Kebangsaan Jangan Terkoyak

55
Dr. Antonius Natan

Narwastu.id – Bhinneka Tunggal Ika adalah kalimat yang tertera pada cengkraman jari kokoh Garuda Pancasila yang memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu. Apakah kalimat ini menjadi kata-kata tanpa arti? Tentu saja tidak. Realitas bangsa Indonesia terdiri dari beragam budaya, bahasa, suku, ras, kepercayaan dan agama yang dianut berbeda-beda. Dan Indonesia disegani oleh karena keberagamannya tetapi mampu menjadi bangsa yang kuat dalam kesatuan dan persatuan hingga kini.

Suasana religiositas yang dibangun selama ini membuat suasana saling menghormati dan menghargai satu dengan lainnya, multikulturalisme sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit, membuat hubungan antarkelompok terjalin, memang tidak bias dipungkiri bahwa jaringan yang tertata acap kali terkoyakkan karena perebutan kekuasaan antarkerajaan, sehingga terpecah belah, adu domba penjajah, ketamakan dan fitnah, hingga kita memasuki era Wali Songo yang membawa pembaharuan di nusantara, pergeseran kepercayaan dan perubahan budaya membawa pengaruh positif hingga kini.

Saat perang kemerdekaan melawan penjajahan Belanda atau Jepang berbagai suku bangsa termasuk di dalamnya Tionghoa, Arab, India dll di wilayah nusantara rela berperang dan mengorbankan nyawa demi Sang Saka Merah Putih berkibar dan proklamasi dikumandangkan. Dan itu perjuangan yang tidak mengenal agama, perjuangan tidak mengenal suku bangsa, semua berjuang mengusir penjajah bukan karena kita Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, bahkan Konghucu. Tetapi perjuangan yang menolak penjajahan dan keserakahan bangsa asing di Tanah Air. Sehingga tumpah darah ini adalah milik bersama yang terus akan diwariskan kepada anak dan cucu. Setiap yang lahir, dibesarkan memakan dan minum dari nusantara adalah penduduk pribumi, siapapun itu hak kita sama dan kewajiban kita menjaga NKRI tetap berdiri.

Transformasi terjadi di berbagai penjuru Tanah Air, saling berbagi dan saling memberdayakan, Kitab Suci masing-masing pemeluknya dijadikan dasar-dasar spiritualitas. Kebangsaan semakin kokoh dalam perjalanan waktu setelah kemerdekaan. Pembangunan ekonomi dan infrastuktur mulai menata kehidupan dari Sabang hingga Merauke di zaman pemerintahan Presiden Jokowi dan JK, jelas sekali Indonesia memiliki masa depan cerah dan gemilang.

Kebangsaan Kita Terkoyak

Tetapi akhir-akhir ini kebhinnekaan bangsa kita sedang diuji kesaktiannya, goncangan demi goncangan dengan dalih menjunjung tinggi agama, mempertentangkan suku bangsa dalam perebutan kursi GubernurDKI Jakarta turut membuat kegaduhan semakin keras. Perebutan kekuasaan dalam konteks pilkada ternyata mencabik-cabik kerukunan, agama dan etnis dipertentangkan. Hal yang selama ini sebagai perbuatan tabu dan tidak beretika malah menjadi model. Banyak orang memiliki fanatisme yang sempit, memaksakan kehendak, merasa diri paling benar dan melupakan sejarah yang selama ini menjadi dasar kebangsaan. Belum lagi kekerasan dan ISIS dianggap sebagai model, mau ke mana pilkada DKI Jakarta ingin diarahkan?

Dunia seakan berubah, padahal yang berubah adalah manusia-manusia yang menjadi penghuninya. Dunia seakan menjadi sempit dan sesak dengan berita-berita mencekam, menakutkan dan banyak ketidakbenarannya. Media social (medsos) menjadi jerat bagi banyak orang. Kebhinnekaan dan toleransi yang menjadi perekat bangsa terkikis, disintegrasi dan kekerasan bermunculan, masyarakat mulai menabur benih kecurigaan dan kebencian serta berprasangka buruk terhadap sesame saudara. Kesemuanya menjadikan NKRI rapuh dan mengeyampingkan semangat kebangsaan yang telah terjalin. Kebangsaan kita terkoyak.

Mari kita kembali kepada koridor Pancasila dan UUD 1945, membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat, bermartabat dan disegani, kebangsaan yang memiliki keragaman, keunikan serta keunggulan. Firman Tuhan dalam Kitab Suci menjelaskan bahwa keberagaman adalah kekayaan yang perlu digali dan diberdayakan, dalam keberagamanlah di situ letak kekuatan bangsa Indonesia, kebhinnekaan memperkokoh kebangsaan ada cetak birunya dalam AlKitab,

1 Korintus 12:18, 21-22,” Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendakiNya. Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: “Aku tidak membutuhkan engkau.” Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: “Aku tidak membutuhkan engkau.”Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan.”

Mari kita saling menghormati, saling membutuhkan dan pertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), melalui gerakan doa dan tindakan nyata di lapangan, saling peduli sesama, saling membantu, saling mendukung. Tuhan Yesus mengasihi bangsa Indonesia dan kita akan selalu ada dalam perlindunganNya.

Penulis adalah Waket I STT Rahmat Emmanuel dan Ketua Departemen Pemberdayaan Bamag Nasional.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here