Narwastu.id – Prof. Dr. J.L. Ch. Abineno lahir di Baun, Timor, NTT, pada 7 Desember 1917, sebagai anak sulung dari pasangan Tobias Abineno dan Carolina Koroh. Pada 30 Desember 1947 Abineno menikah dengan Alberta Anthonia Meijer dan memiliki enam orang anak, 15 cucu, dan 14 cicit.
Abineno ditahbiskan sebagai pendeta di Jakarta pada 1948. Kemudian menjadi Ketua Klasis GMIT di Rote (1949-1950), Ketua Sinode GMIT (1950-1953), melanjutkan studi di Universitas Kerajaan di Utreht (1953-1956). Pada 1955 menyelesaikan studi doktoral, dan pada 1956 promosi doktor teologi.
Selanjutnya, diangkat sebagai Ketua Sinode GMIT (1956-1960), anggota MPRS (1960-1975), menjadi Guru Besar dari STT Jakarta dan bekerja menjadi dosen (1960), anggota Commission on Faith and Order dari DGD (1961-1975), diangkat oleh LAI sebagai Ketua Komisi Penerjemah (1962-1968), Ketua Umum DGI (1960-1980), Ketua Kehormatan DGI (1970-1980), Penasihat Majelis Sinode GPIB (1978), Ketua Kehormatan DGI (1980), dan Ketua Kehormatan DGI (1984). Pada 22 Januari 1995, Pak Abineno berpulang ke rumah Bapa di sorga dalam usia 77 tahun.
Memperingati 100 tahun wafatnya Abineno, sebagai rasa ungkapan syukur dan terima kasih, perwakilan gereja dan lembaga-lembaga Kristen tersebut, menggelar acara “Peringatan Syukur 100 Tahun Abineno” di Lantai 5 Grha Oikoumene, Jakarta Pusat, pada Kamis, 7 Desember 2017 lalu. Pada kesempatan itu, juga di-launching buku “Utusan yang Setia Mengenang Hidup dan Karya Pelayanan J.L. Ch. Abineno.” Alberta Anthonia Meijer, istri Pak Abineno, bersama anak, menantu dan cucu hadir dalam acara ini.
Gereja dan lembaga-lembaga Kristen tersebut adalah GMIT, PGI, STF Jakarta, LAI, Sinar Kasih, Yamuger, STT Cipanas, GKRI, Ukrida, dan BKP Gunung Mulia. Tempat dimana Abineno pernah mendarmabhaktikan hidupnya.
Peringatan Syukur 100 Tahun Abineno diawali dengan ibadah. Dalam khotbahnya, Ketua Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia). Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang mengungkapkan, J.L. Ch. Abineno adalah sosok yang telah mempersembahkan hidupnya selama 78 tahun, tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga gereja, negara, dan masyarakat. Dan semuanya itu dilakukan dalam iman. “Walau Pak Abineno telah tiada, maka menjadi pelajaran bagi kita semua, agar berpegang teguh pada iman, karena hanya dengan begitu kita dapat memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Mari kita terus beriman percaya,” jelasnya.
“Pastilah keluarga besar Pak Abineno kehilangan banyak waktu mengingat banyaknya lembaga-lembaga yang dilayaninya ketika itu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada ibu, keluarga, anak-anak, menantu, cucu dan semuanya. Kasih Tuhan yang bisa membalaskan itu semua,” ungkap Sekretaris Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, M.Th saat menyampaikan ucapan terima kasih.
Hal senada disampaikan Pdt. Agustin D. Litelnoni dari GMIT. “Kami bangga dan bersyukur karena Tuhan memberikan seorang tokoh yang luar biasa bagi GMIT, yaitu Pak Abineno. Beliau pernah menjadi Ketua Klasis di Rote, dan dua periode menjadi Ketua Umum Sinode GMIT. Lalu berangkat ke Jakarta kemudian memimpin PGI selama 20 tahun. Mewakili GMIT mengucapkan terima kasih kepada ibu dan keluarga,” katanya.
Demikian pula Ketua STF Jakarta, Pdt. Yusak Solaiman. “Selain ucapan terima kasih, kami juga menyampaikan permohonan maaf karena semasa hidup dalam pekerjaan Pak Abineno di STF Jakarta telah banyak mengambil waktu untuk keluarga. Bagi kami, itu adalah sebuah pembelajaran bagaimana seseorang yang benar-benar sebagai utusan Allah yang mencintai gereja, sebagai seorang teolog, sebagai seorang pemikir yang menunjukkan kepada kami mencintai pekerjaannya,” jelas Yusak. KT