobil-mobil mewah, tetapi tak akan terpuaskan jika tak menemukan sumber kepuasan itu. “Uang tak dapat memberi kita rumah yang penuh dengan kasih dan penghargaan tulus dari orang-orang yang tinggal di dalamnya. Uang dapat dipakai untuk membeli ranjang emas murni, namun uang tak dapat membeli istirahat satu menit yang disertai dengan damai di hati,” papar anggota jemaat di Gereja Kristus Yesus (GKY) Citra Garden dan IES (International English Service) ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here